Epilog

483 10 3
                                    

°°°
Iklas adalah omong kosong bagi orang yang membenci Takdir yang Tuhan berikan. Perihal mengiklaskan tidak semudah membalikkan telapak tangan.
°°°

"Maaf, baru bisa dateng gadis penyuka es. Kabar kamu, pasti jauh lebih baik dan tenang di sana ya?"

Satu tahun telah berlalu sejak kepergian Asya, perempuan itu berhasil meninggalkan luka besar dan mengubah keadaan lingkungan sekitarnya. Kini lelaki berkemeja hitam pekat dengan kacamata gelap berdiri di depan gundukan tanah merah.

"Gue kangen Sya." Atlas menyeka air mata yang hendak runtuh seraya berjongkok. "Kenapa tiba-tiba pergi? gue nggak sepenting itu ya di hidup lo tanpa pamit sedikit pun?"

Kilas singkat bersama Asya terputar jelas di pikiran Atlas.

"He'em. Jangan pusing-pusing, mending lo minum es biar banyakkk. Selagi gue yang bayarin aman."

"Dan selagi bisa ya Kak."

Membuka kacamata seraya di letakan di selipan kemeja tengah dada, Atlas bertutur pilu. "Gue ngerasa orang paling jahat waktu itu Sya, selalu kasih es ke lo, padahal itu penyebab sakit lo 'kan?"

Air mata Atlas tak dapat terbendung lagi pada akhirnya, ia menabur bunga dengan terus bertutur halus.

"Lo tau, Sya? gue udah semester akhir, masa jabatan gue sebagai presiden kampus udah berakhir beberapa bulan lalu. Sejak tau kepergian lo saat itu, gue menghilang dan baru punya kesiapan buat datang ke lo sekarang. Selama itu gue nggak mikirin skripsi sampai detik ini, lo selalu ada di bayangan gue."

Atlas terkekeh miris, "Sya, minimal banget, kalo emang gak bisa bales perasaan gue, jangan ninggalin gue selamanya Sya. Cinta bertepuk sebelah tangan emang sakit, liat lo sama Gallan juga sakit, tapi ternyata lebih parah sakitnya pas tau lo pergi selamanya di dunia ini."

Lelaki itu mengulas senyum tipis kala membaca nisan Asya. "Bahagia terus di sana ya? sesekali kabarin gue lewat mimpi, bantu gue ngobatin rasa kangen sama lo."

"Dasar gila!"

Atlas terkesiap sampai ia mendelik. Lelaki itu cepat-cepat berdiri, ia kembali memakai sepasang kaca pelindung lensa agar bertengger di batang hidung mancungnya.

Menoleh, Atlas berdecak keras kala melihat sumber cetusan barusan. Ia berjalan mendekat pada sang pemberi suara. Lelaki itu menelaan seorang perempuan yang duduk di atas kursi roda.

"Maksud lo apa ngatain gue gila?" tanya Atlas ketus.

Aya tertawa remeh, "ya lo gila! ngapain ngomong sama orang yang udah mati?!" perempuan pengganggu itu tak sedikit pun berubah, selama dia koma hampir 6 bulan karena insiden kecelakaan kala itu, perempuan mengesalkan ini masih menyimpan dendam terhadap Asya.

Ia di nyatakan lumpuh seumur hidup akibat banyak saraf yang terjepit, rahim Aya terpaksa di angkat karena benturan hebat di perutnya yang mengakibatkan dia keguguran. Tentu itu karma bagi Aya, namun mirisnya Aya menyalahkan Asya semua atas apa yang terjadi menimpanya.

"Gue kira lo selama koma sadar, ternyata masih aja kaya setan," cetus Atlas pedas sampai membuat Aya melotot.

"Kurang ajar lo Kak! gue kaya gini tuh gara-gara Asya yang bikin hidup gue stress!" perempuan itu teriak sangat keras.

Atlas menyinggungkan senyum sinis, ia menilik Aya remeh. "Ga sadar diri! udah cacat masih nyalahin orang yang udah tenang di sana." Kata Atlas menohok lubuk hati Aya. "Lo kaya gini tuh karma bodoh, satu kampus juga tau lo hamil di luar nikah! lo stres karna ulah jahat lo sendiri, jangan sembarangan nyalahin Asya!"

"TAPI KALO ASYA GAK AMBIL GALLAN DARI HIDUP GUE, PASTI GUE BAHAGIA KAK!" Aya menjerit kesetanan membuat Atlas menekuk wajah marah. "Asya tuh udah mati tapi dia masih nyebelin, gue belum sempat buat dia menderita tapi udah keburu mati sialan! Dasar cewek penyakitan pembawa sial!"

GALLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang