١٩

5.9K 482 6
                                    

"Janganlah engkau melihat kecilnya maksiat tetapi lihatlah kepada siapa engkau bermaksiat."
[Ad-Daa' wad Dawaa' hal. 82]

Ting!

Pukul dua belas kurang perempuan itu terbangun dari tidurnya. Tampak cewek itu menguap lalu mengusap ponselnya dan mengerutkan keningnya ketika Gibran menghubungi dirinya dengan nomor lain.

Lo udh tidur?
Ini gw Gibran
Bisa k sini skrg? Blkg aula
Gw tunggu
Imam ngamuk!

Membaca pesan terakhir dari Gibran, cewek itu buru-buru beranjak dari ranjang dengan hati-hati takut ke tiga orang itu terbangun.

Gladysa membuka pintu lalu memencet lift menuju lantai satu. Perempuan itu meringis ketika ada penjaga.

"Loh? Gladysa mau ke mana?," Tanya kepala sekolah.

"Saya izin ke aula, ya? Ada yang ketinggalan di sana."

Terlihat pria paruh baya itu bimbang. "Gak sebaiknya besok aja? Ini udah malam. Takut terjadi apa-apa. Di aula gak ada penjaganya."

Gladysa menghela napas. "Saya bisa jaga diri, kok."

"Saya antar."

Perempuan itu melotot. "Gak perlu, Pak!"

Dengan cepat Gladysa berlari ke arah aula. Sedikit ada ketakutan dalam netranya karena jarak aula dari tempat penginapannya lumayan jauh.

Perempuan itu memasang tudung hoodienya ketika dirasa udara dingin makin merayap ke dalam tubuhnya. Sepi.

Gladysa buru-buru melangkahkan kakinya ke belakang aula. Sedikit menggeliat geli karena terdapat lumpur disertai bau tak sedap itu.

"Gibran?"

Panggilan dari Gladysa membuat cowok berperawakan tinggi itu tersenyum penuh arti.

"Di mana Imam?," Tanya Gladysa masih tak curiga.

Tanpa balasan dan tanpa kode, Gibran langsung menarik Gladysa ke dalam satu saung yang tak berpenghuni membuat Gladysa berteriak sekali sebelum mulutnya disumpal kain dengan penuh membuat cewek itu tak bisa lagi berteriak karena tangan Gibran yang menyekapnya.

Gladysa mengeluarkan air matanya merasa takut, apalagi ketika dirinya sampai di saung dan pintu itu di tutup.

Gibran tertawa keras. "Segitu ke ganggunya lo sama gue sampe ngeblok nomor gue?"

Gladysa menggeleng dengan menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. "Itu... Imam!"

Gibran memasang aura menyeramkan. "Jadi, suami lo?"

Cowok itu terkekeh. "Bucin banget, ya, sampe mau ke sini cuma gara-gara Imam?"

"Lepasin gue!" Sentak Gladysa mencoba berlari tapi cowok itu malah mendorongnya sampai menubruk tembok membuat perempuan itu meringis pelan.

"Dia udah ngerebut lo dari gue!"

"Lo gak pernah ada hak buat milikkin gue!"

Imam untuk Gladysa✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang