Evan berdiri tepat di depan pintu toilet laki-laki, dirinya senantiasa menunggu Lingga keluar. Tepat di saat pintu itu terbuka, Lingga justru keluar tanpa mempedulikan keberadaannya. "Tunggu!" teriak Evan.
Lingga menghentikan langkahnya, dirinya membalikkan badan, kemudian menatap Evan tajam. "Kenapa?" tanyanya ketus.
Evan membisu untuk beberapa saat, dirinya memberanikan diri untuk membuka suaranya. "Maaf...," lirihnya pelan.
Beberapa detik Evan tidak mendengar jawaban dari Lingga, laki-laki itu menghela nafas pelan. "Lingga ..., gue tau, apa yang gue lakuin itu salah. Tapi, apa nggak ada sama sekali ruang buat gue kembali di sisi kalian?" Evan menundukkan kepalanya lemah.
Perasaan bersalah di hatinya, semakin hari semakin membesar. Awalnya Evan berpikir, bahwa mengakhiri hubungan dengan Sean adalah hal yang melegakan. Nyatanya ... tidak. Memang, beberapa hari setelah putus dengan gadis itu, Evan merasa sangat bersemangat untuk mendekati Ella. Namun, setelah Evan lebih memperhatikan tingkah laku Ella, kini dirinya mengerti, bahwa Ella hanya mempermainkannya, Ella yang membuat hubungannya hancur berantakan.
Sebut saja Evan egois, dirinya menyimpan dua orang dalam satu hati. Dimana di saat Evan di haruskan memilih untuk merelakan salah satunya, dengan bodohnya Evan memilih Sean, gadis yang selama ini selalu mewarnai harinya. Di saat hanya tersisa Ella, gadis itu justru meninggalkannya, ketika Evan telah memilih untuk meninggalkan Sean. Karena keegoisannya itu, Evan justru kehilangan keduanya.
Tidak ada lagi seseorang yang mewarnai harinya, tidak ada lagi seseorang yang melarangnya, tidak ada lagi tatapan cemburu yang di berikan untuknya, tidak ada lagi. Evan merasa kehilangan. Kehilangan keceriaan Sean di sisinya, adalah hal terburuk yang pernah dirinya rasakan.
Evan menatap manik mata Lingga serius. "Pertemanan kita yang udah terjalin lama, nggak mungkin putus begitu aja karena perempuan, kan?" Evan mengulurkan sebelah tangannya, berharap Lingga sudi untuk menjabat tangannya kembali. "Gue tau perasaan lo ke Sean gimana. Gue nggak akan ganggu hubungan lo, dan yang terpenting..., gue..., nggak akan nyakitin Sean untuk yang kedua kali."
Lingga berdecih sesaat sembari menatap Evan. "Tau apa lo tentang perasaan gue?" Lingga menjabat tangan Evan erat. "Gue pegang kata kata lo, Evan," ucap Lingga sembari tersenyum manis.
Evan tak mampu menyembunyikan perasaan bahagianya ketika Lingga membalas uluran tangannya. "Jadi? Kita temenan lagi nih?"
"Sejak kapan pertemanan kita putus bodoh?"
"Lo bener, gue emang bodoh." Seketika pecah gelak tawa Evan dan Lingga.
•••
Langga mengerutkan keningnya bingung ketika melihat Lingga datang bersama Evan, sedetik kemudian dirinya mengangguk paham ketika mendapati jawaban dari bahasa mata Lingga. Langga mengalihkan pandangannya, laki-laki itu memilih untuk memperhatikan Anza yang tengah memakan baksonya dengan wajah yang merenggut akibat Verie selalu mengganggunya.
"Gila Anza! Pedes banget bakso lo!" teriak Verie heboh. Sementara Anza menatap Verie yang berada tepat di sebelahnya tajam. "Rasain, ganggu mulu sih!" sentaknya.
"Sean...,"
Mendengar suara yang sudah lama tak mereka dengar, tentu saja ketiga gadis itu menolehkan kepalanya kebelakang.
"Lo—" Anza berdiri dari duduknya, hendak menghampiri Evan dengan sorot mata penuh benci di dalamnya. "Tenang, Za. Duduk lagi," Langga menahan pergelangan tangan Anza, kemudian menuntunnya untuk kembali duduk.
Lingga sebenarnya merasa ragu, tapi ... bagaimanapun juga Evan adalah temannya. Evan memang salah, tapi bagaimanapun juga Lingga tidak boleh menahan seseorang yang telah berbuat dosa untuk meminta maaf dan berubah untuk menjadi lebih baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sean's True Love [TERBIT]
Teen FictionHidup dengan kebahagiaan, menjalani hari dengan penuh keceriaan. Itulah yang Sean lakukan, untuk menghibur semua orang. Arseanna Lorakeyra, gadis pendek dengan rambut sebatas bahu, serta poni yang membuatnya terlihat lucu. Semakin beriringnya waktu...