"Kekuranganmu akan dianggap sempurna oleh hati yang memang ditakdirkan untukmu."
Gladysa terus bermanja di pundak Dara, anak itu merengek tidak ingin pulang dan tinggal berdua hanya dengan Imam.
"Nggak boleh gitu, dong, Sayang.... Sekarang, kan, kalian udah suami istri, nanti juga beberapa hari ke depan bakalan ada pengurus rumah," tutur Dara memberi pengertian kepada anak semata wayangnya.
Imam mengusap hidungnya merasa kantuk sudah melanda dirinya sejak dua jam yang lalu dan kini jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Beruntung dirinya sudah izin untuk sholat Isya di tengah-tengah acara resepsi.
Gladysa menghentakkan kakinya kesal. "Aku, kan, sama Imam masih sekolah, kenapa nggak tinggal bareng aja untuk sementara?," Tanya Gladysa masih kekeh.
"Tanggung udah kelas dua belas semester dua, bentar lagi juga lulus. Lagi pula Imam juga udah dikit-dikit bantu perusahaan Abinya."
Dara beralih menatap Imam dan tersenyum.
"Jaga baik-baik anak Mami, ya...."
Bima menepuk pundak menantunya. "Yang meluk Gladysa, yang cium Gladysa, yang ngerawat Gladysa dan ngejaga Gladysa untuk pertama kali itu kita bukan kamu." Ada jeda. "Jadi, jangan pernah sakitin hatinya sekali pun kamu udah nggak cinta lagi. Kalo kamu nggak cinta lagi sama anak Papi, bilang ke kita jangan ke Gladysa. Kita bakalan bawa Gladysa pulang."
Dara mengusap air matanya yang tiba-tiba turun. Wanita itu menatap anaknya dengan tatapan sayang. "Gladysa satu-satunya anak yang kita punya, anak yang selalu kita tunggu-tunggu kehadirannya sampe empat tahun, begitu dia ingin lahir pun ada perjuangan lebih. Gladysa lahir prematur di umur kandungan awal delapan bulan."
"Kalo kamu nyakitin, bahkan setetes air matanya jatuh karena kelakuan kamu kita nggak akan segan-segan buat bawa Gladysa."
Imam tersenyum tenang lalu mengangguk. "Imam nggak janji tapi Imam bakalan selalu berusaha supaya Gladysa bahagia." Cowok itu menggandeng tangan istrinya.
"Karena perempuan itu lebih rumit dari filasafat, lebih rumit dari tasawuf."
"Izinin Imam buat ngejaga kesayangannya kita semua."
Gladysa menunduk seraya menikmati elusan lembut di tangan kanannya.
"Kita pulang, ya...."
Gladysa serta Imam bersalaman dengan Varah, Bima, Dara dan Fathur.
Gladysa melambaikan tangannya sebelum masuk sepenuhnya ke dalam mobil di susul dengan Imam.
Canggung dan hening.
Perempuan itu tak berani menatap Imam. Imam menengok ke arah istrinya lalu mengembuskan napasnya dan memasangkan sealt beat untuk Gladysa.
Gladysa terpaku ketika jarak mereka begitu dekat. Jantung keduanya berdetak lebih kencang dua kali lipat. Tatapan mereka bertubrukan hingga Gladysa memutuskan untuk menunduk.
Pria itu mengangkat dagu istrinya dan mempersempit jarak di antara mereka.
Gladysa menatap manik Imam, Imam tersenyum dan berbisik lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam untuk Gladysa✓
SpiritualGladysa Makmuma Al-Fath. Seorang perempuan yang selalu mengusik ketenangan seorang Imam El. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Galydsa sangat membenci Imam, beda dengan kaum Hawa lainnya yang selalu memuji Imam bagaimana pun keadaannya. Yang satu kal...