47- Menyerah

398 10 0
                                    

Tidak ada manusia yang suka dengan perpisahan, apalagi kehilangan. Meskipun semua takdir Tuhan rasanya akan sangat menyakitkan dan sulit mengiklaskan.
••••

4 hari kemudian ...

Sesuai yang Bunda katakan, kini Gallan sudah menginjakkan kakinya di rumah. Cowok itu memeluk Bunda sangat erat saking senangnya. Gallan begitu rindu berada di rumah ini. Ia buru-buru masuk ke kamar dan langsung mengganti pakaian. Bunda berjanji akan mengantar Gallan menemui Asya hari ini.

"Bunda yang nyetir ya Ala? Kamu duduk manis aja."

"Siap Bunda!"

Awan hitam sangat kentara di atas langit sana, entah akan turun hujan lebat atau sekadar mendung saja. Namun hati Gallan tetap berbunga-bunga karena ia sudah kembali sehat. Gallan sangat bersyukur telah melewati masa sakit keras selama bertahun-tahun ini.

"Sok ngartis banget!" Gallan mendumel kala melihat ponsel. Bunda tentu menoleh dan bertanya.

"Ada apa Ala?" mata Bunda fokus menyetir.

"Si Leo, Bun. Masa dia gak bales-bales wa Ala si? sombong banget, dia ngga seneng apa kalo Ala udah sembuh? si Sersi juga Ala wa gak di bales. Masa Ala pulang mereka ga pada anter sih."

Bunda terdiam. wanita itu menelan saliva tanpa menjawab apa pun.

"Bun?" kening Gallan mengernyit. "Kita kan mau ke rumah sakit, ko malah lewat sini." Gallan terheran.

"Bunda ko berhenti? ini pemakaman Bun."

Wanita di sebelah Gallan tersenyum getir, ia melepas seatbelt seraya bertutur. "Keluar dulu Ala, nanti Bunda jelasin ya."

Gallan tentu makin kebingungan, cowok dengan jaket hitam pekat itu mengedarkan pandangan. Ia agak sebal karena Bunda yang mendadak berhenti di pemakaman tanpa penjelasan.

"Sini." Bunda jalan, menarik tangan Gallan pelan.

"Bun mau kemana sih?!"

"Ketemu Asya," Bunda bersedekap dengan sebelah tangan, sedangkan tangan satunya ia gunakan untuk menutup mulut. Bunda tak kuasa menahan air mata, wanita itu menangis membuat jantung Gallan berdebar kuat.

"Bunda bercanda ya?!" Gallan marah, cowok itu deg-degan setengah mati kala membaca papan nisan bertuliskan 'Asyafa Greyna Laluna'

"Asya udah pulang Ala" ucap Bunda lirih.

Gallan gemeteran, ia memeras celananya karena ketakutan sekali. Cowok itu menatap Bunda dengan mata berkaca-kaca dan gelengan kepala.

"Bun? jujur sama Ala ini gak bener kan? Asya udah sembuh kan Bun?! Sekarang Asya di rumah kan?! ini bohong dan prank kan Bunda!! bilang iya ke Ala Bun!"

"Ala," Bunda nangis kejer, "Asya udah ngga sakit lagi, kamu harus iklas ya sayang."

"BOHONG!" teriak Gallan histeris. "Asya nggak mungkin ninggalin Ala Bun, nggak mungkin!"

"Ala," Bunda meremas bajunya karena sakit sekali melihat Gallan yang kehilangan Asya.

"Kamu harus iklas, Asya yang bilang ke Bunda kalo Asya mau Gallan iklas,"

Bunda mengingat kembali masa-masa kritis Gallan.

"Dokter ... tolong selamatkan anak saya Dok, saya nggak punya siapa-siapa lagi selain Gallan. Saya mohon Dok." Bunda tersendu-sendu kala Gallan masuk ruang ICU. Ia tau bahwa Gallan harus segera mendapatkan pendonor untuk kelanjutan hidupnya karena komplikasi Gallan sudah sangat parah sekali.

"Untuk saat ini saya usahakan paru-paru Gallan normal kembali Bu, selebihnya seperti ginjal dan jantung saya tidak bisa kalo tidak ada pendonor."

GALLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang