١٧

7.3K 543 4
                                    

"Bukan tidak ada laki-laki yang baik di dunia ini. Hanya saja wanitanya yang terkadang salah dalam memilih laki-laki karena kurangnya ilmu."
-Ustadz Haidar Fatah-

Gladysa merentangkan tangannya selebar mungkin dengan senyum ceria yang menghiasi wajah sempurna penuh rona alami itu. Perempuan itu bertekuk lutut ketika banyaknya anak panti yang menghambur ke dalam pelukannya.

"Mom, Mom bawa apa hari ini untuk kita?"

"Mom, kok gak ada bingkisan?"

"Mommy kenapa jarang ke sini sekarang?"

"Itu siapa, Mom?"

"Itu Daddy kita, ya?!!"

"HUA!!!! ACIL KANGEN BANGET SAMA MOMMY ADISSS!!!"

"Gak suka, gak mau punya Daddy!"

"Iya, betul! Pasti gara-gara dia Mommy jarang jengukin kita."

"Kangen kueeeeeeeenya!!!"

Imam hanya menggaruk tengkuknya ketika anak panti terang-terangan tak menyukai keberadaannya.

Gladysa tersenyum lalu tertawa menikmati sodoran pertanyaan itu.

"Enggak lupa, bukan karena cowok ini juga." Ada jeda. "Tapi karena aku ada banyak ujian," jawabnya dengan tenang.

"Acil nggak mau peluk Mom, heum?," Tanya Gladysa kelewat lembut. Dalam sekali hentakan anak berkuncir mancung itu masuk ke dalam jangkauan Gladysa yang menenangkan.

"Acilla kenapa mukanya sedih gitu?"

Anak yang biasa disakap Acil itu manyun. "Acil mau es krim!"

Gladysa tertawa lalu mengusap surai anak itu dan mengkode Imam untuk mengeluarkan seluruh belanjaannya di dalam bagasi.

Begitu Imam mengeluarkan semuanya, seluruh anak panti langsung mengerubunginya membuat Imam tak kuasa menahan senyumnya.

Bujuk anak kecil itu mudah. Sama makanan juga jadi.

"Hayo, bilang apa dulu sama Daddy?"

Panggilan Gladysa terhadapnya membuat kuping cowok itu memerah.

"EH, LIAT!! KUPING DADDY MERAH!!!"

Ceplosan dari salah satu anak itu berhasil mengundang gelak tawa mereka semua.

Setelah membagikan seluruh belanjaannya dengan adil, satu persatu anak mulai berhamburan untuk kembali bermain.

Gladysa melambaikan tangan ketika Asiyah---pengurus panti berjalan ke arahnya.

Gladysa salim sedangkan Imam cukup menangkupkan tangannya di dada disertai senyum tipis.

"Gimana kabarnya, Neng?"

"Baik, Bi. Bibi sendiri gimana?"

Asiyah melihat sekelilingnya dengan mata menyipit sempurna. Pertanda jika wanita itu selalu bahagia dengan suasana di sekitarnya.

"Selalu baik selagi di kelilingi sama mereka."

Selanjutnya Gladysa mengobrol panjang dengan Asiyah tanpa menyadari keberadaan Imam yang sudah ditinggal oleh ke dua perempuan itu. Imam hanya menunduk pasrah dan mulai menghampiri Acilla yang sepertinya kesusahan membuka makanannya.

Gladysa mengangguk spontan ketika Asiyah pamit sebentar untuk menjemput anaknya di depan gerbang. Gladysa ingin menghampiri Imam tapi terhenti ketika Acilla berlari ke arahnya seraya membawa satu tangkai bunga.

Imam untuk Gladysa✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang