CHAPTER 15

1.1K 18 5
                                    

            Aku masih terpaku memandangi Cha yang sudah berlalu. Aku jadi heran. Sebenarnya ada perubahan apa yang terjadi pada penghuni rumah ini selama aku pergi. Kenapa semuanya berkelakuan aneh. Aku lalu mengalihkan pandanganku ke pemandangan hutan yang terpapar di kaca jendela kusam kamar ini, sambil memikirkan hal lain. Tapi di sela-sela pohon besar yang menjulang tinggi itu, kulihat seorang wanita berambut emas dan bergaun merah mencolok sedang berdiri anggun sambil menatap lekat kearah kamarku. atau….. lebih tepatnya menatapku…? Akupun memfokuskan pandanganku padanya. Aku tersentak setelah mengetahui siapa dia. Meski pemandangan di luar gelap, namun aku yakin wanita itu adalah………

            “Leea…???”

Ucapku setengah terkejut. Wanita vampire yang ternyata adalah Leea itu tersenyum kearahku, dan langsung melesat pergi. Tak ingin kehilangannya, aku lalu menghampiri jendela dan membuka kacanya lebar-lebar. Namun sayang dia sudah tak nampak. Pikiranku kembali berkecamuk dengan hal-hal yang tak penting. Kejadian aneh seharian ini membuatku tak bisa mengacuhkannya. Dengan langkah gontai, aku kembali ke tempat tidurku dan merebahkan tubuhku. Dengan cara ini, otak dalam kepalaku mungkin akan sedikit tenang. dan memang benar. Tak begitu lama aku berbaring, matakupun semakin berat hingga akhirnya terpejam.

            Keesokan paginya setelah mandi, aku memutuskan untuk mberdiam diri di kamar. dan berpura-pura lupa akan kebiasaan sarapan yang biasa kami lakukan. Selain banyak yang aku pikirkan hingga membuat kepalaku pusing, aku juga tak ingin kejadian tadi malam dengan Alv terulang lagi. cukup hanya Alv yang menyudutkanku. Lagipula aku juga masih tak ingin bertemu Cha, setelah kulihat sisi menyeramkannya tadi malam.

            Mengingat tak ada yang bisa aku lakukan, jadi kuputuskna untuk bermalas-malasan saja di tempat tidurku ini. Namun tiba-tiba aku dikagetkan dengan suara hentakan jendela yang terbanting keras hingga menampar dinding kamarku. Aku tersentak, hingga ingin rasanya melompat dari tempat tidurku.

            Sesaat aku terpaku di tempatku. Itu Leon. Dia datang….. menemuiku…? Aku masih menganga, ketika kulihat dia tersenyum sambil bertengger di jendelaku.

            “aku merindukanmu… jadi, bolehkah sesekali aku mampir…?”

Kata-katanya seperti menghipnotisku, hingga tanpa sadar, aku mengangguk dengan sendirinya. Masih dalam keadaan tercengang. Sungguh memalukan…!

            Leon lalu turun dari dahan jendela itu, dan berjalan mengitari kamarku, lalu duduk di sebelahku. Aku tau dia memandangiku. Aku dapat merasakannya meski kutundukkan kepalaku dalam-dalam.

            “Cha memberitauku tentang hal buruk yang akan segera terjadi”

Ucapnya memulai pembicaraan. Aku tau ini pasti berhubungan dengan kejutan-kejutan yang selalu Cha bicarakan.

            “apa ini benar-benar buruk…? Maksudku… ketika mengatakannya, Cha tak seperti dirinya…”

Leon tertawa renyah. Sepertinya dia sudah tau yang akan terjadi. Hey…! Kenapa sepertinya hanya aku yang kelihatan bodoh disini. Apa karna aku lego terakhir, jadi dianggap tak terlalu penting…!

            “ini akan sangat mempengaruhimu, Shill… aku sudah menemui Failera, dan mencoba mencari cara tercepat ke Leanderwich. Tapi, waktu tak memihak pada kita”

            “sebenarnya kerabat seperti apa yang dia maksud…?”

            “kau akan tau sendiri… pastikan jangan menyesali keputusanmu untuk kembali kemari…!”

Ucapnya sambil tetap tersenyum. Namun senyuman itu terasa seperti sedang mengejekku. Ketika aku ingin menanyakan tentang hal itu lebih jauh lagi, pintu kamarku terbuka bertepatan dengan hilangnya Leon. Kudapati Nic berdiri di sana sambil menatapku. Tatapan dingin seperti biasanya.

            “apa kau tak mau sarapan…?”

Aku mendesah. Masih dalam keadaan duduk di atas tempat tidurku, tanpa minat beranjak dari sana sedikitpun.

            “semua sedang menunggumu…!”

Aku menatapnya heran.

            “mereka menungguku untuk sarapan bersama…?”

Tanyaku girang. Ternyata teman-temanku memiliki jiwa toleransi tinggi juga.

            “jangan bodoh…! Liat sudah jam berapa ini. kami takkan rela mati kelaparan hanya untuk menunggumu…!”

Aku mengerucutkan bibirku. Bodoh…! Seharusnya aku sudah tau kalau mereka tak begitu memiliki rasa toleransi terhadapku.

            “ada yang ingin kami bicarakan denganmu… turunlah…!”

Aku masih mematung di tempatku. Aku benar-benar tak memiliki selera untuk turun. Apalagi mengobrol dengan mereka. Nic mendesah, lalu menghampiriku dan menarik paksa tanganku.

            “aduuh…! Heyy…! Ini menyakitiku…!”

Teriakku padanya ketika dia menyeret diriku keluar kamar. dia selalu seperti ini. Apa dia tak pernah belajar untuk memperlakukan seseorang dengan selayaknya.

            Sesampainya di ruang makan, kudapati semuanya tengah berkumpul. Seperti dulu, hanya ada satu piring dengan makanan penuh di atas meja depan kursi kosong. Kursiku…. Sarapanku…. Mereka semua memandangiku ketika aku berjalan mendekat. Pandangan mereka benar-benar membuatku kikuk.

            “Nic bilang, ada yang ingin kalian bicarakan…!”

Ucapku sedikit gemetar. Aku takut mereka akan membahas tentan aku dan Dan. Cha menghela nafas panjang.

            “Dan ingin ada ikatan denganmu…!”

Spontan aku tersedak… ini lebih buruk… kukira…!

            “APA…!!!?”

Cha memutar bola matanya dan mengucapkan kalimat itu sekali lagi. Kali ini dengan nada karas dan memberikan sedikit penekanan ketika mengucapkannya.

            “kupikir itu bukan hal buruk. Mengingat kalian sudah saling mencintai…!”

Ujar Alv menimpali, sambil tersenyum kearahaku. Aku benar-benar sudah kehilangan selera makan. Apa maksudnya ini. mengapa mereka tiba-tiba memojokkanku, dengan mengatakan ini tanpa persetujuanku…!

            “aku tak harus menjawabnya sekarang kan…?”

Ucapku ragu.

            “kenapa…?”

Tanya Nic dengan nada dingin.

            “aku belum… siap…!”

Aku lalu menunduk. Aku tak mau semua orang mendengar kegetiran dalam nada suaraku.

“bukan itu maksudku…”

Aku mengangkat wajahku, dan memandanginya dengan tatapan ingin tau.

            “kenapa kau harus menjawabnya. Bukannya sudah jelas kalian saling mencintai…”

Aku lemas. Tulangku sepertinya rontok seketika. Aku baru saja ketahuan. Aku mengedarkan pandanganku kearah mereka. Tepat seperti dugaanku. Mereka memandangiku dengan tatapan curiga. Kecuali Dan yang sedari tadi hanya menunduk.

the last 'lego'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang