Sekarang Jiel sedang berada di kamar rawat sendirian karena tadi Ansel izin keluar untuk membeli makan siang di kantin. Kamar itu sangat berisik dengan suara televisi dan suara handphone karena jiel dengan sengaja menaikkan volume keduanya agar ia tidak merasa kesepian. Biarkan saja ruangan lainnya akan terganggu yang penting dirinya tidak merasa kesepian.
"Ayah kenapa lama banget sih" decak jiel kesal.
Sudah satu jam ayahnya pergi tapi sampe sekarang belum juga kembali dan itu yang membuat jiel semakin kesal pada ayahnya.
"Kesel banget sama ayah, udah tau aku takut sendirian malah di tinggal gak balik balik" jiel mengomel dengan tangan yang di lipat didepan dada tidak lupa juga jiel mengerucutkan bibirnya.
Bahkan jiel tidak perduli jika nanti jarum infus yang berada di tangan nya ketarik.
Terdengar suara pintu yang dibuka yang berarti ada seseorang yang masuk, jiel yang mendengar itu pun langsung membuang muka kesamping ia akan merajuk ke ayahnya karna sudah meninggalkan nya sendirian di kamar.
"Ayah kenapa lama banget sih, jiel bosen tau dikamar sendirian. Jiel juga takut sendirian" amuk jiel tanpa mengalihkan pandangan nya membuat ia tidak tau siapa yang ia ajak bicara.
"Adek ini bunda" jiel menegang, perlahan lipatan tangannya melemas dengan detak jantung yang memburu.
Entah mengapa ia selalu takut jika mendengar suara bundanya. Bayangan dirinya yang di dorong kedalam gudang seakan terputar otomatis di kepalanya. Padahal jiel sudah mencoba untuk melupakan kejadian itu dan memaafkan sang bunda.
Putri berdiri sedikit jauh dari ranjang jiel, putri tidak berani jika lebih dekat dengan jiel karena ia masih ingat jiel yang mengamuk saat didekati dirinya.
"Adek, bunda kesini cuman mau minta maaf. Gak apa-apa kalo adek gak mau liat bunda, Adek gak usir bunda juga bunda udah bersyukur banget sayang" putri meneteskan air matanya.
Putri merasa sangat bersalah, ia terlalu sering menyakiti putra bungsu nya dan ia berjanji kalau ini yang terakhir kalinya ia berbuat sesuatu yang mencelakai putranya.
Tiba-tiba putri terduduk dilantai.
"Bunda merasa bersalah sama jiel karna bunda udah berbuat jahat sama adek hiks sampe adek sakit karna bunda. Sekarang jiel berhak kok benci sama bunda. Maaf ya sayang hiks lagi lagi bunda nyakitin jiel hiks" jiel ikut meneteskan air matanya. Kali ini jiel tidak mengamuk seperti saat pertama kali ia bertemu bundanya setelah kejadian itu walaupun rasa takut itu masih ada.
"Adek gak usah takut sama bunda karna sekarang bunda udah gak sama ayah lagi jadi kita bakalan jarang ketemu sayang. Tapi kalo bunda kangen jiel bunda boleh kan main ke rumah hiks, bunda mohon dek" jiel tidak menjawab.
Jiel terus meremas selimut nya untuk menahan isakan, sejujurnya ia tidak tega melihat bundanya yang tertunduk sembari menangis hanya untuk meminta maaf padanya.
Tapi jiel juga cukup kecewa kepada bundanya, karna bundanya lebih memilih orang lain dari pada anaknya sendiri. Bahkan bundanya tega menghukum dirinya sampai ia masuk ke rumah sakit hanya karena membela orang lain. Itu yang membuat hati jiel sakit.
"Sekali lagi bunda minta maaf dek" putri berdiri lalu mengusap air matanya. "Ya sudah Bunda pamit ya sayang jiel jaga kesehatan ya jangan lupa minum obat juga biar cepet sembuh, bunda sayang jiel" setelah mengucapkan itu, putri melangkah pergi tapi baru dua langkah suara jiel mampu menghentikan langkah nya.
"Bunda hiks" panggil jiel, suara anak itu sedikit serak dan bergetar.
Jiel memilih menyingkirkan ego nya dan memilih untuk memaafkan sang bunda. Lagi pula tidak baik mengabaikan maaf seseorang apalagi itu ibu nya sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect family 2
General FictionLanjutan perfect family Jangan harap ada konflik besar dicerita ini karna itu tidak akan terjadi 🙂