16. Blood, Sweat & Tears

496 73 23
                                    

-----oOo-----

Jeremy tak pernah ada waktu untuk berkumpul dengan sahabat-sahabatnya lagi seperti dulu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeremy tak pernah ada waktu untuk berkumpul dengan sahabat-sahabatnya lagi seperti dulu. Selain karena ada Abel, mereka juga sudah sama-sama sibuk dengan urusan mereka masing-masing.

Hari ini pun begitu, jika bukan karena Seno yang mengumpulkan mereka, empat lelaki itu tak akan bisa berkumpul seperti ini.

Jeremy awalnya tak ingin pergi keluar meskipun sedang tidak sibuk, tapi karena Abel yang hari ini diajak oleh Juan keluar lagi, jadi Jeremy memutuskan ikut berkumpul bersama temannya agar tak bosan di rumah.

Mereka berempat berkumpul di cafe milik Raisa. Selain karena tempatnya yang nyaman, mereka jadi bisa makan secara gratis karena Haris yang mentraktir.

“Gue masih gak percaya bentar lagi Haris sama Raisa mau nikah.” Seno membuka percakapan.

“Iya kan? Padahal dulunya aja sok-sok an benci. Pada ngatain satu sama lain. Eh taunya jodoh,” sahut Reyhan.

Haris di sana hanya tersenyum salah tingkah.

“Gue juga gak nyangka sih, Raisa si preman itu beberapa hari lagi jadi istri gue. Anjirr gue deg-degan.” Haris mengguncang-guncangkan badan Jeremy.

Jeremy hari ini banyak diam. Lelaki yang biasanya sering adu mulut dengan Haris saat bertemu itu hari ini tak menggubris ocehan Haris. Seperti hanya tertinggal raganya saja, jiwanya hilang entah kemana.

“Pak dokter kenapa diem aja nih? Ada masalah?” tanya Reyhan yang akhirnya peka melihat Jeremy tak seperti biasanya.

“Iya, dah kayak mayat hidup lo,” celetuk Haris.

“Oh ya, katanya lo abis ngajak nikah Lilly tapi ditolak ya?” tanya Seno pada Jeremy.

“SERIUS LO??” tanya Haris dan Reyhan bersamaan.

“Biasa aja kali,” celetuk Jeremy.

“Jadi bener?” tanya Haris sekali lagi.

Namun, alih-alih menjawab pertanyaan Haris, Jeremy justru bertanya pada Seno.

“Tau darimana lo?”

“Kemarin gue gak sengaja ketemu Lilly sama Abel di minimarket. Dia cerita banyak,” jawab Seno.

Jeremy menghela napas lelah. Lelaki itu benar-benar seperti sudah berputus asa dengan menyandarkan punggungnya pada kursi.

“Jangan lemes dong bestie, cerita sini cerita.” Reyhan menepuk kedua pundak Jeremy.

“Gue heran deh, padahal seorang Jeremy Richardo gak pernah loh ditolak cewek. Malah cewek-cewek yang ngejar-ngejar gue. Tapi kali ini kok susah banget gitu naklukkin hatinya dia.” Jeremy melipat tangannya di dada.

“Gausah sombong,” sosor Reyhan.

“Lo tau kenapa dia terus-terusan lari dari lo?” ujar Seno pada Jeremy.

Jeremy and His Enemy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang