05. Cinta atau bodoh

278 187 226
                                    

Menggertakkan gigi kesal, Sean menatap tajam kearah Evan yang tengah asik bercanda bersama Riana. Gadis itu mengelap darah yang mengalir pelan dari hidungnya dengan kasar. "Evan itu kenapa sih!" Sean mengepalkan tangan kuat, berusaha untuk menyalurkan emosinya. "Gue ini pacar lo tau!" Lagi dan lagi gadis itu hanya bisa membatin.

Apakah salah jika Sean merasa sedih? Sean sedih sekaligus tak mengerti dengan sikap Evan yang seperti ini. Terkadang romantis, terkadang apatis. Padahal kini kekasihnya mimisan, tetapi Evan seperti acuh tak acuh dan lebih memilih untuk mendengarkan cerita pasangan dogeball nya karena berhasil melempar bola tepat sasaran mengenai wajah Sean.

Ah, tidak ..., Sepertinya Sean salah mengartikan. Perasaan yang kini Sean rasakan itu bukanlah kesedihan, melainkan kekesalan.

Tatapan yang biasanya menatap Sean dengan tatapan yang sulit di artikan itu kini berubah menjadi tatapan penuh kasihan. Lingga merasa bahwa Sean saat ini terlihat sangat menyedihkan. "Kapan anak ini sadar, ya?" batinnya jengah.

"Jangan mati." Entah apa yang kini dirinya pikirkan, dengan tiba-tiba saja perkataan itu keluar dari bibirnya, hal itu pula yang menyadarkan Sean dari lamunannya.

"Tahan, kita udah sampe di titik ini." Lingga merentangkan kedua tangannya, berusaha melindungi gadis itu. "Kalau sampai kita kalah, hidup gue ga akan tenang abis ini."

"Cih? Udah sampe di titik ini? Dia ini ngeledek?" gumam Sean pelan. "Lo ga usah bercanda, kita harus fokus. Tuh ada bola, ambil," ucap Sean santai.

"Sini, kasih ke gue bola nya. Gantian, sekarang biar gue yang ngalahin mereka." Evan mengambil alih bola karet dari tangan Riana. Laki-laki itu bersiap, Evan terlihat bersemangat untuk melemparkannya kearah Sean dan Lingga.

Entah hatinya telah mati atau memang Evan tidak merasa peduli lagi, dirinya melemparkan bola karet yang berada di tangannya dengan penuh tenaga ke arah Sean.

Dhuakk!!

Evan menggeram rendah ketika bola yang dirinya lempar justru tertangkap oleh Lingga dengan mudah. "Gue rasa lemparan lo terlalu kenceng buat musuh yang jelas-jelas perempuan." Lingga menatap remeh kearah Evan.

Sementara Evan tak mempedulikan Lingga, karena kini atensinya terkunci kepada kekasihnya yang berada tepat di belakang Lingga yang terlihat sedang menangis. "Apa gue terlalu berlebihan?" batinnya. Lingga mengerutkan keningnya bingung melihat Evan yang tidak merespon dirinya. Lingga mengikuti arah pandang Evan, dirinya semakin di buat bingung ketika melihat Sean menangis, padahal sebelumnya gadis itu terlihat benar-benar emosi.

"Mau balas dendam?" Lingga memberikan bola karetnya kepada Sean. Laki-laki itu berharap Sean menerimanya, karena jujur ... Lingga benci melihat perempuan menangis.

Namun sayang, gadis itu justru tak menghiraukan dirinya, hal itu membuat Lingga mengira bahwa Sean memang benar-benar menangis, padahal nyatanya, gadis itu tengah sibuk mengucek matanya kasar akibat debu dari bola yang Evan lempar mengenai matanya. Sean, kelilipan.

"Kalau gamau, yau—"

Belum sempat Lingga menyelesaikan perkataannya, Sean sudah lebih dulu mengambil bola karet itu dari tangan Lingga. "Emangnya siapa yang bilang ga mau?" gumam Sean dengan penekanan di setiap kalimatnya.

Dhuakk!

Tepat sasaran, dengan sangat keras bola karet itu menghantam tepat di kepala Riana. "Sialan." Riana meringis kesakitan sembari memegangi kepalanya.

Sean's True Love [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang