Semua orang tak sekuat itu.
Mereka pernah menangisi hal yang sama, mereka mempunyai keluh kesah yang serupa. Yang membedakannya adalah, mereka yang sudah terbiasa, dan bisa membedakan mana yang harus di utamakan, dan mana yang harus di abaikan.- Kalingga Alfareezel -
•••
Bel pulang sudah berbunyi, tetapi hal itu tak membuat Ella beranjak pergi dari uks sejak kejadian tadi. Matanya memerah, pipinya juga sembab, akibat tangisan yang tak berhenti sedari tadi.
Ceklek ...
Tiba-tiba saja pintu terbuka lebar, menampilkan seorang lelaki bertubuh tegap sembari menyelempangkan ranselnya di samping. Evan, Laki-laki itu menghentikan langkahnya sesaat. "Kenapa sikap lo berubah?" lirihnya.
Kembali melanjutkan langkahnya semakin mendekat ke arah Ella yang masih berdiam diri sembari menunduk ke arah kakinya yang terluka. Evan tau bagaimana asal-usul luka tersebut tercipta. Dari siapa lagi jika bukan para penjaga uks yang menyebarkannya. Kebetulan yang membantu Sinta berjaga tadi adalah anak PMR dari kelas X IPS 3, satu kelas yang isinya orang yang senang bergosip semua.
Mengikuti arah pandang Ella, Evan kembali membuka suaranya. "Udah berapa kali gue bilang, kalau gue putus sama dia karen—"
"Udahlah. Lo enggak perlu ngebahas masalah itu terus." Ella memotong perkataan Evan. Ella menengadahkan kepalanya, menatap manik mata Evan. "Apapun alesannya, lo sama gue enggak pacaran."
Evan menggeram tak suka mendengar perkataan Ella barusan. Laki-laki itu menghela nafas kasar. "Udahlah, lupain itu. Kaki lo masih sakit?" kali ini Evan berusaha untuk meredam amarahnya sebaik mungkin, karena kini Evan merasa kasihan dengan luka yang telah di terima Ella pada kakinya.
Evan bersimpuh di depan kaki Ella, tangannya terulur untuk mengelusnya pelan. "Pasti sakit, ya?" lirihnya pelan. "Lo hebat, karena udah sampai di titik ini," lanjutnya. Evan menatap manik mata biru Ella tulus. Sedangkan Ella yang melihat tatapan tulus Evan, gadis itu langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Manik mata sebiru laut itu menatap kosong kearah jendela, pikirannya berkelana kemana-mana. Dulu ... Di saat dirinya masih kecil, Ella selalu bermain bersama Sean, di rumah gadis itu. Dimana di sana, Ella selalu melihat keharmonisan keluarga Sean yang berhasil membuatnya merasa iri. Kelembutan Liya, serta sifat humoris yang Ares tunjukkan, selalu berhasil membuat rumah itu terasa hangat. Ella mengepalkan kedua tangannya, hatinya memanas ketika mengingat kejadian itu semua. Untuk mengobati perasaan iri di hatinya, Ella berusaha merebut Evan darinya. Berharap bahwa jika Ella sudah mendapatkan Evan, setidaknya Ella bisa merasakan sedikit kasih sayang.
Ella kembali menatap manik mata Evan dengan tatapan yang kini berubah menjadi sendu. "Gendong gue, Evan."
•••
Angin berhembus dengan sopan, menyentuh permukaan kulit Lingga dengan pelan. Lingga terdiam, memperhatikan biru langit yang berpadu dengan sapuan awan putih tak beraturan, menjadi sebuah lukisan alam yang menawan.
Lingga mengalihkan pandangannya kearah lain, lelaki itu berdecak pelan ketika masih belum menemukan tanda-tanda kedatangan Sean dan Verie. Sore ini, sesuai janji, mereka bertiga akan melakukan tugas kelompok lagi. Geram karena dua gadis itu belum datang juga, akhirnya Lingga meneguk Americano miliknya hingga tersisa setengah. Tak berselang lama setelah Lingga mengelap ujung bibirnya, Verie datang dengan ekspresi wajah yang tampak kebingungan. "Sean di toilet? Atau belum dateng?" tanya Verie setelah mendaratkan bokongnya di sebuah kursi dengan nyaman.
"Menurut lo?"
Paham dengan perkataan Lingga, segera Verie mengotak-atik ponselnya untuk menghubungi Sean.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sean's True Love [TERBIT]
Teen FictionHidup dengan kebahagiaan, menjalani hari dengan penuh keceriaan. Itulah yang Sean lakukan, untuk menghibur semua orang. Arseanna Lorakeyra, gadis pendek dengan rambut sebatas bahu, serta poni yang membuatnya terlihat lucu. Semakin beriringnya waktu...