°°°
Entah aku harus bersyukur atau justru ini awal kehancuran.°°°
Mencelupkan kaki ke dalam kolam memang menjadi hobi serta kesukaan Gallan. Suasana pagi hari dengan kicauan burung agak menenangkan perasaan Gallan yang belakangan ini gundah gulana.
"Gue nggak tau harus apa."
Dua kaki itu ia goyangkan karena saking dingin sekali air di pagi buta seperti ini. Semalam ia tak bisa tidur, lelaki itu baru memejamkan mata jam empat subuh lalu terbangun pukul setengah enam dan buru-buru mandi.
Spot pilihan Gallan kalau di rumah ya duduk di pinggir kolam. Ia menilik beberapa embun yang menetes dari dedaunan dan tersenyum kecil kala cahaya matahari sudah naik.
"Ala, kok belum berangkat?"
Itu suara lembut Bunda, wanita yang habis menyiram tanaman agaknya heran melihat putra kesayangan malah ada di sini. Ia pikir Gallan sudah berangkat kuliah tanpa pamit dan sarapan.
Bunda ikut duduk, tapi wanita itu bersila lalu menepuk bahu Gallan pelan dan setelahnya bertutur halus. Bunda wanita peka yang mengerti perasaan sang anak.
"Mau sampai kapan Ala?"
"Apa Bun?"
"Bohongin perasaan Ala. Menurut Bunda ini udah waktunya. Ala memang nggak cape?"
"Cape, Bun. Cuma–Ala takut."
Bunda mengelus-elus bahu Gallan. "Bunda serahin semua sama Ala ya? Bunda cuma bisa kasih saran. Selebihnya Ala yang urus."
"Iya Bunda."
🍹🍹🍹
Isakan kecil cukup memenuhi taman belakang aula fakultas. Di sana memang terdapat taman yang jarang di kunjungi, bukan seram namun di batasi karena biasanya di pakai untuk hal penting para Dosen.
Tidak ada yang istimewa di sini, hanya ada kursi besi bercorak yang Asya duduki, dan beberapa tumbuhan serta kolam ikan kecil. Gadis itu memilih tempat ini hanya untuk menangis. Ia terlalu capek mendengar makian dari semua mahasiswa di sini.
"Asya benci hidup."
Sebelum pergi ke kampus Asya sempat berdebat dengan Arsha. Lelaki itu membuat perasaan ia terluka dalam.
"Asyaa, kamu udah minta maaf sama Aya? Kamu sadar perbuatan kamu salah kan?"
Perempuan yang baru keluar kamar itu berdecak malas, ia berguman pelan lalu mengangguk saja.
"Abang ngerasa gagal didik kamu, Sya. Orang tua kita pasti kecewa."
Ucapan Arsha membuat Asya menoleh cepat lalu mengernyit. "Segitunya Bang?"
"Kamu hampir bunuh orang, Sya. Abang masih nggak nyangka."
Asya terkekeh pelan. "Adek abang Aya kali, makanya percaya banget sama dia. Atau Abang bucin bego sampe percaya Sersi?"
"Asya!" lelaki itu menyentak. "Jaga ucapan kamu!"
"Abang aja gak jaga ucapan ke Asya. Buat apa Asya harus hormat ke Abang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
GALLAN
Teen Fiction~Sebuah awal dan akhir yang akan membawa semua peristiwa pahit di dalamnya~ [Romance-Comedy-Fiksi ] _____________________________ "Aku salah Gal, pelukan kamu waktu itu, cuma pelukan tanpa rasa, dan begonya aku berharap kamu mulai suka. Padahal jela...