"Jadi lo nggak putusin dia?"
Hesta bertanya saat ia, Ralia, Jerico dan Jevan pergi ke kantin bersama. Julio sedang ada urusan dengan Elina, sang kekasih. Felix lebih memilih game daripada mengisi perut kosongnya sedangkan Randu dimintai tolong untuk mengoreksi nilai ulangan kelas lain bersama guru yang bersangkutan.
Harris tidak pergi sekolah karena sedang demam sejak dua hari lalu.
"Kalo Bang Jeff tau, bakal jawab gimana?" tanya Jerico dingin. "Semoga lo udah pikirin itu juga."
Ralia mengangguk. "Udah kok, kalian tenang aja. Bang Jeff biar jadi urusan gue."
"Jev, Shira mana kok nggak diajak bareng?" Hesta beralih pada Jevan yang malah mengikuti mereka bertiga. "Biasanya udah mesra-mesraan bikin gue pengen mukul!"
Jevan membalas dengan tertawa. "Shira izin nggak masuk, kerabatnya ada yang meninggal." Tanpa disadari siapapun, Jevan melihat Ralia untuk mengetahui ekspresi yang gadis itu tunjukkan.
Kemudian yang Jevan temui hanyalah eskpresi acuh. Ya memang apalagi yang bisa Jevan harapkan? Wajah Ralia menunjukkan raut cemburu saat dirinya membahas Shira? Jangan gila Jevan, itu tidak akan mungkin.
Setelah sudah pada Jevan, Hesta kembali pada Ralia. "Sesayang itu lo sama Harris?"
"Nggak tau, Hes. Jangan tanya gue."
"NGGAK TAU itu sama dengan IYA Hes! Lo gitu aja masa nggak ngerti sih?!" tukas Jerico ketus.
Ralia mendengus, tapi tidak menyangkal.
"Ah cemburu gue nih!" Hesta pura-pura marah, ia menjauhi Ralia yang kini jadi berdiri bersebelahan dengan Jevan.
Dengan santai Jerico menggeplak belakang kepala Hesta saat ia menunjukkan tingkah menjijikkan, apalagi bibirnya yang tidak seberapa malah mengerucut tidak jelas.
"Sakit buset!" pekik Hesta tidak terima, saat hendak membalas, tangannya sudah ditahan Ralia. "Gue kenapa nggak pernah boleh bales perbuatan Jerico sih?!" tanyanya kesal. "Dia boleh mukul gue, masa gue nggak boleh gantian???"
Ralia menghela nafas lelah. "Kalo gue liat, gue juga bakal nahan tangan ringan Jeri buat nggak mukul elo ya! Jangan bikin seakan-akan gue nggak adil gitu!"
"Emang nggak adil!" sungut Hesta memancing emosi.
Jerico diam melipat bibirnya ke dalam.
"Lo emang nggak pernah ngehargain usaha gue berarti ya! Dulu gue selalu nggakpapa didorong Jeri supaya udahan main di rumah lo, terus besoknya gue selalu dateng tuh ke rumah lo tanpa rasa kapok!" kata Ralia mengungkit.
Hesta yang mendengar hal tersebut lantas mengorek memori kembali. "Gue juga dulu nggakpapa tuh ditinggal main air karena demam!"
"Ya itu karena lo sakit dodol." Hampir saja Jerico hendak menggeplak Hesta kalau Ralia tidak memelototinya.
"Disini tuh gue yang paling sering dijauhin karena gue cewekkkkk!"
"Iyalah ngapain cewek gabung sama cowok," balas Jerico sengaja meledek Ralia dan membuatnya panas.
Hesta terkekeh geli begitu melihat wajah Ralia mulai merah padam. "Udah-udah nggak usah rebutin gue! Gue tau gue cakep dan menyenangkan! Tenang aja, gue tetep main sama lo berdua kok!"
Alis Jerico berkerut jijik. "Dih, jijik banget astaga!"
Ralia membuat gestur mau muntah. "Kok bisa gue seneng main sama lo ya!"
"Ya karena gue anaknya emang menyenangkanlah!" balas Hesta mengibaskan rambutnya yang tidak panjang.
Jevan satu-satunya yang menikmati pemandangan di sekitarnya, ia kagum dengan ikatan yang terjalin di antara Ralia, Hesta dan Jerico. Saat SMP, Jevan cenderung lebih dekat dengan Jerico. Dulu walaupun selalu sering mengomel setiap kali Ralia melakukan kesalahan, tapi Jerico tidak pernah benar-benar acuh pada Ralia, dibenak Jevan mungkin memang itulah cara terbaik Jerico untuk menunjukkan kasih sayangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forbidden relationship (00-01line)✔️
Fiksi RemajaPenyesalan kadang-kadang memang berakhir buruk. Ketidak setiaan hati seseorang bisa menyebabkan patahnya banyak hati yang lain. Memaksakan sesuatu, apalagi perasaan, sangat jarang bisa berakhir dengan kebahagiaan. Keharmonisan akan sirna bila satu...