CHAPTER 17

1K 21 5
                                    

            Malam itu aku kembali duduk di beranda. Kali ini aku tak mengijinkan seorangpun menemaniku. Aku tak mau kembali terpojok. Seperti biasa kulakukan, aku selalu berpikir. Memikirkan hal-hal yang telah berlalu, dan mungkin sedikit tak penting. Namun yang menarik perhatianku adalah peringatan Cha tentang kerabat dekatku. Memikirkan itu, terlintas nama Roselva di otakku. Tapi dia takkan sebodoh itu untuk gampang menampakkan diri.

            Karena jenuh, aku mulai berjalan-jalan. dan sampai di sebuah danau. Ingatan tentang kejadian malam itu berkelebat cepat dalam benakku. Bagaimana aku terlempar ke dalam danau itu, bagaimana aku dikepung para kavalier vampire, dan bagaimana Leon membawaku pergi. Aku bergidik mengingat itu. Bukan karena ngeri. Tapi karena malu akan kelemahanku.

            Aku kembali ke kebiasaan awalku. Duduk menyendiri, di samping danau ini. Tak peduli lagi jika ada para vampire itu. Yang pasti, aku disini hanya untuk satu…. Menunggu kerabat dekatku. Ketika kupejamkan mata, aku mendengar suara gemerisik di belakangku. Tapi anehnya, aku tak merasa dalam bahaya. Keadaan seperti ini malah membuatku tetap diam di tempatku. Kemudian rasa hangat dan nyaman itu datang. Rasa hangat yang aneh dalam pelukan dingin seseorang.

            “Leon…?”

Aku memutar posisi dudukku, hingga aku berhadapan dengannya. Itu benar dia. tak bisa kubayangkan betapa bahagianya aku bisa jumpa dengannya lagi. meski tadi pagi kita tlah bertemu, namun itu hanya pertemuan singkat, dan kurasa dalam situasi yang tak mendukung pula.

            “masih melakukan rutinitas lama…?”

Dia tersenyum setelah berkata itu. Senyumnya sungguh menawan. Hingga membuatku tak fokus pada apa yang aku lakukan dan akan katakan. Bisa dibilang, aku sedang salah tingkah. Melihatku, dia hanya tersenyum. Konyolanya aku…!

            “yaaahh… begitulah…”

Aku memaksakan senyum kakuku padanya. Dia kembali mendekat padaku, dan hendak melingkarkan tangannya ke pinggangku. Tapi aku dengan cepat menyingkir. Meski aku cinta dan sangat mencintainya, namun aku tak mau bertingkah seperti wanita tak punya harga diri di depannya. Bagaimanapun juga, masih ada wanita lain di sisinya yang menjadi penghalang kemesraan kami.

            Tampak Leon mengrnyitkan dahi, bingung akan tingkahku.

            “kita sama-sama mempunyai orang yang disayangi. Tak seharusnya kita melakukan hal itu di belakang mereka”

Dia mulai menjauh ketika mendengar penuturanku. Entah mengapa aku menyesal mengatakan itu. Mestinya kubiarkan saja dia memelukku, dan menciumku sehingga dia bisa merasakan kebenaran kalau akulah fem-nya. Terus terang, aku rindu sentuhan dingin bibirnya di bibirku. Aku menunduk. Waktu terasa begitu membosankan dan kaku di antara kami.

            “aku harus pergi…!”

Ucapnya dingin. Belum sempat aku mencegahnya, dia sudah berlalu dari hadapanku. Apa-apaan ini. Ini sungguh sesuatu yang sangat tidak di harapkan.

            Akupun kembali sendiri. Namun tak ada niat sedikitpun untuk kembali. Aku masih ingin berlama-lama disini dengan alasan yang tidak masuk akal. Mungkin Leon akan kembali kemari, dan memelukku sambil meminta maaf karena telah meninggalkanku. Pikiran bodoh, aku tau. Namun tetap saja aku lakukan.

the last 'lego'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang