20. Salah sasaran

149 31 90
                                    

"Daddy...,"

Mendengar suara putri yang memanggilnya, pria berperawakan gagah yang kini tengah duduk di kursi kebesarannya pun hanya berdehem pelan tanpa mengalihkan pandangannya dari tumpukan map.

Gadis berambut pirang tersebut meremas ujung pakaiannya pelan. "Tepat setelah Ella selesai menyelesaikan ujian, sebelum perayaan kelulusan, itu adalah hari spesial Ella," ucapnya.

Membenarkan letak kacamatanya yang sedikit melorot. "Oh yes? So what," balasnya. Sebut saja dia Mahendra—daddynya Ella—pria yang selalu memberikan apapun yang Ella inginkan, kecuali satu ... Kasih sayang.

Melihat respon sang Daddy yang terlihat tidak peduli, Ella menggeram marah. "Dad, look at me!" Ella berjalan mendekat ke arah Mahendra. "You said, if someone talks to you, look them in the eye."

"Tidak bisa sayang, Daddy mu terlalu sibuk," ucap Mahendra yang masih sibuk membaca berkas-berkas yang terlihat menumpuk di meja kerjanya.

"Even for me?" lirihnya

"Ya."

Sakit...
Coba beritahu kepada Ella sekarang, apa hal yang lebih menyakitkan selain seorang Ayah yang tidak peduli dengan anaknya.

Hatinya sesak, manik matanya kini berkaca kaca, Ella mengusap matanya kasar, berusaha supaya tak setetes pun air mata berhasil meluncur dari pelupuk matanya. "Aku ingin bicara dengan mu, Dad. Dengar lah aku meski hanya sedetik saja. Aku mohon...," lirihnya.

Mahendra membuang nafasnya kasar. "What for? Sekarang kembali ke kamar mu. Jadilah penurut. As a gift, daddy will make a birthday party for you after your exam is over."

Mendengar perkataan Mahendra, seketika manik mata Ella berbinar senang. "Apakah Daddy akan datang?" tanya Ella.

"Tidak." Setelah mengatakan itu, Mahendra pergi meninggalkan Ella sendiri di ruang kerjanya.

Ella hanya dapat menatap kepergian Mahendra dengan tatapan penuh luka. Bibirnya bergetar hebat. "Tapi, bukan pesta yang aku inginkan darimu Dad...,"

•••

Hujan sudah mulai mereda, hanya tersisa rintik-rintik gerimis saja. Namun hal itu tak menggetarkan seorang gadis yang keras kepala untuk tetap memaksa seorang laki-laki agar membawanya pergi malam-malam begini. Kemanapun itu, dia hanya menganggukkan kepala.

Di sinilah mereka berdua berada, di sebuah taman yang terlihat sepi tidak ada orang, maklum saja, hujan baru saja reda.

"Ayo pacaran," ujar Ella tiba-tiba.

Terkekeh pelan, Langga menatap remeh ke arah Ella. "Jangan bicara omong kosong."

Ella mengayunkan kakinya ke depan dan ke belakang. "Mungkin gue nggak akan merasa iri lagi kalau punya sesuatu yang lebih dari orang lain."

"Terus gimana nasib Evan? Padahal lo udah susah payah ngerebut dia, yakin mau di buang begitu aja?"

"Lo tau, sebesar apa rasa iri gue ke Sean. Gue iri sama dia, sekaligus benci sama dia." Ella Menatap manik mata Langga lekat. "Maka dari itu, Gue ... Selalu merebut apa yang Sean punya," lanjutnya.

"Bener kata mereka, lo gila." Langga menatap malas ke arah Ella. "Dari mana lo mungut sifat jelek kaya gitu? Gue udah pernah bilang, kan? jangan merebut sesuatu yang telah menjadi milik orang lain," jelasnya.

"Ya ... tapi gue udah berhasil ngegoda Evan, gimana dong?"

"Terus lo berharap apa dari gue? Mengiyakan ajakan lo, gitu? Maaf, gue masih sehat. Lo gunain aja Evan." Langga berdiri dari duduknya. "Berdiri, kita pulang. Gue nggak mau lama-lama berduaan sama lo," ucapnya.

Sean's True Love [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang