11. Putus

226 95 385
                                    

"Lo abis ngapain si? Sampe berurusan sama Bu Meller?" tanya Verie. Bukannya membalas, Sean justru duduk lesehan di tanah. Maklum kelelahan sehabis menjadi pemulung sekolah.

Anza datang memberikan satu pack tisu. Sean terharu, meskipun jarang berbicara, temannya yang satu ini justru lebih peka. "Terimakasih sayangku." Sean mengambil satu lembar tisu, kemudian mengelap wajahnya. "Aduh besti, tolong kipasin cecan satu ini dong."

Merasa jengkel dengan tingkah Sean, Verie langsung memberikan kipas elektrik mininya kepada gadis itu. "Nih nih ambil, cepet cerita!" desaknya.

Anza menarik Sean untuk duduk di kursi, supaya dirinya tidak terlihat seperti gembel yang duduk lesehan di tanah tanpa sebuah alas. Sean mulai memakan coklat pemberian Verie, sembari menceritakan dari awal, hingga dirinya dan Lingga berakhir di hukum mengumpulkan berbagai jenis sampah yang berserakan di area sekolah, di saat jam pelajaran Keller mengajar di kelasnya.

Menganggukkan kepala paham. "Pantes aja dari tadi dia di kelas kita, bukannya ngajar, malah full nyinyiran kalian berdua," ucap Verie.

"Biarin lah, namanya juga Bu Keller. Cantik cantik tapi berbisa, serem." Sean bergidik ngeri membayangkannya.

"Betul! Tapi dari pada mikirin itu, mending kita ke kantin. Gue laper lagi ini!" Verie menarik lengan Anza yang berada tepat di sampingnya.

"Mau ikut?" tanya Anza kepada Sean.

Melirik sekilas kearah Anza, Sean kembali melanjutkan memakan coklat, kemudian menggeleng pelan. "Ga, kalian aja."

"Yaudah, kita duluan ya." Verie melambaikan tangannya ke arah Sean.

Tersenyum simpul melihat kepergian kedua sahabatnya, kini Sean termenung sembari menatap kosong coklat di genggamannya.

Semua persiapan sudah selesai ...

Sean mempersiapkan diri untuk semua ini. Waktu untuk mereka berdua, dan kalimat yang sudah dirinya pikirkan dari semalam. Sean menoleh kearah lapangan yang jaraknya tak jauh, melihat Evan yang tengah asik bermain bola.

Sekarang ...

Iya sekarang, Sean akan mencampakkan Evan. Sean akan mengakhiri semuanya! Dengan tekad yang bulat, Sean berjalan ke lapangan untuk bertemu dengan Evan yang kini tengah bermain bola.

Tap ...
Tap ...
Tap ...

Hanya tinggal beberapa langkah lagi dirinya menginjak area lapangan. Namun, Sean memundurkan kembali langkahnya.

Kenapa? Kenapa kini dirinya merasa ragu?

Mungkin, karena kini dirinya sudah berada di istana terdalam. Istana yang mereka berdua ciptakan sendiri. Istana ini adalah tempat perasaan Sean dan juga Evan tumbuh, sekaligus menjadi tempat kenangan yang hanya mereka berdua saja yang tahu. Seiring berjalannya waktu yang mereka lalui bersama, hubungan mereka semakin dalam. Hubungan mereka yang terlalu dalam ini, membuat Sean lupa arah. Itulah alasan yang membuatnya sulit untuk mengakhiri hubungan ini.

Meskipun alasan untuk mengakhiri hubungan ini sudah jelas.

Menarik nafas pelan, lalu membuangnya perlahan. Sean terus melakukan kegiatan tersebut berulang kali, berharap agar keraguan yang berada di dalam dirinya menghilang.

Evan yang memang sudah memperhatikan dari awal kedatangan Sean, mengerutkan keningnya bingung. "Dia kenapa?" gumamnya pelan. Peka terhadap situasi, Evan berjalan menghampiri Sean yang tengah terduduk di kursi panjang yang terletak di pinggir lapangan. "Ada yang mau lo omongin? Cepet bilang, gue mau lanjut main bola." Evan mendaratkan bokongnya tepat di samping Sean.

Sean's True Love [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang