10 | Dari Hari Ke Hati

837 89 0
                                    

Zian langsung mendekat pada Tika untuk meraih cutter dari tangan wanita itu. Sayangnya, cengkeraman tangan Tika pada cutter itu terlalu kuat, hingga Zian harus sedikit mencoba lebih keras untuk mengambilnya. Larasati masih terpaku di tempatnya. Kedua mata Tika kini mulai basah seiring dengan tangisan Manda yang masih memeluknya dari arah belakang.


"Ibu selama ini egois, tapi keegoisan Ibu tertutupi oleh lemah lembutnya Ibu terhadap kami. Ibu tidak pernah mau memikirkan jalan keluar apa yang tepat jika kami berada dalam masalah. Ibu hanya menuntut penyelesaian yang bisa membuat lega semua orang. Ibu tidak tahu betapa kami juga merasa lelah untuk menyelesaikan setiap masalah yang datang. Tapi Ibu tidak peduli akan hal itu. Ibu tidak mau repot-repot memikirkan masalah karena merasa selama ini sudah terlalu banyak menyelesaikan masalah. Itulah alasan sebenarnya mengapa Ibu menutup kelebihan yang Ibu punya. Ibu merasa sudah memiliki penerus, jadi Ibu tidak mau lagi terbebani dengan masalah apa pun," ujar Tika dengan suara bergetar.

Larasati menggelengkan kepalanya seraya menahan air mata.

"Tidak, Sayang. Bukan seperti itu yang ...."

"Ibu tidak pernah bertanya bagaimana perasaan kami selama ini," Tika memotong ucapan Larasati. "Jika kami berempat pulang dengan selamat, Ibu langsung menganggap segalanya telah berakhir. Ibu tidak pernah sama sekali bertanya apakah kami lelah? Apakah kami baik-baik saja? Apakah ada hal yang harus Ibu ketahui setelah kami mengurus masalah? Tidak, Bu. Ibu tidak pernah melakukan hal itu sama sekali selama ini. Dan itu adalah bukti terbesar bahwa Ibu sangat egois. Jadi jangan tanya padaku, kenapa aku merasa ingin mati sekarang. Aku capek, dan Ibu hanya peduli dengan hidup Ibu sendiri tanpa mau tahu beban apa yang kami rasakan."

Zian akhirnya berhasil mengambil paksa cutter dari genggaman tangan Tika. Tika memaksa Manda melepaskan pelukannya, lalu menarik tangan Manda agar ikut dengannya ke lantai atas. Larasati tidak bisa mengatakan apa-apa saat itu, karena semua yang Tika katakan adalah hal yang benar. Narendra mendekat pada Larasati dan merangkulnya seperti biasa. Yvanna, Jojo, dan Zian masih ada di dekat mereka berdua sambil menatap ke arah tangga yang sudah kosong.

"Tumben kamu tidak menyanggah apa pun, Yv," ujar Jojo.

"Entah apa yang harus kusanggah, Jo. Nyatanya semua yang Kak Tika ungkapkan barusan adalah fakta dari kehidupan kami selama ini. Aku juga ingin meluapkan perasaan seperti itu, tapi aku terlalu menjunjung tinggi kesopanan dan adab sehingga sering memilih bungkam," balas Yvanna, secara terang-terangan di hadapan kedua orangtuanya.

Yvanna pun memutuskan segera beranjak dari sana, menuju ke arah Ben yang tampak masih begitu lelah akibat perjalanan yang mereka tempuh. Zian dan Jojo juga mengikuti langkah Yvanna, sementara Larasati semakin merasa bersalah karena tak pernah menanyakan perasaan anak-anaknya selama ini karena merasa tak perlu memusingkan hal yang sudah diatasi.

"Jika Yvanna juga berpikir seperti itu, berarti aku benar-benar Ibu yang gagal memahami anak-anaknya sendiri," gumam Larasati.

"Kamu tidak gagal, Bu. Kamu hanya kurang punya waktu dan kurang menyempatkan diri untuk menanyakan bagaimana perasaan mereka," hibur Narendra.

"Jangan berusaha membuatku merasa lebih baik, Yah. Demi Allah itu sama sekali tidak akan membantu situasiku dan Tika agar segera membaik," tolak Larasati, sambil melepaskan rangkulan tangan Narendra dari pundaknya.

Larasati segera menaiki tangga menuju ke lantai dua. Pintu kamar Tika terlihat tidak tertutup olehnya ketika tiba di atas. Suara tangisan Manda masih terdengar meski sangat lirih. Larasati mencoba melihat ke dalam kamar tersebut dan melihat kalau Tika saat itu sedang memangku sambil mendekap Manda seperti saat mereka masih kecil dulu. Yvanna memang selalu menjadi tumpuan bagi semua saudara dan saudarinya, namun Tika juga selalu berperan untuk menenangkan perasaan Adik-adiknya ketika sedang ada masalah. Tidak heran kalau pada akhirnya Manda menumpahkan perasaannya kepada Tika, karena Manda sangat tidak menyukai Tika yang berputus asa.

"Ja--jangan bertindak ... gegabah. A--aku ... tidak mau ka--kalau Kakak ... me--menyerah terhadap an--ancaman dari ... Biantoro. Aku ... tidak mau ke--kehilangan Kakak. A--aku ... aku benar-benar akan me--memenuhi apa yang Kakak ma--mau. Tapi Kakak ... jangan pernah berpikiran u--untuk bunuh diri. Jangan pernah ... tinggalkan a--aku," mohon Manda, di tengah-tengah isak tangisnya.

Airmata terus mengalir di wajah Tika, namun wanita itu menangis tanpa suara. Manda menghapus airmata itu berkali-kali, karena benar-benar membenci diri Tika yang sedang melemah. Tika yang biasa ia hadapi adalah sosok yang kuat, namun kali ini ia benar-benar harus menghadapi Tika yang begitu rapuh di tengah masalah akibat ulah Biantoro.

"Menikahlah dengan Jojo, Manda. Berhenti menyembunyikan perasaanmu terhadapnya. Kamu tahu kalau dia juga menyayangimu, seperti bagaimana kamu menyayanginya selama ini. Sudah berapa tahun kamu dan Jojo saling memendam perasaan? Haruskah Jojo menunggu lebih lama lagi? Tolong ... berhenti membuat dia merasa sakit seperti semalam. Menikahlah dengannya dan jadilah bagian dari hidupnya yang selama ini begitu mengharapkan kamu," pinta Tika, masih sama seperti sebelumnya.

Manda kini menatap tepat ke arah netra milik Tika yang begitu indah. Ia berusaha keras untuk berhenti menangis. Manda selalu mengagumi warna indah yang Tika miliki pada kedua matanya sejak mereka masih kecil. Warna netra Tika selalu membawakan sesuatu yang berbeda setiap kali Manda menatapnya.

"Kalau begitu Kakak juga harus berjanji padaku. Kakak harus bicara berdua dengan Kak Zian hari ini juga. Bicarakan tentang perasaan Kakak terhadapnya, karena aku tahu kalau Kakak sudah jatuh cinta pada Kak Zian sejak pertama kali saling bertemu di rumah Keluarga Adriatma, hanya saja Kakak terlalu takut akan ditolak oleh Paman Bagus dan Bibi Ayuni. Sekarang Kakak jelas sudah tahu bahwa tidak akan ada di antara kita yang akan menerima penolakan dari anggota Keluarga Adriatma. Dan aku yakin, Kakak juga sadar betul bahwa Bibi Ayuni sudah menganggap Kakak sebagai bagian dari keluarganya, sejak Kak Zian memiliki perasaan untuk Kakak. Jadi ... aku ingin Kak Tika berhenti terombang-ambing dengan perasaan sendiri. Katakan dengan jujur semuanya, balas perasaan Kak Zian, dan ayo kita mulai semuanya bersama. Aku akan menikah dengan Kak Jojo, karena aku mencintainya selama ini. Begitu pula dengan Kakak yang akan menikah dengan Kak Zian, karena kalian berdua saling mencintai," tutur Manda, yang kemudian mengecup kening Tika dengan penuh rasa sayang.

Tika bisa merasakan kasih sayang yang begitu besar ketika Manda mengecup keningnya. Larasati masih berdiri di depan pintu kamar itu dan sama sekali tidak berani masuk untuk menyela pembicaraan kedua putrinya. Mereka sedang berbicara dari hati ke hati, sehingga Larasati merasa tidak ingin mengacaukan situasi tenang di antara keduanya.

Seseorang meremas bahu Larasati dengan lembut, membuatnya langsung berbalik dan tampak terkejut ketika melihat sosok yang kini sedang tersenyum ke arahnya.

"Tampaknya ... kita memang akan berbesanan seumur hidup, Ra," ujar Arini, yang sejak tadi berdiri di belakang Larasati usai tiba di menara milik Keluarga Harmoko.

"Itu benar, Kak Laras," tambah Ayuni. "Karena tampaknya bukan hanya satu atau dua orang anak saja yang akan menikah di dalam dua keluarga ini, tapi hampir semuanya. Duh ... rasanya kok aku merasa tidak sia-sia meminta Suamiku ngebut ketika menuju ke sini, tadi. Aku benar-benar bahagia karena akan mendapat dua orang menantu sekaligus," ungkapnya dengan jujur.

Larasati pun tersenyum seraya menangis pelan dalam pelukan Arini dan Ayuni.

* * *

TUMBAL UMURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang