CHAPTER 7

1.8K 17 1
                                    

Aku membuka mataku. Masih tetap sama. Aku masih di kamar bernuansa hitam ini. Aku beranjak dari tempat tidurnya. Menghampiri cermin oval yang terpampang di sebelah kananku. Aku tampak kacau. Kaos pink-ku penuh darah, dan celana jeansku sudah tak tentu lagi bentuknya. Tunggu, ada yang berbeda. Aku semakin mendekatkan diri ke cermin itu. Oh ya, aku ingat. Semua lukaku hilang. Bahkan tak ada sedikitpun bekas luka di kulitku. Cha memang menakjubkan. Dia lebih hebat dari dokter kalau kuakui. Mungkin dia akan sukses dan menjadi kaya raya kalau memang dia mau menjadi dokter. Ahh, sudah cukup memikirkan hal yang tidak penting. Aku harus mandi. Tubuhku terasa lengket. Aku berjalan santai menuju pintu berwarna hitam disamping lemari pakaian besar. Tidak menunggu waktu lama lagi, aku langsung masuk kedalam kamar mandinya. Ini tampak berbeda. Semuanya bernuansa... Biru?. Terus terang saja, kamar mandi ini terlihat lebih cerah dari kamar tidurnya. Setelah menyiapkan semuanya, aku langsung berendam di bathtub. Air hangatnya seperti memijat lembut tubuhku. Ini jauh lebih baik daripada tenggelam dalam danau berair dingin di tengah hutan malam itu. Aku memejamkan mataku. Merileks-kan pikiranku. Kejadian tadi malam seketika singgah dalam otakku. Aku dapat mengingat jelas bagaimana aku menyiksa Leon. Sepertinya aku sudah keterlaluan padanya. Benar aku masih marah padanya karena sebab membunuh orang tuaku. Tapi, sepertinya kita impas. Karena dibalik semua itu, ternyata Roselva yang... Ya, bisa dibilang sekarang adalah nenekku telah membunuh orang tuanya. Lagipula, aku akan melakukan hal yang sama ketika berada di posisinya. Aku terus bergejolak dengan pikiranku itu, hingga kurasakan airnya mendingin. Ini waktunya aku untuk beranjak dari kamar mandi. Aku meraih handuk, dan mengeringkan tubuhku dengan segera. Lalu kulilitkan handuk itu di sekitar tubuhku. Menutupi dada hingga di pertengahan pahaku.

Aku langsung keluar dari kamar mandinya. Sekarang apa yang harus kukenakan?. Tidak mungkin aku mengenakan baju yang sama. Baju itu tampak menyedihkan. Aku memutar tubuhku menuju lemari pakaian besar di samping kiriku. Mungkin ada sesuatu disini yang dapat membantuku. Aku membuka pintu lemarinya. Baju pria tampak berjajar rapi disana. dan juga ada sebuah koper besar di pojok lemari ini. Aku meraihnya. Meletakkannya di atas tempat tidur dan membukanya. Ada beberapa gaun disana. Ini mengherankan. Untuk apa Leon menyimpan gaun didalam lemarinya?. Aku mengangkat bahuku. Membuang pikiran yang tidak penting itu. Ketika aku asyik memilih gaun, pintu kamar tiba-tiba terbuka. Aku terperanjat, dan langsung melompat ke tempat tidurnya.

"oh, maaf..." ucap Leon sambil menundukkan kepalanya dengan tetap berdiri di depan pintu.

"ya, tak masalah. Setidaknya aku masih mengenakan sesuatu di tubuhku" ucapku tanpa ekspresi.

"aku hanya ingin memberitaumu kalau sarapan untukmu sudah siap".

Dia lalu keluar dari kamar tanpa memberi kesempatan padaku untuk membalas kata-katanya. Akupun langsung meraih gaun cream yang berada di tumpukan teratas. Sebelum aku mengenakannya, aku memilih mengenakan tanktop tipis dan celana pendek tipis yang sudah tersedia di samping gaun-gaun itu. Aku menyebutnya sebagai pakaian dalam tentunya. Beberapa menit kemudian, gaun cream tadi sudah melekat di tubuhku. Gaun ini simple. Tapi bagian lehernya terlalu rendah. Aku memandang diriku di cermin, sambil berputar singkat. Aku jadi terlihat lebih anggun dan kesan wanitaku menjadi semakin kuat. Aku tersenyum bangga pada diriku sendiri, setelah menyadari kalau aku tidak terlalu buruk. Aku lalu beranjak keluar kamar, setelah menyisir rapi rambutku yang kubiarkan tergerai. Aku menuruni anak tangga yang melingkar, dan sampai di sebuah ruangan yang seperti ruang keluarga. Aku berhenti diujung tangganya. Tentu saja, aku tidak tau arah dimana dapur berada.

"lady Pricshilla, sarapan anda sudah siap. Mari, saya antar anda menuju meja makan". Ucap seorang wanita paruh baya yang tiba-tiba saja muncul disampingku, sambil membungkukkan badannya sekejap. Aku mengangguk, dan mengikutinya. Wanita ini memakai pakaian sederhana. Sepertinya, dia pelayan disini. Kami berjalan dalam diam. Tak lama kemudian sampailah kami pada suatu ruangan yang didalamnya terdapat meja yang panjang dengan dikelilingi kursi-kursi kayu. Hanya ada satu piring berisi makanan disana. Wanita itu langsung menarik kursi didepan makanan tadi, sambil membungkukkan badannya tanda mempersilahkan aku duduk. Tanpa rasa segan aku langsung duduk di kursi yang telah dipersiapkannya untukku. Aku melihat sekeliling sebelum melahap sarapanku. Meja makan ini tampak sepi. Ada banyak kursi disini, namun hanya ada aku yang duduk di salah satu kursinya untuk menikmati hidangan pagi ini.

the last 'lego'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang