CHAPTER 4

1.9K 21 0
                                    

Aku mulai membuka mataku perlahan. Cahaya di tempat ini langsung menyeruak masuk ke dalam mataku, hingga membuatku kembali menutup mataku. Beberapa detik kemudian, aku mencoba membuka mataku kembali. Aku mulai mengerjap-ngerjapkan mataku untuk membiasakannya dengan cahaya di tempat ini. Tak lama kemudian, aku dapat melihat seluruh isi ruangan ini. Aku terperanjat dan langsung mengangkat tubuhku, setelah sebelumnya aku hanya berbaring saja. Aku melihat sekeliling ruangan ini. Tempat ini tampak begitu indah. Tempat tidurnya dikelilingi renda-renda putih, bagai tempat tidur putri raja. Lantai di bawah tempat tidurnya terbuat dari marmer putih. Ukiran-ukiran di dindingnya menambah kesan anggun untuknya. Banyak sekali ukiran dan sesuatu yang unik disini. Aku tak dapat menjelaskannya lebih lanjut, karena aku tidak begitu menguasai ilmu 'arsitektur' *(kuharap tidak salah menyebutkan kata arsitektur)*. Bosan memandangi ruangan ini, aku lalu beralih ke jendela besar di sebelah kananku. Disana terdapat pemandangan taman yang indah , dengan air mancur kecil di tengah-tengahnya. Taman itu juga dikelilingi oleh kolam kecil seperti parit, yang didalamnya mengalir air yang sangat jernih. Di salah satu sisi kolam itu, terdapat jembatan kecil dari kayu, yang menghubungkan taman dengan jalan setapak yang dirias indah. Aku terpana melihat pemandangan yang sangat menakjubkan ini. Apa aku sudah ada di surga...?? Ah, tidak... Disana ada Rhae yang sedang bermain air. Dengan kemampuannya sebagai seorang 'saga aqua', dia dapat menarik air  ke udara tanpa harus menyentuhnya, dia lalu mempermainkan jarinya. Seketika air itu meliuk-liuk mengikuti gerakan jarinya. Aku menarik nafas panjang. Kalau aku berada di surga, mana mungkin aku sempat mengajak Rhae juga. Bukti jelas kalau aku masih hidup. Tapi ini dimana...? Aku belum pernah kesini sebelumnya. Aku lalu memutuskan untuk turun dari tempat tidur, dan menemui Rhae. Ketika aku berada di depan cermin, aku mendapati diriku memakai baju putih panjang, dengan wajah pucat, dan rambut acak-acakan. Penampilanku benar-benar kacau. "aaaaaaaaaaa". Aku lalu menjerit mendapati diriku sudah seperti hantu. Failera dan Cha seketika masuk ke kamar ini dengan tergopoh-gopoh. Diikuti dengan teman-temanku yang lain. "ada apa...?" tanya Cha menatapku heran. "kau bisa melihatku...?" kataku balik bertanya pada Cha. Cha memutar bola matanya, diikuti tatapan aneh seluruh temanku. "tentu saja, kau pikir aku sudah buta sehingga tidak melihatmu di jarak dekat seperti ini" katanya. "tapi... Aku kan sudah menjadi hantu". Cha lalu mendekatiku dan langsung menjitak kepalaku. "auuuwwww... Sakit tau". Cha kembali memutar bola matanya. "kau ini sudah gila ya... Mana ada hantu berkeliaran di siang hari seperti ini. Lagipula, kalau kau seorang hantu, kau pasti sudah tak disini dan tak dapat berkomunikasi denganku". Ku pikir-pikir benar juga ucapannya. "terus ini dimana? Kok seperti ada di surga?". Tanyaku kemudian.  "ini di rumahku, Shill. Dan sekarang kau ada di kamarku. Yaaah, negeriku memang indah sih, tidak heran kalau kau terpukau. Sebenarnya kau bukan orang pertama yang mengatakan ini". Kata Failera sambil tertawa kecil. Huh, dasar sombong sekali dia. Aku juga bisa membuat istana yang indah seperti ini, malah yang lebih indah. Tapi nanti, entah kapan, kalau aku menjadi ratu.  "kau ini ada-ada saja Shill. Kupikir ada apa kau berteriak seperti tadi". Sambut Cha dengan berkacak pinggang di depanku. Dia tampak seperti anak-anak dengan ekspresi seperti itu. Aku tertawa kecil melihat Cha yang kekanak-kanakan seperti ini. Bagaimana tidak, Cha yang sebelumnya sangat dewasa sekarang malah berubah drastis seperti ini. Aneh aku melihatnya."kenapa dia senyum-senyum begitu?". Tanya Rhae yang berdiri di belakang Cha dan Failera. Failera hanya mengangkat bahu menanggapi pertanyaan Rhae. "mungkin saat melawan vampire kemarin malam, dia terjatuh dan kepalanya terbentur dengan keras. Jadinya...". "APA....!!!" jawabku menyela ocehan Loul yang hanya terlihat kepalanya saja di atas bahu Rhae. Aku menatapnya tajam. Dia pikir aku sudah gila apa. Aku senyum-senyum kan karena ada alasannya. "he... Hem... Tidak... Bukan apa-apa... Oh ya, aku harus berlatih dengan Alv..." katanya yang langsung saja menyeret Alv pergi dari kamarku. Emm, maksudku kamar milik Failera yang dipinjamkan padaku. Aku terkekeh melihat tingkahnya itu. Kulihat Rhae, Cha dan Failera melakukan hal yang sama denganku. Aku mengitari pandanganku diantara mereka. "Dan mana...?". Tanyaku kemudian, setelah menyadari kejanggalan yang tadi kurasakan. Cha menghampiriku. Dia seperti memberi isyarat pada Failera dan Rhae untuk meninggalkan kami berdua di sini. Cha lalu menyuruhku duduk di tepian tempat tidur. Sedang dia duduk di sebuah kursi yang tak jauh dari tempatku duduk. "ada apa Cha? Kok Rhae dan Failera disuruh keluar?". Aku merasa ada yang aneh. Sepertinya ada rahasia besar yang ingin disampaikannya padaku. "kau tidak mau tau sebab kau pingsan? dan bukannya aku pernah berjanji padamu untuk menceritakan semuanya?" ucapnya dengan tetap duduk santai di tempatnya semula. Akupun lalu menatapnya dengan ekspresi penasaran. "memangnya ada apa Cha? Aku merasa mimpi itu sangat kuat. Aku bahkan sama sekali tidak ingat apa yang kumimpikan itu". Tanyaku langsung pada inti permasalahannya. "jelas kau tidak bisa mengingatnya. Kau belum menguasai itu, Shill". Aku mengernyitkan dahiku. Apa maksudnya dengan 'menguasai itu'. "maksudmu?" tanyaku semakin penasaran. "kau sekarang seorang lego, Shill. Lebih tepatnya lego yang terakhir. Dan yang kau mimpikan itu, merupakan bukti kalau kau telah resmi terpilih menjadi lego". Aku tersentak mendengar ucapan Cha. Aku sama sekali tidak menyangka kalau akan menjadi lego yang terakhir. Aku tidak mempunyai kelebihan apapun. Satu-satunya yang kupunya hanya kemampuan 'helium vola saga'-ku. "kau tidak usah panik begitu. Kau memiliki sesuatu dalam dirimu. Kekuatan seorang lego. Cuma kau belum menguasai semuanya. Kau sudah ditakdirkan menjadi lego Shill". Katanya dengan tersenyum padaku. Seketika otakku bagai mengulang kembali mimpi itu. Berkelebat dengan cepat didepan mataku. "jadi kau, dan Failera adalah..."  "ya". Jawabnya memotong ucapanku. "aku, Failera dan Leon adalah seorang lego". Sambungya lagi. Leon? Siapa dia. Apakah... Pria bermata ungu yang ada dalam mimpiku itu?. Mata yang kurasa sangat familiar. Mata vampire yang... Telah membunuh orang tuaku. Ya, mata itu. Meski matanya sudah memerah ketika membunuh orang tuaku, tapi auranya sama. "kau kenapa...?". Tanya Cha mengagetkan aku dari lamunanku. "apa Leon seorang vampire yang ada di mimpiku itu?". Tanyaku pada Cha yang masih saja duduk di tempatnya semula tanpa mengganti posisi. Cha hanya mengangguk, tanda mengiyakan ucapanku. Seketika amarahku mulai memuncak. Emosiku meluap-luap, mungkin hingga membuat mataku berubah warna. Karena Cha langsung melesat dari tempat duduknya dan mulai menenangkan aku. Aku berhasil mengenyahkannya hingga membuatnya menghantam tembok di belakangnya. Aku benar-benar emosi. Aku ingin membunuh vampire yang bernama Leon itu. "Shill, tenangkan dirimu". Kata Cha dengan secepat kilat berada didepanku. Mencengkeram lenganku erat. Aku lalu menghempaskannya lagi. Kali ini Cha menghantam kaca di sebelah kanannya. Serpihan kaca itu menggores kulit tubuhnya di berbagai tempat. Dia mengerang keras. Menyebabkan seluruh temanku, kecuali Dan berhambur masuk ke kamar ini. "Shill, apa yang kau lakukan...?". Tanya Nic setelah melihat kekacauan ini. Aku tidak mempedulikan ucapannya, karena aku sudah marah. Sangat marah. Hingga aku mengambil serpihan-serpihan kaca itu dengan kemampuan 'helium vola saga'-ku, dan siap menghunjamkannya pada Nic dan yang lainnya. Namun Failera berhasil menghalaunya dengan kemampuannya sebagai 'saga lucis', dan berhasil membuatku silau. Nic dan Alv mengambil kesempatan ini untuk mengunciku. Aku terus meronta-ronta. Namun Nic, Alv dan kekuatan cahaya dari Failera mengunciku dengan kuat. "sadarlah Shill. Lihat apa yang kau lakukan". Nic mengguncang-guncang bahuku. Itu membuatku tersentak, bagai bangun dari tidur. Aku melihat ruangan ini berantakan. Aku melihat Cha duduk tak berdaya dengan darah berceceran di baju putihnya. Sebenarnya aku setengah sadar dalam melakukannya. Tapi saat ini aku sulit mengendalikan emosiku disaat emosiku sedang meluap-luap seperti tadi. Aku juga tidak tau mengapa. "Cha...". Aku lalu mendekatinya. "maaf... Aku... Aku... Tidak tau apa yang aku lakukan. Aku sulit mengendalikan emosiku". Ratapku. Air mataku sudah menggenang di pelupuk mataku. Aku benar-benar merasa bersalah. Aku tidak tau kenapa aku sampai tidak dapat mengendalikan emosiku. Ini tidak biasa terjadi padaku. Failera lalu memapahku. Membawaku ke kamar lain yang tak jauh dari kamar tadi. Failera menarik nafas panjang sambil menepuk-nepuk pundakku. Dia duduk di hadapanku. "aku... Aku... Aku tidak tau kenapa aku tidak bisa mengendalikan amarahku. Bahkan aku tidak mengenal mana kawan dan mana lawan". Ucapku dengan suara bergetar. Entah kenapa aku merasa takut pada diriku sendiri. "kau tau kan kalau kau berbeda sekarang". Aku mengangguk lemah. "tidak usah khawatir. Kau hanya perlu melatihnya". Kata Failera sembari tersenyum untuk memberi 'support' padaku. "tapi... Cha...". Failera tersenyum lagi. Kali ini terlihat seperti sedang tertawa kecil. "kau tau kan, kalau Cha seorang lego. Dibalik kemampuannya yang seperti peramal itu, dia juga bisa menyembuhkan segala macam luka dan penyakit dalam waktu singkat". Aku terhenyak mendengar ucapan Failera. Ternyata Cha masih punya kemampuan hebat lainnya. Benar-benar sempurna dia. "tapi... Tadi dia...". "jangan khawatir Shill. Dia cuma menyembunyikan kebenaran dari teman-temannya kalu dia seorang lego". Aku mengangkat salah satu alisku. Kenapa dia merahasiakannya. Seharusnya dia kan bangga dengan kemampuannya itu. "kenapa...?" tanyaku setelah cukup merasa penasaran. Failera mengangkat bahu menanggapi pertanyaanku. "entahlah... Dia tidak pernah memberitauku". Ucapnya kemudian. Aku lalu menundukkan kepalaku. Memandang ubin yang memantulkan bayanganku. Berbagai pikiran berkecamuk dalam otakku. Bagaimana bisa aku menjadi lego?. Kalau aku menjadi lego, lalu apa kemampuanku?. Apa aku bisa mengalahkan Roselva?. Pertanyaan-pertanyaan itulah yang terus mengganggu pikiranku. Ditambah lagi pertanyaan-pertanyaan lain yang tak aku mengerti. Tiba-tiba pikiranku berhenti pada Dan. Ya, dia tadi tidak berada di kamar sewaktu aku membuat kekacauan. Biasanya kan dia selalu jadi yang pertama kalau sudah menyangkut tentang aku. "oh ya. Dan kemana...?". "dia sedang beristirahat di kamar tengah". Kenapa dia. Apa yang telah terjadi padanya. "kau tenang saja Shill. Rhae sudah merawatnya". "dia kenapa...?". Sekilas, Failera menatapku dengan tatapan heran. "oh ya, aku lupa. Kau kan yang menyebabkan Dan tidak sadarkan diri". Aku mengernyitkan dahiku. Apa maksudnya menyalahkanku seperti itu. Aku kan tidak tau apa-apa. "begini Shill, kau kehabisan banyak darah setelah digigit oleh Leon. Karena melihatmu memucat dan sekarat, akhirnya Dan meminta kami membuang separuh racunnya, lalu dia membiarkanmu menggigit dan menghisap darahnya. Kau tau, kau meminum darahnya terlalu banyak hingga dia tidak sadarkan diri". Ya ampun Dan... Lagi-lagi kau melakukan hal gila untuk menyelamatkanku. Aku ingat dulu, ketika kavalier Roselva menyerang kerajaan. Waktu itu salah satu kavaliernya yang merupakan seorang penyihir hampir saja menyihirku setelah berhasil membuatku tak berkutik dengan sihirnya. Namun Dan berhasil menghalanginya. Tapi usahanya untuk menyelamatkanku itu malah membuatnya koma selama hampir 2 bulan. "beristirahatlah Shill. Kau masih sangat labil". Ucap Failera menyadarkan aku dari lamunanku. Aku hanya mengangguk, tanda mengiyakan ucapan Failera.

the last 'lego'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang