CHAPTER 10

1.5K 20 6
                                    

Aku merasakan hembusan angin menerpa lembut wajahku, dibarengi dengan suara air yang berdesir. Aku membuka mataku perlahan. Cahaya di tempat ini sangat terang, seperti hendak membutakan mataku. Setelah mengerjap-ngerjapkan mataku sejenak, aku lalu sadar kalau aku terdampar di sebuah pantai. Di depanku terdapat air laut berombak yang tertutup kabut. Aku mengitari sekeliling tempat itu dengan pandanganku. Di belakangku, kudapati sebuah tumpukan batu besar yang menjulang tinggi bak gunung. Aku lalu beranjak bangun, dan berjalan mengitari pantai itu untuk mencari sasuatu yang dapat kupergunakan untuk pulang. Tapi hasilnya nihil. Aku berputar-putar di sekitar pantai itu hingga hari semakin gelap, namun tak menemukan apapun. Setelah lelah mencari-cari, akupun memutuskan untuk beristirahat dengan bersandar pada sebuah batu besar, yang tak jauh dari tumpukan batu yang menyerupai gunung tadi. Lalu tiba-tiba aku mendengar sebuah perahu yang menabrak pasir pantai. Samar-samar terlihat olehku seorang wanita bertudung dengan menggendong seorang bayi berjalan mendekati tumpukan batu tadi. Akupun mengikutinya, hingga tepat berada di belakangnya.

"permisi... Apa boleh aku ikut denganmu...?" kataku pada si wanita misterius tadi. Tapi wanita itu sedikitpun tak menoleh padaku. Aku lalu mendekatinya, dan memukul pundaknya. Namun aneh... Aku tak dapat menyentuhnya. Berkali-kali aku mencoba menyentuh dan berbicara padanya, namun tetap saja dia tak menganggapku ada. Akhirnya aku putus asa, dan hanya bisa diam menyaksikan tingkah wanita misterius tadi. Pada jarak dekat, aku bisa melihat wanita tadi mengusap-usap batu yang paling besar yang berada di antara tumpukan batu-batu itu. Lalu tiba-tiba, muncul sebuah symbol berbentuk mata yang bersinar terang. Wanita itu lalu meletakkan telapak tangannya pada symbol itu, sambil mengucapkan kata "aperire". Lalu muncullah cahaya yang lebih terang dari tangan wanita itu dan pasir dibawah kaki kamipun tiba-tiba menghisap tubuh kami dengan cepat. Keadaan lalu menjadi gelap. Kurasa aku sedang berada di bawah tanah. Detik kemudian, aku merasakan tubuhku terangkat perlahan ke permukaan. Aku melihat tanah berpaving yang mengangkat tubuhku berputar perlahan seperti terbuat dari lilin. Selain itu,tampak olehku sebuah kota yang cukup besar. Namun karena hari sudah gelap, tak banyak orang berlalu lalang di jalanan kota itu. Aku lalu mengikuti wanita tadi berjalan menuju lorong di seberang jalan. Setelah sampai di ujung lorong itu, wanita tadi masuk ke sebuah rumah yang ukurannya tidak terlalu kecil.

Setelah sampai didalam rumah itu, wanita tadi langsung disambut oleh wanita pemilik rumah. Setelah merasa cukup aman, wanita misterius itu lalu membuka penutup kepalanya. Aku langsung terperanjat kaget ketika mengetahui bahwa wanita tadi adalah ibuku sendiri. Apa sebenarnya ini. Apa yang hendak ia tunjukkan padaku.

"apa dia Pricshilla...?" tanya wanita si pemilik rumah. Ibuku mengangguk. Wanita pemilik rumah itupun langsung menutup rapat semua pintu dan jendela.

"apa kau yakin ingin memanipulasi darahnya dengan darah manusia...?" ucap wanita itu lagi, yang diajawab dengan anggukan mantap oleh ibuku.

"tapi dia masih terlalu kecil, Rosallie...".

"Kherini... Kumohon bantulah aku... Ini jalan satu-satunya...".

"tapi kemungkinan kecil dia bisa bertahan dan selamat". Air mata tampak menggenang di pelupuk mata ibuku.

"aku yakin, dia bisa bertahan". Wanita yang bernama Kherini tadipun langsung meletakkan diriku yang masih bayi di sebuah meja makan yang cukup besar. Dia lalu membaca sebuah mantra panjang, dan mengarahkan telapak tangannya pada tubuhku. Kabut biru bercahaya seketika muncul dari tubuhku. Terus berputar cepat, hingga menarik tubuh mungilku masuk ke dalam pusarannya. Ibuku memalingkan wajahnya, seperti tak sanggup melihat apa yang tengah terjadi. Air mata mulai mengalir deras dari kedua matanya.

Kabut biru itupun seperti tak bosan memutar tubuh mungilku keras. Tangisan bayi semakin nyaring terdengar. Aku lalu merasakan dadaku sakit. Sakit sekali. Jantungku kurasa seperti dikoyak oleh benda tajam. Pandanganku kabur. Aku seperti melayang dan diputar sangat keras. Aku seperti merasakan penderitaan tubuh mungilku yang berada dalam pusaran kabut itu. Aku mulai berteriak. Memohon untuk berhenti. Namun tak ada satupun kata keluar dari mulutku. Nafasku semakin sesak. Aku seperti tak sanggup lagi bertahan. Tak lama kemudian, aku roboh dengan berlutut di tanah. dan detik berikutnya, penderitaan itu sirna. Tubuh mungilkupun melayang turun dengan perlahan. Ibuku langsung menghambur meraih bayi itu. Dia langsung menggendong dan mengayun-ayun bayi itu. Namun sang bayi tetap diam.

"Pricshilla... Bangunlah nak...". Ucap ibuku sambil terisak. Namun lagi-lagi, sang bayi tetap diam.

"Pricshilla... Ibu mohon, bangunlah...!". Seru ibuku dengan semakin terisak.

"Kherini... Apa yang harus kita lakukan...".

"aku sudah mengingatkanmu, Rosallie. Tidak ada yang bisa kita lakukan. Dia tak bisa bertahan". Ibuku langsung menangis menjadi-jadi sambil memeluk tubuh mungilku dan menyerukan namaku. Lalu tiba-tiba, tangan mungilku mulai bergerak lemah, diiringi dengan tangisan bayi. Ibuku langsung tersenyum lega dengan tetap menangis.

"a... Aku tak percaya ini... Dia masih bisa bertahan..." ucap Kherini dengan heran. Ibuku hanya bisa tersenyum sambil menimang-nimangku.

"terima kasih Kherini... Kelak, dia akan datang menemuimu...".

"aku akan menunggunya". Ucap Kherini sambil tersenyum. Lalu semuanya menjadi semakin gelap. Kurasa mimpi aneh ini sudah berakhir.

the last 'lego'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang