3- Pilih kasih

519 12 0
                                    

°°°
Aku berharap kita tidak ada jarak, seperti dia yang mudah dekat.

°°°

Pagi ini kelas baru di isi oleh lima orang anak muda; Sersi, Gallan, Aya, Leo dan satu ketua kelas mereka duduk di kuris paling pojok, dia Abrar sedang tidur dengan pulas sebelum perkuliahan di mulai sekitar lima belas menit lagi.

Sersi menyorot dengan sinis melihat Gallan yang duduk di seberang sana. Ia keki sendiri kalau ingat bagaimana temannya Asya yang gencar sekali menginginkan Gallan.

Di tambah Asya belum juga datang.

Berdecak, Sersi melirik jam di layar ponsel. Ia datang kepagian karena panik di pikir telat masuk kelas. 

Sialan. Sersi betulan bete, dan Asya lama sekali.

"Serrrr, ngapa muka lu peyot gitu sih?" itu Leo barusan menyeletuk membuat Sersi menoleh tajam.

"Apaan si anjing?"

"Weitsss ngegas banget Serr," Leo terkekeh seraya geleng-geleng.

Leo gabut, Gallan memang bodoh mengajaknya datang sepagi ini. Ia bingung harus berbuat apa. Mau meledek Sersi Leo tidak berani, perempuan pemilik rambut panjang itu kan mudah mengamuk jika di goda sedikit saja. Ya, seperti tadi contohnya.

Leo berdeham lalu berseru, "Serrr, Asya gue mana ya? Tumben belum keliatan."

Gallan melirik kesal ke arah Leo kala berucap menyerukan nama Asya. Apa? Kalian pikir Gallan cemburu. Bukan! Justru Gallan sebal jika gadis pengganggu itu datang.

“Gallannnnn ... Asya dat—tang.”

Petaka. Baru saja Gallan merapal doa agar Asya tak masuk, namun perempuan itu tiba dengan seruan yang semula kencang lalu memelan di akhir kalimatnya.

Atensi mereka semua teralih ke arah Asya, termasuk Abrar yang jadi terbangun seraya mengucek mata. Perempuan yang berdiri di ambang pintu itu menggusah napas pelan, semangat ia meredam. Berjalan lesu menghampiri Gallan yang datar itu.

"Ko Aya duduk di samping Gallan?" tegur Asya tak suka melihatnya.

"Eh?" Aya tak enak hati, perempuan berbadan kecil, pendek dan imut itu melirik Gallan dan berucap. "Maaf, Sya. Aku gak bermaksud. Cuma mau nanya tentang makalah aja yang buat di persentasikan lusa."

"Kan bisa nanya, Asya. Ngapain harus ke Gallan."

"Bangsat!" Gallan mengumpat. "Lu kenapa si? Dan elo, Ay. Nggak usah minta maaf sama dia. Ga perlu. Elo gak salah. Dia yang bermasalah." tunjuk Gallan marah pada Asya.

Aya berdeham kecil seraya menyentuh tangan Gallan dan berucap. "Lan, udah."

"Kembali ketempat duduk lo, jangan deket-deket gue!" kecam Gallan ngegas.

"Ko Gallan usir Asya, sih." Ia sedih. Mukanya terlihat murung.

"Kembali ke tempat lo Asyafa! Apa perlu gue—"

"Woi anjing! Santai aja kalo bacot. Mantep kali lu kaya gitu ke temen gue?" Sersi menyerobot menarik lengan Asya lalu mengajaknya duduk di paling belakang. Ia paling jengah dan kesal kala Asya di bentak oleh Gallan.

Asya menurut, ia menunduk sedih karena Gallan sangat pilih kasih. Jika Aya Gallan baik dan membela tetapi jika dengan Asya cowok itu tak mempunyai hati sama sekali sekadar berbicara.

"Jangan kayak gitu banget lo, Lan." Leo menanggapi. Ia menyusul Asya dan Sersi kebelakang dan memberi yupi berbentuk love warna pink yang sempat ia beli kemarin.

GALLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang