6. Perjodohan

569 84 15
                                    

-----oOo-----

Lilly benar-benar tidak bisa melupakan kejadian semalam. Dirinya seperti dihantui oleh Jeremy. Mau makan, teringat Jeremy. Mau mandi, teringat Jeremy. Bahkan tidur pun Jeremy muncul di mimpinya.

"Arghhh gue gak bisa giniii." Gadis itu mengusak kasar rambutnya

"Kalo gini mana bisa gue lihat wajahnya. Jeremy bangsat lo. Keluar gak lo dari kepala gue." Lilly memukul kepalanya sendiri.

Jeremy pun sama seperti itu, ia malu sendiri dengan kejadian kemarin malam. Padahal mereka hanya berdekatan, tapi ternyata efeknya sungguh luar biasa.

Ia bingung harus memasang wajah seperti apa jika di depan Lilly nanti.

Jeremy hendak keluar pintu unitnya diikuti Abel. Baru saja dirinya membuka pintu, dan apa yang ia lihat pertama kali? Yaitu Lilly yang sama-sama membuka pintu unitnya. Mereka bertatapan beberapa detik, namun sama-sama mengalihkan pandangan.

"Pagi," ucap Jeremy pada Lilly.

"Hah? Oh, iya pagi. Pagi Abel. Kamu sudah siap sekolah?" Lilly gugup sendiri tapi berusaha terlihat baik-baik saja dengan menyapa Abel.

"Sudah dong, Miss Lilly berangkat sama Abel yuk," Abel dengan cepat meraih tangan Lilly dan menggandengnya.

"Eh, gak usah. Abel berangkat sama Papi aja. Nanti kita ketemu di sekolah." Lilly menolak ajakan Abel. Bukannya apa-apa, hanya saja atmosfer canggung antara dirinya dengan Jeremy masih terasa.

"Tapi Abel pengen berangkat sama Miss. Ayo dong Miss," bujuk Abel terus menerus menarik tangan Lilly.

"Gak papa ayo bareng aja. Sekalian kan," ajak Jeremy.

Di koridor mereka hanya terdiam, tak ada perbincangan kecil seperti biasanya. Sampai di mobil pun begitu. Keduanya masih berteman dengan kecanggungan.

Saat sudah sampai di sekolah, Jeremy juga ikut keluar mobil.

"Sekolah yang pintar ya," ujar Jeremy seraya mencium Abel.

"Siap Papi."

"ABEL!!"

Teman Abel yang bernama Naya memanggilnya.

"Papi, Miss. Abel masuk dulu ya, udah dipanggil Naya." Anak itu langsung berlari setelah berpamitan.

Lilly sudah ingin beranjak, tapi tiba-tiba ia merasakan ada yang memegang pergelangan tangannya.

"Maaf," ucap Jeremy.

Lilly masih belum bisa melihat mata lelaki itu.

"Gak papa, lo gak salah kok. Udah ya gue masuk dulu." Ingin beranjak, tapi Jeremy enggan melepaskan tangannya.

"Lihat gue dulu," tutur Jeremy.

Lilly menggigit bibir bawahnya. Ia menghela napas sebelum menoleh pada Jeremy.

"It's okay, Je. Justru gue yang harus berterima kasih sama lo. Kalo lo gak gitu pasti gue udah jatuh." Lilly menatap wajah Jeremy.

"Lo gak marah?" tanya Jeremy. Lilly menggeleng. Kemudian ujung bibir lelaki itu terangkat. Jeremy tersenyum lega.

Lelaki itu kemudian melepaskan genggamannya.

"Yaudah. Masuk gih."

"Oke, gue masuk dulu." Lilly pun beranjak meninggalkan Jeremy di sana yang masih senyum-senyum sendiri.

Lalu, tiba-tiba saja Lilly merasakan ponselnya bergetar. Saat dilihat, ternyata pesan dari Aksa.

"Pulang ngajar jam berapa? Lo disuruh Papa lo ke kantor, nanti gue jemput."

Jeremy and His Enemy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang