1

388 50 1
                                    

"Loh kok ditinggal?!" Ralia berkata cukup keras sampai Harris yang sudah melajukan motornya seketika berhenti dan melihat Ralia.

"Aku ada janji sama Kakak nih. Kak Erina minta jemput di kampusnya!" Harris menatap Ralia tidak enak, karena sebelumnya sudah berjanji akan pulang bersama. "Sayang maaf ya! Besok pagi deh aku jemput! Oke?"

Tanpa menunggu balasan, Harris melaju begitu saja. Membuat Randu, yang boncengan motornya kosong menawarkan Ralia untuk pulang bersama.

"Mau bareng nggak?" Randu menyodorkan satu helm kuning yang sudah cukup lusuh pada Ralia.

Ralia yang masih menatap kepergian Harris akhirnya menghela nafas. "Randu, ajakin gue keliling-keliling dulu dong. Gue mau galau nih, kalau buru-buru nyampe rumah, nanti gue nggak mood."

Gadis itu tahu Randu keberatan. "Yaudah naik dah," katanya mengalah. "Sanggup banget panas-panas gini minta keliling."

"Gue lebih baik badan yang kepanasan daripada hati gue, Ran!"

Randu melihat bagaimana wajah mendung Ralia dari spion kirinya. Gadis itu menekuk lebih banyak garis bibirnya ke bawah setiap kali ia ditinggalkan oleh Harris. Randu berani menyimpulkan karena bukan baru sekali ia menyaksikan Ralia yang ditinggal begitu saja.

"Tadi dia bilang mau ke mana?"

"Biasalah, palingan nipu lagi," balas Ralia. Seakan bercerita pada Randu kalau Harris meninggalkannya dengan alasan Erina itu hanyalah sebuah kebohongan semata.

Randu sebenarnya tahu yang sebenarnya, tapi memilih untuk tidak ikut campur terlalu jauh. Cukup dengan memberi tumpangan pulang saja. "Ini keliling kemana?" tanyanya mengalihkan topik.

Tapi Ralia tidak tahu, ia tidak bisa memikirkan kemana tujuan yang akan Randu jadikan tempat parkir selanjutnya. "Keliling ajalah nggak usah kemana, Ran."

"Tapi panas," balas Randu mendongak sejenak. "Mataharinya nyengat banget."

"Sebentarrrrr aja." Ralia menyatukan tangan didepan dada, memohon agar Randu tidak terus bertanya dan mengajaknya berbicara. "Gue lagi mikirin ini Harris lagi sama cewek yang mana."

Randu menelan ludahnya sendiri. Ringan sekali Ralia berkata seperti itu. Setahu Randu, perempuan akan sangat mengerikan jika tahu ada sesuatu yang menganggu kepunyaannya. Tapi kenapa Ralia mengatakannya seakan-akan kelakuan Harris bukanlah suatu kesalahan besar.

Randu tidak berniat memikirkan itu, tapi tidak sengaja terpikirkan. "Lo udah tau buruknya Harris. Kenapa masih bersikap nggak ada apa-apa didepan dia?"

"Ya karena gu-"

"Jangan bilang lo sayang."

"Lebih tepatnya masih sayang."

Randu geleng-geleng kepala. "Gila, mendingan nggak pacaran ya daripada luka terus setiap saat."

"Randu, boleh nggak kalau gue minta lo ngebut-ngebut?" cicitnya pelan.

"ENGGAK! GUE MASIH MAU HIDUP!"

"Sebentarrrrr aja."

"No, Ralia. Big no!" tolak Randu mentah-mentah. "Masih untung gue kasih lo duduk dibelakang."

***

Mata Randu membesar seketika begitu ia mendapati hal yang seharusnya tidak pernah ia lihat. Apalagi di keadaan seperti sekarang, ia sedang duduk di warung pinggir jalan dengan Ralia, berteduh akibat cuaca yang tidak menentu.

"Kok bisa hujan tiba-tiba sih," tukas Randu membuat Ralia menengadah melihat Randu dan melupakan ponselnya.

Dan saat Ralia hendak mengalihkan pandangannya menatap jalanan di depan warung yang sedang mereka singgahi,

Forbidden relationship (00-01line)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang