Jevan bercerita

240 50 4
                                    

"Sekarang jelasin alesan lo selama ini nutupin perasaan lo dari kita Jev." Hesta menuntut Jevan yang sudah bersiap mau pulang dari rumah Ralia malam ini.

Usai mengantar Saira dan menjemput Jerico di rumah, Hesta buru-buru datang ke rumah Ralia. Niat hati ingin menanyakan semua hal pada Ralia, namun rupanya si pelaku utama masih ada disana. Siapa lagi kalau bukan Jevan.

"Sejak kapan lo suka sama temen kita?" sosor Jerico menghadang Jevan yang hendak mengambil sepatu di rak yang ada di teras rumah Ralia. "Jelasin, lo nggak bisa pergi gitu aja. Dan, apa maksud Harris bilang kalo lo nggak berbelas kasih sama Shira?"

Ralia baru saja akan ke ruang tamu ketika ia mendengar suara sahabatnya sedang menginterogasi Jevan.

"Hes, Jer." Ralia berniat untuk memudahkan Jevan pulang, namun Jerico langsung menyuruhnya diam. "Ini udah malem, Jevan harus pulang kalo nggak nanti dia dicariin sama keluarganya."

Jerico menggeleng, tidak peduli pada situasi Jevan. Menurutnya, ia harus tahu alasan Jevan menjadi pengagum dalam diam. "Bayangin aja, gue seringgg banget main sama nih anak, tapi sama sekali gue nggak curiga kalo ternyata dia suka sama lo. Ntar dia nipu gimana?!"

"Maksudnya nipu apa?" tanya Ralia tidak mengerti.

"Ya nipu, bisa aja dia sebenernya cuma pura-pura suka sama lo karena udah tau kalo lo putus dari Harris dan dia putus dari Shira. Bisa aja Jevan punya pemikiran buat bales dendam sama mantannya kan? Ngajakin lo juga supaya bales dendam ke Harris?!" Jerico menyimpulkan.

Hesta mengangguk setuju. "Lagian kalo emang dia suka sama lo dari dulu, nggak mungkin bisa serapi itu dia nyembunyiin perasaan!"

"Jer, gue rasa kesimpulan lo berlebihan," sergah Jevan tidak terima. "Dan buat lo Hes, asal lo tau aja, gue nggak pernah sembunyiin perasaan gue."

Ralia terdiam di tengah-tengah tiga laki-laki yang sedang beradu pendapat masing-masing.

"Ya makanya buru jelasin!" Hesta memekik, ekspresinya berubah menjadi tengil dan songong.

Ralia memutar kedua bola mata malas. "Jev, udah pulang aja, nggak usah peduliin nih bocah dua!"

Jevan melihat Ralia. "Mereka kayaknya emang harus tau kalo gue nggak secetek yang ada diotak mereka," cibir Jevan melirik sinis pada Hesta dan Jerico. "Lagian liburan nanti kita ke Bali bareng-bareng. Pasti nggak enak kalo dua curut ini nggak nemenin gue, kan?"

Ralia menghela nafas. "Lo nggak perlu bikin mereka percaya, lo sukanya kan sama gue."

"Jadi dari awal lo emang percaya sama gue, kan?"

"Anehnya iya," cicit Ralia memutuskan kontak mata dari Jevan. Belakangan ini kontak mata dengan Jevan sering membuat Ralia merasa salah tingkah tidak jelas. "Jadi biarin aja Hesta sama Jerico nebak-nebak."

"Nggak bisa gitu!" seru Jerico heboh. Ujung jarinya menoel dada Jevan yang masih berbalut baju olahraga.

"Bener! Lo harus cerita sama kita dua juga!"

"Gunanya apa anjir?" Tangan Ralia bergerak hendak memukul mulut kedua teman kecilnya.

Jevan meraih lengan Ralia dan menurunkannya. Jantung Ralia mendadak berdegup kencang melihat perubahan ekspresi pada wajah tampan laki-laki yang mengaku suka padanya sejak kelas 3 SMP, ah tidak, mungkin jauh sebelum kelas 3 SMP.

Saat Jevan sudah bercerita tentang perasaannya dimulai, hal tersebut menghadirkan gelombang yang dinamakan kesenangan dalam dada gadis di sebelahnya. Diam-diam Ralia melipat bibir kedalam sambil terus mendengar betapa detail Jevan menceritakan tentang perasaannya sendiri.

Forbidden relationship (00-01line)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang