3. Pertemuan

658 93 18
                                    


-----oOo-----

Hari ini Lilly benar-benar pergi dari rumah dan tinggal sendiri di apartemen. Bukan untuk kabur, ia hanya ingin hidup mandiri. Niatnya benar-benar ingin mandiri, tapi tetap saja tidak bisa. Karena ia harus tinggal di apartemen yang dibeli oleh Papanya. Padahal Lilly masih bisa mencari tempat tinggal sendiri. Namun, keputusan Papanya itu tidak bisa diganggu gugat. Untung-untung beliau tidak marah perihal uangnya yang melayang kemarin. Jadi, Lilly akan merasa seperti anak durhaka jika tak menuruti apa mau Papanya.

Gadis itu keluar menyeret kopernya diikuti dengan beberapa orang suruhan Rendra yang diminta membantu pindahan Lilly.

"Udah siap semuanya?" Aksa bertanya pada Lilly.

Lilly yang baru sadar dengan kehadiran Aksa pun terkejut, "Loh? Aksa? Kok lo ada di sini? Pasti Papa yang nyuruh ya?"

Lelaki itu hanya tersenyum.

"Udah siap semuanya?" Aksa mengulangi pertanyaannya.

"Udah," jawabnya dengan senyum semringahnya.

"Yaudah ayo masuk," ajak lelaki bertubuh jangkung itu seraya membukakan pintu mobil untuk Lilly.

"Makasih, Aksa," ucap Lilly. Aksa hanya tersenyum manis sebelum memasuki mobil untuk mengemudi.

"Gimana kabarnya?" tanya Aksa saat mobil sudah melaju.

"Baik. Tapi mental gue yang gak baik," jawab Lilly tanpa memandang Aksa.

Lelaki itu hanya terkekeh. Ternyata gadis di sampingnya ini masih sama persis dengan gadis yang ia kenal dari dulu.

Namanya Aksara Demario. Teman masa kecil Lilly hingga saat ini. Dimana ada Lilly, di situ pasti ada Aksa. Dalam masalah apapun, lelaki itu selalu ada di samping Lilly. Aksa adalah orang kepercayaan Rendra. Buktinya jabatan Sekretaris ia berikan pada Aksa di perusahaannya.

"Padahal lo gak usah repot-repot nganterin gue. Gue bisa sendiri kok," ujar Lilly saat mereka sudah berada di depan pintu unit apartemen yang akan gadis itu tinggali untuk kedepannya.

"Justru gue suka kalo lo repotin," ujarnya pelan yang mungkin tak terdengar jelas di telinga Lilly.

Aksa tak pernah keberatan jika sudah tentang Lilly. Karena jujur saja, lelaki itu menyimpan rasa berlebih pada Lilly. Rasa sayang Aksa ke Lilly bukan hanya sebatas sahabat. Tapi lebih dari itu. Mungkin bisa dibilang rasa sayang itu sudah berubah jadi cinta. Namun, Aksa tak pernah dengan lantang mengatakan kalau ia mencintai Lilly. Lelaki itu takut jika dia menyatakan cinta, persahabatannnya akan hancur. Maka dari itu Aksa lebih memilih memendamnya entah sampai kapan.

"Hah?"

Aksa tersenyum dan mengusak kasar rambut Lilly, "Kalo Om Rendra yang nyuruh mana bisa nolak, gue, Li."

"Kenapa begitu?"

"Papa lo itu udah banyak bantu gue. Jadi gak ada alasan gue harus nolak dia."

Lilly sedikit bingung dengan kalimat Aksa, tapi gadis itu tetap mengangguk paham.

"Yaudah lo pulang aja gak papa. Gue bisa ngurus semuanya sendiri kok."

"Gue bantuin lah, Li."

"Gak usah. Gue bisa sendiri. Sekarang lo pulang ya," usir Lilly masi tetap terlihat ramah. Bukannya apa-apa, Lilly tak ingin selalu merepotkan Aksa. Selama ini, lelaki itu sudah banyak membantunya.

"Yaudah gue pergi dulu kalau gitu," pamitnya.

"Hati-hati." Lilly melambaikan tangannya sebelum memasuki apartemennya.

Jeremy and His Enemy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang