19- Tanpa kabar

503 14 8
                                    

°°°
Ternyata, lebih baik aku frustrasi karena gangguanmu, dari pada frustrasi dengan ketidakhadiranmu.

°°°

Aula serba guna ramai karena hari ini BEM mengadakan pertunjukan seni teater. Ketua presiden Universitas—bernama Atlas itu sibuk sekali menggiring para anggotanya untuk bisa tertib karena banyak Dosen juga yang menghadiri.

"Sialan, jelek banget kinerja lo semua." Bia marah-marah di belakang panggung bertirai hitam. Ia kesal karena semua anggota susah di atur.

"Bi, jangan emosian. Udah, gapapa. Yang penting ini acara jalan dulu." Atlas menegur pelan.

"Ya tapi liat ni, mereka gak guna. Jelek semua kerjaannya, gak disiplin. Aku malu, harusnya kamu sebagai ketua bisa tegas bilangin sebelum acara."

Atlas menggusah napas lelah. "Bi, kita bahas pas evaluasi. Yang penting penampilan semuanya jalan dulu."

"Ah berengsek." Bia saking kesalnya dia pergi meninggalkan tempat. Entah kemana, yang penting Bia mau kepala ia dingin dulu. Karena sejak opening, banyak anggota yang telat datang. Ia capek sendiri mengurusnya.

Masih dengan waktu yang sama, ada Gallan duduk anteng di baris bangku ke lima. Tepat di belakang Dosen berjajar. Ia menikmati saja pameran seni teater. Dari mulai; angklung, tari piring, tari saman dan masih banyak sampai sore nanti.

"Gue nggak liat Asya, kemana Dedek gemes itu?" Leo menyeletuk. Sersi langsung buang napas.

"Enggak tau, udah gue coba hubungi tapi gak aktif. Wa dia juga ceklis satu." Sersi menyahut.

"Leo, kenapa gak nanyain aku juga?" Aya nimbrung. "Leo selalu nanyain Asya."

"Ngapain gue nanyain lo? Jelas-jelas lo depan mata gue, Ay." Leo jadi keki sendiri.

Agak menelengkan kepala, Aya berujar lagi. "Berarti Leo gak peduli ke aku. Apa-apa Asya terus. Lagian bagus gak sih kalau Asya gak ada. Dia gak rusuh."

"Iya kan Gal?"

Gallan hanya mengangguk. Cuma diamnya Gallan sempat kepikiran sedikit. Pasalnya semalam ia baru ketemu Asya, dan hari ini Gallan berjanji mau mentraktir perempuan itu.

'Dia masih marah sama gue?'

Atlas datang menghampiri sekadar menanyakan perempuan yang mereka sedang bahas.

"Asya gak dateng ya?"

"Nggak, Kak." Sersi menjawab.

"Kesiangan kali?" Atlas menebak. Cowok itu mengeluarkan ponsel, menghubungi Asya dan nomornya tidak aktif. Ia langsung kembali ke tempat semula untuk memantau acara ini sampai selesai.

"Waduh, Asya tumben ilang tanpa kabar." Leo bertutur. "Kangen Asya, kalo gak ada dia sepi."

"Apaan sih, lo. Lebay banget," Gallan sewot.

"Iya!" Aya menimpali. "Asya doang, gak penting-penting banget. Pasti dia males. Yauda, yang penting ada aku."

"Ay, ko lu jadi begini sih. Ngeselin tau gak? Lo berubah," Sersi memotong. "Setiap lo bacot, pengen gue tampol. Semenjak acara liburan di pantai, lo keliatan menye-menye." Sersi pergi keluar aula. Ia tak mau lagi nonton penampilan seni teater.

Leo ikut lari ngibrit mengejar Sersi. Akhir-akhir ini Leo selalu mengintil Sersi. Ia agak malas kalau ada Aya. Perempuan bersurai panjang itu selalu saja menguji kesabaran.

"Gal," Aya sedih. "Kenapa mereka jadi jahat ke aku. Pasti gara-gara Asya yang menghasut. Kalo Asya masuk, omelin dia ya, Gal."

Gallan mendengus, ia berdiri. "Gue laper, Ay. Mau ke kantin."

GALLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang