CHAPTER 12

1.3K 15 0
                                    

Aku berjalan di samping Cha dengan tenang. Nyaris tak ada kata yang terlontar dari kami. Keadaan begitu sunyi. Hanya suara gemeretak ranting pohon yang kita injak, dan suara-suara hewan liar yang sedari tadi terdengar. Failera, tak nampak disini. Dia hanya mengantar kami sampai di pinggiran hutan tempat perbatasan dengan negeri para peri. Selain itu, dia juga harus mencari jawaban tentang bagaimana kita bisa mencapai Leanderwich. Jalan dari pinggiran hutan menuju rumah kayu di tengah hutan itupun tak terlalu jauh. Meski begitu, kurasakan kakiku mulai pegal. Itu memang disebabkan oleh high heels yang kupakai. Ditambah dengan gaun khas negeri vampire yang menambah lambat jalanku. Dengan terpaksa, akupun melepas high heels itu dari kakiku, dan menyingsing kain gaun itu sampai hampir mencapai lututku. Cha hanya melirikku sekilas, lalu memalingkan wajahnya lagi. Berlagak serius memperhatikan jalan bertabur daun kering dan ranting pohon yang kami lewati.

"aku mempunyai firasat buruk tentang sesuatu yang akan terjadi..." ucapnya memecah kesunyian diantara kami.

"tenanglah... Tak akan ada yang terjadi...".

Seketika, Cha menghentikan langkah kakinya, dan langsung menghadapku dengan menatapku tajam.

"kau meragukan kemampuanku...?!!".

Aku tersentak kaget.

"ti... Tidak... Maksudku... Aku... Akan baik-baik saja...". Ucapku dengan gugup.

Tak kusangka Cha sesensitive itu. Dia lalu berpaling dariku, dan kembali meneruskan langkahnya yang tertunda. Akupun mengikutinya dengan pikiran yang campur aduk.

"benar-benar akan ada kejutan untuk kita nanti...". Ucapnya lirih.

Setelah itu, kami kembali berjalan dalam diam. Tapi keheningan itu tidak bertahan lama. Karena satu jam kemudian, kami sudah tiba di rumah kayu, tempat sementara kami tinggal. aku berhenti di luar. Memperhatikan rumah itu sejenak. Dan…. Pikiranku kangsung mengacu pada satu nama itu. Entah mengapa, aku merasa belum siap bertemu dengannya. Aku merasa sangat bersalah, hingga meruntuhkan semua keberanianku untuk bertemu dengannya.

“kau tidak mau masuk, dan mengganti bajumu…?”

suara Cha yang masih terdengar jutek itu mengagetkanku. Akhirnya dengan masih ragu, aku melangkahkan kakiku masuk kedalam rumah kayu itu. Lantainya sedikit berderik ketika kakiku berpijak diatasnya. Seperti mengejekku atas kesalahan besar yang kubuat. Meski begitu, aku tetap melangkahkan kakiku menuju kamarku.

Setelah mandi dan berganti baju, aku langsung menuju dapur. Satu jam berjalan di hutan tanpa makan, berhasil membuat perutku berdendang. Setelah menuruni semua anak tangga, tiba-tiba saja ada seseorang yang mendekapku erat. Erat sekali. Hingga nafasku menjadi sesak olehnya.

“aku sangat merindukanmu Shill… kehilanganmu beberapa hari saja, seperti bertahun-tahun untukku…”

Suara itu. Aku mengenali suara itu. Itu suara Dan. Mendengar keseriusan dari nada suaranya, dan merasakan belaian mesrah tangannya di rambutku, membuat lututku lemas. Ingin rasanya kututup mata dan hati ini, agar kubisa kebas dari rasa bersalah yang sedang menyerbuku saat ini.

“aku… juga merindukanmu…” ucapku ragu, sambil membalas pelukannya. Detik kemudian,

Dan melepaskan tubuhku dari pelukannya. dia memandangku sambil tersenyum.

“aku harap kau tidak meninggalkanku lagi, Shill… aku tidak tau bagaimana aku bisa bertahan tanpa kau disini…”

Deg… jantungku seperti berhenti berdetak. Apa yang harus kulakukan…? Tidak mungkin aku mengatakan yang sebenarnya. Cintanya terlalu tulus untuk ku rusak dengan penghianatan yang kubuat. Tuhan… mengapa kau buat takdirku sesulit ini. Air matapun menggenang di pelupuk mataku. Maafkan aku Dan… hanya kata itu yang ingin kuucapkan padanya. Namun melihat senyumnya, aku merasa tak tega. Aku lalu beralih memandang Cha. Dia memandangku dengan pandangan yang seolah-olah berkata ‘semuanya akan baik-baik saja’. Aku menunduk pada akhirnya. Mencoba meyakinkan diriku kalau ini semua memang akan baik-baik saja.

the last 'lego'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang