٢١

6.7K 474 9
                                    

"Perempuan itu sampai mati mentalnya tetap perempuan. Yakni ingin diperhatikan, disayangi dan dikasihi."
-Gus Baha-

Luna menangis di pelukan Gladysa membuat perempuan itu dilanda kebingungan. Sudah lelah akibat beberapa jam yang lalu, kini ditambah pusing mendengar isakan sahabatnya.

Di sebrangnya, ada Imam yang sedang memperhatikan kedua perempuan itu di sofa single seraya bersedekap dada.

Bayangkan saja aktivitas mereka terganggu jam satu dini hari.

"Kenapa, sih?"

Pertanyaan itu bukan yang pertama kalinya tapi sudah berkali-kali Gladysa mengeluarkan suara namun sama sekali tak mendapatkan jawaban.

Luna menguraikan pelukannya lalu menatap manik sahabatnya.

"Rafza...."

"Rafza ngelamar gue."

Detik selanjutnya, Imam menutup telinganya mengunakan bantal sofa seraya memandang malas pemandangan yang ada di hadapannya. Karena pasalnya Luna makin mengeraskan tangisnya.

Gladysa tercengang bukan main. Memang dirinya sempat diceritakan hubungan Luna bersama cowok itu tapi dirinya tak menyangka bahwa cowok itu benar-benar mengkhitbah sahabatnya.

"Jadi, ini lo nangis bahagia atau gimana?," Tanya Gladysa yang sejujurnya masih bingung.

Luna menghirup napas seraya menikmati perannya seolah-olah tersakiti membuat Gladysa merotasikan bola matanya.

"Gue.... Sayang sama Alfa."

"Tapi, gue juga mau berjodoh sama Rafza."

"Tapi gue juga ma---"

"Gila lo!" Sembur Gladysa cepat membuat perempuan itu memasang raut minta dikasihani.

"Gue harus gimana?," Ada jeda. Luna memandang Gladysa dan Imam bergantian lalu memicingkan matanya.

"Tumben pake kerudung?," Tanya Luna mengintimidasi.

Gladysa melirik Imam mencoba mencari pembelaan tapi cowok itu diam tak berkutik.

"Kan ada elo."

"Gue cewek."

Luna menghela napas. "Gue nekat kabur, beneran horor banget, tuh, suasana rumah. Ini jatohnya beneran dijodohin!"

"Kenapa gak ke rumah Abigail aja?," Tanya Imam yang akhirnya angkat suara.

Luna mencebikan bibirnya kesal. "Gue tadi udah ke rumahnya tapi kata ortunya Abigail lagi gak di situ."

Yang tadinya mata Luna sudah mengantuk kini berganti jadi membola manakala netranya menangkap sesuatu yang cukup membuat dirinya histeris.

"DEMI APA GUE BAKALAN PUNYA KEPONAKAN?!"

Gladysa yang mendengar itu meringis malu seraya menatap tajam sahabatnya.

"Apaan, sih! Gak usah ngada-ngada!"

Luna berkacak pinggang seraya menunjuk Imam terang-terangan.

Imam untuk Gladysa✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang