4. Simbiosis mutualisme

614 84 13
                                    


-----oOo-----


“Mami?” Jeremy mengernyit.

“Maksudnya, gue bisa jadi baby sitter sementara buat Abel kalau baby sitter-nya cuti atau kalau lo sibuk. Jangan mikir macem-macem. Gue salah ngomong tadi.” Lilly buru-buru mengoreksi ucapannya saat dilihat ekspresi Jeremy sudah berubah. Lelaki itu menatapnya dengan senyuman khas om-om yang hendak menculik anak gadis. Lilly jadi merinding sendiri.

“Ceritanya ngode pengen jadi Maminya Abel nih?” Ekspresi lelaki itu masih sama.

Lilly memicingkan matanya, “Apasih! Gak usah berharap.”

Oh my god, Lilly. Kita baru aja ketemu setelah sekian lama dan lo langsung suka sama gue. Jadi malu ah.” Sumpah Lilly merasa jijik dengan Jeremy yang sudah over percaya diri seperti ini.

“Ah, jangan-jangan lo udah dari lama suka sama gue ya? Pliss lah loh bisa bilang ke gue. Gak usah malu.”

Okay, sepertinya Jeremy sedang dalam buaya mode on.

“Enak aja lo!” Lilly melempar bantal sofa tepat pada muka tampan lelaki itu.

“Woyy! Mau mati lo,” geram Jeremy. Lilly di sana hanya menyeringai saja.

Jeremy kembali melemparkan bantal itu pada Lilly, “Nyoh, makan!”

Lilly mendelik dan kembali melemparkan bantal pada Jeremy, “Wah ngajak berantem nih duda.”

“Gue bukan duda ya! Sini, ayo gelud!” Bantal itu kembali terbang ke arah Lilly.

“Lo yang mulai ya,” ujar Lilly. Perempuan itu hendak melemparkan bantal kembali tapi urung saat Jeremy bicara lagi.

“Bercanda elah. Gitu doang ngamuk.”

Jeremy kembali serius.

“Jadi, lo beneran mau bantuin gue buat jagain Abel kalo gue lagi sibuk?” tanya Jeremy memastikan.

Lilly mengangguk, “Iya, tapi gak gratis.”

“Maksud lo? Lo minta bayaran gitu ke gue?” tanyanya yang hanya diangguki Lilly.

“Kenapa?” Jeremy semakin memicingkan matanya.

“Lo gak mau bayar gue?”

“Gak gitu, Li. Kenapa lo minta bayaran ke gue kalo lo sendiri aja bisa minta sama bokap lo.”

“Gue lagi miskin, Je. Lo tau sendiri kan gaji guru paud berapa,” jawabnya.

“Bapak lo sultan, Li. In case lo lupa.”

Benar apa yang dikatakan oleh Jeremy. Rendra selaku papanya Lilly itu bisa dibilang sultan karena uangnya yang tak pernah habis. Rendra masuk dalam sepuluh besar pengusaha terkaya di Indonesia. Ia memiliki hotel bercabang di beberapa kota termasuk Jakarta.

Lilly dari dulu tak pernah kekurangan dalam hal finansial. Bahkan Rendra pernah menghadiahi satu gedung mall untuk Lilly di hari ulang tahunnya yang ke 17.

Maka dari itu Jeremy bingung sendiri jika Lilly meminta bayaran padanya, padahal dari dulu gadis itu sudah bergelimang harta.

“Gue gak mau seterusnya bergantung sama bokap gue, Je,” ujarnya.

“Ya tapi bayaran dari gue itu bukan apa-apa dibanding sama jam yang lagi lo pakai sekarang.”

Lilly melihat sekilas jam di tangannya.

“Gue malu sama mereka, Je.”

“Malu kenapa?”

“Kemarin uang gue 1 juta dibawa sama mantan gue di Amerika,” beber Lilly.

Jeremy and His Enemy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang