Setelah kejadian tak terduga tadi, aku memutuskan untuk berdiam diri di kamar. Memang ini kamarku dan juga kamar Cha. Namun saat ini, aku mau menjalani sisa hari dengan menyendiri dulu. Aku tak mau kembali melihat tatapan penuh curiga, atau benci ditujukan padaku lagi. cukup untuk pagi ini saja.
Aku terus melamun, hingga tak kusadari ketukan di pintu kamarku yang semakin lama, semakin keras. Benar-benar mengganggu. Tapi aku tak memiliki niat sedikitpun untuk beranjak membuka pintunya. Biar saja seperti itu. Biar mereka tau. Kalau Shill memang seorang pecundang, yang tak bisa bertanggung jawab atas apa yang telah dia perbuat. Ooohh… sungguh memalukan…! Aku membenamkan wajahku kedalam tanganku, dan berharap ini semua hanya mimpi.
“Shill…! Apa kau mendengarku…? Aku tau kau berada didalam… aku mohon, buka pintunya…”
Suara Dan menyadarkanku kalau semua ini nyata. Rasanya aku ingin melompat dari jendela ini, dan berlari jauuuh, hingga tak kembali kemari. Tapi, kakiku berkehendak lain dengan hatiku. Dia malah membawaku menuju pintu, dan membukanya, hingga terdapat sedikit celah antara aku dan Dan.
“apa yang kau inginkan…”
Ucapku lebih terkesan jengkel.
“aku minta maaf soal tadi pagi. Mungkin itu terlalu cepat untukmu…”
Aku mengangguk kesal menanggapi ucapannya.
“aku… hanya tak ingin kehilanganmu, Shill…”
“apa seperti itu caranya…? Kau membuatku tampak konyol di depan semua… kau tau, begitu banyak yang aku alami… jadi please, jangan menambah beban padaku…!”
Dia menatapku tajam. Tatapannya terlihat sayu dan sedih.
“apa itu benar-benar mengganggumu…? Apa pernyataan sayangku benar-benar membuatmu terbebani…?”
Aku langsung menyadari betapa kasarnya ucapanku. Aku bingung dan tergagap tak karuan. Aku membuka daun pintu itu selebar mungkin, dan meraih tangan Dan. Namun tangannya kaku dalam genggamanku.
“bukan itu… maksudku… semuanya terlalu terburu-buru, Dan… itu membuatku tak nyaman. Lagipula waktunya tak tepat… kau tau kan, kita dalam suasana genting…”
Dan hanya diam dan mengangguk lemah.
“maaf… aku memang keterlaluan… tapi, aku hanya takut tak bisa bersamamu lagi, mengingat dimana kita sekarang”
Ucapnya dengan suara lirih.
“aku… janji… takkan ada yang terjadi pada kita, hingga ini semua usai”
Dia lalu mengangkat wajahnya, dan memandangku dengan senyum yang tampak lega. Dari tatapannya, dia sepertinya menaruh harapan yang tinggi padaku. Aku membalas senyumnya, dan mengecup bibirnya sekilas.
“just trust me, ok…?”
Sambungku. Dia mengangguk dan mencium mesrah keningku, dan membisikkan kata love u di telingaku, lalu beranjak meninggalkanku yang masih mengawasi kepergiannya. Aku tersenyum seorang diri. Senyuman pahit seorang pembohong. Aku yakin sepenuhnya, bisa menyelamatkan dan menjaganya, mengingat betapa hebatnya kemampuanku. Namun… aku ragu dalam menyelamatkan hatinya dari duri yang sedikit demi sedikit kuciptakan, dan semakin tumbuh menakutkan di setiap harinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
the last 'lego'
Vampierawalnya aku menganggap kalau aku seorang kavalier biasa. namun kemudian aku mendapat kehormatan menjadi 'militum', penjaga untuk para 'lego'. tapi semuanya berubah. aku tidak menyangka sebelumnya kalau aku-lah yang akhirnya menjadi 'lego' yang terak...