Lunarios || beauty

6.9K 144 1
                                    

Diwajibkan vote untuk bisa membaca cerita ini, karena minthor bisa sewaktu-waktu mengunci part atau menghapusnya!

************************************

Setelah cukup lama merelaksasi pikiran, Luna kembali menarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya perlahan. Itu dilakukan berulang-ulang hingga tiga kali.

Calista berdiri mengambil air minum Tujuannya untuk membuat pikiran mencair.

"Sudah lebih tenang?" Ucap Calista menyodorkan gelas.

Luna mengangguk.

"Minum dulu, ini akan membantu menyegarkan otak."

"Terima kasih."

Luna membasuh tenggorokannya yang kering dengan setetes air. Rasanya lebih segar dan pikirannya sedikit lebih tenang.

"Kamu bisa melanjutkan ceritanya." Ucap Calista kembali duduk,

Luna pun kembali bercerita, tatapannya sudah tidak lagi kosong.

"Didalam mobil, pria itu tidak langsung melucuti pakaian tetapi menerjang dengan ciuman brutal."

"Melakukan sex ekstrem dengan mencekik dan melakukan anal sex. Tidak hanya sekali tetapi dua kali bahkan tidak..." Luna menjeda kalimatnya, dia kembali memejamkan mata.

"Tidak?" Ulang Calista menunggu cerita selanjutnya.

Tiba-tiba Luna menutup wajah, terdengar isak tangis.

Hampir saja Calista memegang tangan Luna tetapi dia teringat jika Luna peka terhadap sentuhan.

"Sudah sudah, kalau kamu tidak bisa menceritakan kejadian selanjutnya tidak perlu. Saya bisa menangkap isi dari cerita mu."

Luna membuka tangannya, sekuat hati mengontrol diri untuk tidak berteriak.

Luna kamu bisa, jangan berteriak. Kamu aman, kamu aman Luna.

Mantra kedua yang selalu Luna ucapan dalam hati sebagai penguat.

Luna menghapus butiran air mata "I'm okay. Saya akan menceritakannya lagi."

Calista mengangguk, menghormati keputusan Luna yang ingin kembali bercerita.

"Saya takut saat orang lain menyentuh kulit, alam bawah sadar saya langsung menolak. Apa saya bisa sembuh?"

Calista mengangguk, "Bisa, seseorang yang menderita trauma berlebih bisa sembuh asal dia mau berusaha menghapus bayangan ketakutan itu. Tapi waktunya tidak sebentar tergantung kondisi psikis masing-masing."

"Apa kamu siap untuk terapi psikis mu?" Lanjut Calista lagi.

"Ya."

"Baik, sekarang saya tanya. Apa pada saat kejadian, pelaku menggunakan pengaman?"

Luna menggeleng yang membuat Calista mendesah pelan.

Calista pun memajukan tubuh lebih dekat memulai interaksi untuk mengecek sejauh mana rasa ketakutannya.

Luna masih diam, tidak ada reaksi berlebih, padahal posisi wajah mereka berdekatan tetapi tidak mempengaruhi reflek rangsangan.

"Kita akan lakukan kepekaan rangsangan terlebih dulu, setelah itu ke tahap lebih sensitif dengan sedikit menghilangkan kebiasaan."

"Kebiasaan?" Ulang Luna

"Ya, kebiasaan saat kamu berteriak ketika bagian tubuh mu mendapat sentuhan. Bagaimana kamu siap?"

Luna tampak berfikir, hatinya lelah dihantui rasa takut dan trauma tapi otaknya menolak.

"Pelan-pelan saja, kita tidak perlu terburu-buru. Kalau kamu siap kita coba sekarang tapi kalau tidak tunggu kamu benar-benar yakin."

Malam Panas Sang Pewaris (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang