40- Kesedihan

327 4 0
                                    

•••
Jika kamu sudah banyak menyimpan rasa sakit sendirian, maka akan aku ringankan dengan tidak menceritakan sakit yang aku rasakan.
•••

Delapan butir obat baru saja Gallan telan bersamaan dengan dorongan air mineral guna meringankan rasa nyeri di bagian pinggir perut. Lelaki beraut sedih itu merebahkan badan karena jantungnya berdebar sakit.

"Harusnya kita ke rumah sakit aja Gallan," Asya khawatir, perempuan yang duduk di sebelah nakas itu agak tak tenang ketika fase kesakitan Gallan dia malah meminta pulang begini.

"Ini masih bisa di tahan Asya, aku nunggu Bunda dulu, kalau emang beneran sakit ga ketahan aku juga enggan bisa rebahan aja di kasur."

Air mata Asya menetes saking ketakutan kehilangan Gallan, perempuan itu menatap Gallan teduh dan bertutur lembut. "Gal, kamu bisa sembuh, jangan tinggalin Asya tiba-tiba dengan rasa sayang Asya yang sangat besar ini. Asya enggak bisa Gallan."

"Shhtttt," tangan Gallan terulur menghapus air mata sang gadis, "jangan takut, cantiknya Gallan enggak boleh nangis, Gallan pasti sembuh, nanti kita nari-nari di atas air hujan bareng-bareng."

Perempuan itu makin kejer sampai sesegukkan dengan efek badannya bergetar. Gallan jadi panik dan dia kecup tangan Asya berkali-kali berusaha menyakinkan kalau semua akan baik-baik saja.

"Asyaa, sayang, atuh jangan nangis. Aku jadi sedih dan ngerasa gagal enggak bisa bikin kamu bahagia. Selama ini kan aku cuma kasih kamu luka masa sekarang kamu harus sedih terus. Aku malu Asya."

Asya terlalu memikirkan jangka panjang, perempuan itu saking sangat menyayangi Gallan dia bercita-cita mempunyai sepuluh anak yang sangat lucu-lucu. Namun melihat keadaan Gallan yang lemah seperti ini Asya menjadi pesimis dengan takut berlebih.

"Sayang, sini." Gallan menepuk kasur agar Asya bersandar si sebelahnya. "Temenin aku bobo, mau?"

Dengan senang hati Asya menurut dan naik ke atas kasur lalu merebahkan badan di samping Gallan, kulit mereka bersentuhan, Gallan tersenyum kecil seraya mengusap-usap kepala Asya gemas dan di kecup tipis.

"Maafin aku ya Sya, engga ada momen spesial selama kamu pacaran sama aku."

"Semuanya spesial di mata Asya. Dapet Gallan adalah hal paling indah."

"Tuhan, begitu beruntungnya saya dapet perempuan baik seperti Asya. Izinkan kami bahagia sampai menua, ya Tuhan."

Gallan membatin di sertai senyum getir dan hati berdebar kuat. Di rengkuhnya badan Asya membuat perempuan itu memejam nyaman.

"Badan aku demam," Gallan berseru membuat Asya mengangguk.

"Iya, kamu istirahat aja, semoga besok kita bisa ke kampus."

Gallan menurut dan dia mulai menutup mata dengan deru napas sangat pelan. Asya meringis karena sesungguhnya badan ia pun demam namun tak di sadari Gallan karena kulit mereka menyatu. Gallan mengira panasnya itu dari badan dia saja.

"Belakang punggung Asya sakit banget,"

"Abang, Asya mau pulang tapi engga mau ninggalin Gallan sendirian."

Perempuan itu merem saking nyeri sekali punggung bagian sumsum tulang belakangnya yang sudah rusak. Asya mengontrol debaran jantung agar tak panik dan mengganggu Gallan yang tidur. Di peluknya Gallan dan Asya berusaha menenangkan diri.

"Selamat istirahat Gallan."

🍹🍹🍹

Perempuan yang di bonceng Gallan terus menggerutu dari awal pergi sampai kini tiba di kampus. Asya mengoceh tak henti memaki dan memarahi Gallan karena cowok ini kekeh mau masuk kuliah padahal kondisi badannya saja kurang memungkinkan.

Asya turun dengan misuh-misuh kala Gallan menstandarkan motor dan terkekeh melihat raut wajah Asya yang tertekuk jutek.

"Kamu tuh kalo sakit di rumah aja! Ngapain sih pake mau masuk kuliah segala. Sok kuat! Sok si paling baik-baik aja!" Sembur Asya membuat Gallan terkikik geli.

"Lucu banget pacar kalo lagi perhatian."

"Gallan! Asya serius! Kamu tuh bukan sakit biasa, kamu sakit berat Gallan!"

"Iya sayang, tapi aku lebih enggak rela kalo kamu di modusin Atlas." ungkap Gallan membuat Asya mendelik.

Cowok yang anti es itu menilik Asya, ia mengerut lalu bertanya serius. "Bibir kamu pucet, Asya sakit?"

"Enggak!" hardik Asya. "Yang sakit itu Gallan. Asya selalu sehat, ini cuma ngga pake liptin aja."

"Sebentar lagi kan Gallan sembuh," ujar cowok itu seraya tersenyum dan menggandeng tangan Asya. Mengajak perempuan itu buru-buru masuk kelas agar mereka tidak melewatkan absen.

Keduanya berbelok di persimpangan koridor dan menuju lift karena kelas terletak di lantai tiga. Meski baru jam tujuh pagi namun matahari sudah agak tinggi dan terlihat cerah sekali.

Tautan tangan mereka terlepas karena lirikan tajam ketika melihat Aya berdiri depan kelas dengan tangan bersedekap dada. Perempuan mungil itu menampilkan raut tak senang ketika Asya dan Gallan makin terlihat hangat dan bahagia.

"Ngapain? Mood gue rusak liat muka lo!" Gallan berkata pedas.

Aya berdecih sinis seraya memutar bola mata. Perempuan yang mengenakan kemeja bermotif bunga matahari itu berjalan mendekat mencegah Gallan dan Asya masuk kelas.

"Aku heran sama kamu Gal, udah mau mati masih aja enggak mau minta maaf sama aku. Kamu gak mikir ya?!" ujar Aya.

"Kamu bukan Tuhan! Jangan sok menentukan takdir orang!" sembur Asya jengkel. "Denger ya Ay! Kalo Gallan sembuh kamu yang akan menderita!"

"Diem lo anak yatim!" sunggut Aya. "Lo tuh cuma cewek murahan yang ngejar-ngejar Gallan. Lo pikir setelah dapet Gallan lo menang? Justru lo berdua makin lengkap, kalian manusia mengenaskan yang gak akan bahagia!"

Gallan buang napas berat, dia jengah sekali sampai muak setiap kali berbicara dengan Aya. Cowok itu menatap Aya remeh dan bertutur. "Udah ngomongnya? Kasian, enggak ada kaca ya? Orang lain juga tau, yang paling mengenaskan itu elo, selalu usik kebahagian gue karena lo gak bisa dapet bahagia sama sekali!"

"Gallan! Tarik omongan kamu!" Aya berteriak.

"Ada apa ih?" Leo menyembulkan kepala di pintu kelas, cowok yang sibuk main game itu keluar di kira Dosen sudah datang, nyatanya dia melihat perdebatan membosankan di sini.

"Hadeh," Leo jengkel dan dia berdiri di samping Aya. "Heh boncel! Mulut lu gue cium ni ya kalo selalu gangguin sahabat gue!"

"Sahabat lo dikit lagi mati!"

"Aih!" Leo terperangah karena Aya enteng sekali dalam berucap. "Pamali ngomong gitu, bandel banget!" Leo mencubit lengan Aya sampai perempuan kecil itu meringis kesakitan.

"Gila ya Leo! Jahat banget, sakit bego, dasar tolol!" umpat Aya.

"Sukurin!" Leo tak merasa bersalah, dia menarik lengan Asya dan Gallan bersamaan. "Hayu masuk, biarin si boncel enggak usah di ladenin. Nanti aing bilangin malaikat buat ngadu ke Allah suruh di bales perbuatan jahatnya."

Aya bersunggut marah, dia menghentakkan kaki dengan tangan terkepal kuat. "Dasar cowok berengsek! Penghancur hidup orang!"

*****
A/n : Ending kayanya 2 sampe 3 part lagi xixi.

Tencu dah baca yaw fren ....

See you🥰

GALLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang