CHAPTER 24

1K 43 16
                                    

            Ketika terbangun, pertama kali kulihat adalah warna-warna gelap. Hamper sama dengan kamarku di kastil Leon. Namun ukuran kamar ini lebih besar dan lebih mewah. Semuanya tertata bak kamar bangsawan besar. Warna-warna gelap yang mendominasi ruangan ini tampak serasi dan indah ketika dipadu dengan berbagai macam perabot kuno yang tertata rapi di ruangan ini. Aku beranjak dari tempat tidurnya, menuju pintu besar berwarna merah kehitaman yang terletak persis di depan tempat tidur. Ketika kubuka, kulihat banyak kerumunan orang di tempat ini. Ketika aku berjalan, selalu saja ada beberapa pasang mata yang menatapku dengan berbagai macam ekspresi. Ada benci, sinis, ramah, dan lainnya. Aku hanya bisa menunduk dan terus berjalan menyusuri ruangan besar yang terdapat di ujung koridor samping kamar yang aku tempati tadi.

            Ruangan ini kosong dengan perabot. Hanya terdapat karpet besar berwarna coklat gelap di tengah ruangan dengan sebuah pigura aneh berwarna merah gelap yang terus berputar-putar perlahan, dinding besar yang menjulang tinggi, dengan atap berbentuk cembung yang dipenuhi dengan gambar seperti perang antara berbagai macam makhluk. Di setiap sisi ruangan ini terdapat lukisan seseorang, yang kukira adalah seorang vampire dan merupakan vampire-vampire kuno. Mungkin yang memiliki pengaruh dan andil besar di dunia vampire.

            Karena asyik menikmati keanehan ruangan ini, aku tidak sadar bahwa sedari tadi banyak mata yang tertuju padaku. Ruangan ini memang kosong oleh perabot, tapi dipenuhi oleh puluhan vampire. Mereka mengamatiku dengan pandangan yang serupa seperti tadi. Mereka semua tampak elok dan mempesona. Aku hanya bisa menundukkan mukaku dalam-dalam. Merasa malu berada di tengah-tengah mereka. Namun tiba-tiba sebuah tangan dingin yang lembut, meraih tanganku. Aku mendongak dan mendapati Leea tengah berdiri dan tersenyum hangat kepadaku.

            “come with me……everyone are waiting”

Aku menurutinya, dan mengikutinya berjalan menuju pigura tersebut. Kami berjalan melalui pigura itu, dan anehnya kami telah sampai di ruangan lain. Ruangan besar dengan berbagai macam perabot kuno yang lagi-lagi tertata dengan apik. Namun yang paling menonjol disini adalah sebuah lukisan besar di atas sebuah perapian dengan gambar seorang wanita yang berparas cantik, namun memiliki mimik wajah tegas. Kalau diperhatikan lebih seksama, pandangan wanita itu seperti mengikuti kita, kemanapun kita melangkah.

            “lady Vience…………..dia bibi ayahku. Dia meninggal sewaktu menjaga ayahku dari Roselva. Raganya telah hilang. Namun sukmanya masih melekat dalam lukisan itu. bersikap wajarlah….dia tidak akan memakanmu”

Ucap Leea tanpa diminta dengan tertawa terkikik menahan geli melihat mimik wajahku yang mungkin terlihat lucu baginya ketika aku merasa ngeri melihat lukisan itu yang seolah-olah mengawasiku. Aku mengerucutkan bibirku tanda kesal dengan cemoohannya.

            “dimana kita………? Lalu bagaimana caranya kita ada disini hanya dengan sebuah pigura aneh yang terus berputar”

Ucapku mencoba mengalihkan senyum geli di wajah Leea.

            “ini masih di istanaku. Tadi kita berada di aula pertama, di lantai dua. Sekarang kita ada di lantai lima. Ini sudah termasuk area pribadi, dan pigura berputar yang kau sebut aneh tadi, itu adalah media untuk berteleport jarak dekat dan hanya di area istana ini saja. Cukup pikirkan ke tempat mana yang ingin kau singgahi, pigura itu akan mengantarmu. Cukup simple kan, dari pada harus menggunakan tangga”

Jawabnya dengan sebuah senyum congkak terkembang di wajahnya. Aku mendengus menanggapi hal itu.

            Setelah melewati ruangan yang ukurannya lebih kecil dari ruangan tadi, kami melewati lorong kecil dengan penerangan beberapa obor. Cukup unik, karena tiba-tiba di lorong ini saja yang gelap, lalu setelah keluar dari lorong ini, semuanya tampak normal. Terang seperti di ruang-ruang sebelumnya. Aku terheran-heran menanggapi prubahan yang tiba-tiba seperti itu. Karena pada kenyataannya lorong yang kami lewati tadi tidak tertutup, jadi kemungkinan cahaya dari ruangan sebelumnya bisa masuk. Tapi cahaya itu seperti tertahan di pintu kedua sisi lorong ini.

            “tidak usah heran seperti itu……vampire kuno di tempat ini bisa menggunakan sihir. Tapi memang tidak sehebat sihir milik penyihir murni”

Aku hanya mengangguk-anggukkan kepalaku seperti orang bodoh mendengar penuturan Leea. Tak berapa lama kemudian, kita sudah sampai di depan sebuah pintu kayu yang menjulang tinggi. Terdapat ukiran-ukiran rumit yang mengililingi pintu itu. Leea membungkuk sedikit, dan mengayunkan tangannya kearah pintu, guna mempersilahkanku masuk, lalu dia meninggalkanku. Dengan sedikit ragu, aku mendorong pintu itu hingga terbuka. Orang-orang yang ada di ruangan itu seperti tak mengacuhkanku. Hanya seorang pria yang sudah berumur seperti ayahku yang menoleh padaku, menyapaku dengan senyuman hangatnya. Di ruangan itu juga ada Leon yang tengah berdiri di depan sebuah jendela besar, Cha yang duduk di kursi kecil yang diletakkan agak menjorok ke pojok, Failera yang tengah membaca sebuah buku kuno, dan dua orang tua yang mengenakan jubah abu-abu dan jubah hitam yang sedang berbincang serius di pojok ruangan yang lain.

            Pria paruh baya tadi mendekatiku seraya terus tersenyum. Setelah berada cukup dekat denganku, dia membungkukkan badannya sekejap, lalu memperkenalkan dirinya padaku.

            “lord Bastian………..senang bertemu denganmu lady Pricshilla”

Akupun hanya tersenyum dan sedikit menundukkan kepalaku. Tanda menghormati keramahannya. Dia lalu membimbingku ke sebuah kursi kursi dekat sebuah meja oval. Aku dipersilahkannya duduk di kursi tersebut.

            “orang tua dengan jubah hitam adalah dewan utama………dia yang memiliki kekuasaan tertinggi di negara ini. Sedang yang mengenakan jubah abu-abu adalah wakil dewan. Mereka berdua ingin berbicara padamu”

Jelasnya tanpa aku minta. Setelah berkata seperti itu, dia memberi isyarat pada Cha, Failera dan Leon untuk keluar dari ruangan itu. sebelum beranjak keluar, Leon mengecup keningku lembut sambil tersenyum penuh arti padaku. Setelah itu, hanya tinggal aku sendiri dan kedua orang tua tadi. Perasaan seperti akan di eksekusi melandaku. Membuat tubuhku gemetar tak karuan, seiring dengan duduknya seorang tua dengan jubah hitam di depanku. Tepatnya di kursi yang berseberangan denganku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 10, 2012 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

the last 'lego'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang