Ben meminta Yvanna duduk di pangkuannya ketika mereka sedang mengawasi Tika dan Fani yang akan berbicara berdua di taman belakang rumah. Dari balik jendela kamar kosong yang jarang di tempati itu, Ben dan Yvanna bisa melihat dengan jelas ke arah Tika dan Fani.
"Kamu yakin, Sayang, bahwa mereka berdua akan baik-baik saja meskipun dibiarkan bicara berdua seperti itu?" tanya Ben, sambil mengusap-usap punggung Yvanna dengan lembut."Iya. Aku cukup yakin akan hal itu, Sayang," jawab Yvanna yang kini telah melingkarkan lengan kirinya pada kedua pundak Ben untuk bertumpu agar dirinya tidak jatuh dari pangkuan Suaminya.
"Lalu, kenapa kita ada di sini dan memperhatikan mereka berdua?" Ben ingin tahu.
"Aku tidak memperhatikan mereka berdua, Sayangku. Aku hanya sedang memperhatikan Kak Fani saat ini. Ada sesuatu pada dirinya yang cukup aneh setelah kuperhatikan lebih dalam. Aku ingin mencari tahu mengenai keanehan itu, jadi aku mengajak kamu ke sini untuk menemani aku. Takutnya kamu akan mencari-cari keberadaanku kalau tidak kuajak," jelas Yvanna.
Ben terkekeh pelan dan langsung mendaratkan kecupan singkat di bibir Yvanna yang selalu terlihat menggemaskan baginya.
"Kamu kok tahu sekali kalau aku akan mencari-cari keberadaanmu, kalau kamu mendadak menghilang dari pandangan mataku?" goda Ben.
"Bukankah sejak kita pertama kali dekat hampir dua bulan lalu itu, kamu memang sudah sangat sering mencari-cari keberadaanku kalau aku tidak terlihat oleh pandangan matamu? Kamu selalu saja tampak takut kalau aku mendadak di dekati oleh seseorang. Sehingga kamu terus dan terus saja mencari-cari keberadaanku jika tidak terlihat olehmu. Kamu baru akan merasa tenang, jika aku sudah ada di hadapanmu kembali. Wajahmu benar-benar melukiskan semua hal itu dan aku bisa merasakan betapa leganya kamu ketika akhirnya menemukan keberadaanku," tutur Yvanna.
Wajah Ben jelas memerah perlahan ketika mendengar penuturan Yvanna tentang tingkah lakunya sendiri. Ben mengulum senyum dan sama sekali tidak membantah apa yang Yvanna sebutkan tentang tingkahnya tersebut. Hal itu membuat Yvanna merasa gemas, lalu mendaratkan kecupan di bibir Ben untuk membalas kecupan yang tadi ia terima dari suaminya tersebut.
"Oke, sekarang kamu sudah mendengar apa yang ingin kamu dengar dariku. Jadi, biarkan aku mengawasi Kak Fani dari sini," bisik Yvanna.
"Mm ... perhatikanlah. Aku hanya akan memperhatikan kamu sampai kegiatanmu selesai," balas Ben, ikut berbisik dengan mesra di telinga Yvanna.
Tika saat ini benar-benar duduk berhadapan secara langsung dengan Fani, setelah urusan membicarakan undangan, cincin, dan baju pengantin selesai dilakukan bersama Zian serta yang lainnya. Tidak ada satu orang pun yang ingin ikut campur dalam pembicaraan itu, karena menurut mereka Fani cukup realistis dan bisa mencerna ucapan dengan cukup baik.
"Silakan jika ada hal yang ingin Kak Fani tanyakan padaku. Kita sudah lama saling mengenal, jadi tidak usah sungkan atau merasa tidak enak untuk bertanya," ujar Tika seraya tersenyum seperti biasanya.
Fani pun ikut tersenyum ketika melihat Tika tidak tersulut emosi sama sekali. Padahal tadi Tika jelas sudah mendengar bahwa Fani mencurigainya sebagai wanita selingkuhan Biantoro. Menurut Fani, seharusnya Tika saat itu merasa marah karena dirinya dituduh dengan sesuatu hal yang sangat buruk. Namun kenyataannya, Tika justru terlihat santai saja terutama ketika dirinya dibujuk untuk bersabar oleh keluarga besarnya, calon Suami, serta keluarga besar calon Suaminya. Sekarang, Fani benar-benar harus menghadapi Tika dan menanyakan sendiri perihal hubungannya dengan Biantoro, meski tadi ia sudah mendapat banyak kesaksian tentang Tika selama ini.
"Aku telah bercerai dari Kak Bian dan hari ini tepat sembilan hari aku menjadi janda," ujar Fani.
Tika mendengarkan dengan seksama tanpa ada niatan untuk menyela. Ia terus mengingat pesan Manda terhadapnya, bahwa ia harus berpura-pura tidak tahu meski ia telah mengetahui segalanya.
"Aku terus datang ke kantornya dan berusaha untuk bertemu dengannya. Sekaligus, aku ingin mencari siapa wanita yang menjadi alasan baginya menceraikan aku. Aku beberapa kali datang ke kantor itu dan memang tidak pernah bertemu dengan kamu ataupun Adikmu. Ternyata kamu memang sudah lama pindah tugas dari sana. Aku cukup kaget akan hal itu, karena semalam baru saja Suamiku akhirnya mengatakan siapa wanita yang begitu menghormatinya dan bisa membuatnya merasa nyaman. Dia menyebut nama kamu, dia menyebutnya dengan lengkap. Aku pikir, dia jujur soal itu. Ternyata aku salah. Dia kembali berbohong dan kamu ternyata malah sudah tidak bertemu dengannya selama tujuh bulan terakhir. Sekarang aku harus kembali mencecarnya agar dia mengatakan siapa sebenarnya wanita itu. Aku benar-benar merasa tidak terima karena harus diceraikan dengan cara seperti ini. Aku melawan kedua orangtuaku beserta keluarga besarku ketika akan menikah dengannya. Sekarang dia malah melakukan hal seperti ini kepadaku, jadi aku merasa tidak terima dengan apa yang dia lakukan," tutur Fani, sambil menahan-nahan airmatanya.
"Sudah tanya orang-orang di kantor lamaku itu, Kak?" tanya Tika, kembali berpura-pura.
"Sudah. Tapi mereka juga bilang tidak tahu-menahu soal siapa wanita yang sudah membuat Kak Bian memutuskan untuk menceraikan aku. Semuanya terjadi tiba-tiba. Aku kaget sekali saat datang surat panggilan dari pengadilan. Saat membaca surat itu rasanya aku seperti kehilangan hidup dalam sekejap. Setelah apa yang aku perjuangkan untuknya sampai melawan keluargaku sendiri, dia mendadak membuangku begitu saja seperti sampah," jawab Fani.
Wanita itu akhirnya menangis karena sudah tidak bisa menahan perasaan sakit yang terus disimpannya selama sembilan hari belakangan. Tika pun mendekat padanya dan merangkulnya dengan lembut. Ia mencoba menyabarkan Fani agar tidak terus berlarut-larut dalam kesedihan yang dirasakannya akibat ulah Biantoro.
Yvanna akhirnya menyadari keanehan yang ada pada diri Fani setelah mengawasinya. Ia kemudian mengajak Ben keluar dari kamar itu dan kembali berbaur bersama yang lain seakan tidak baru saja melakukan sesuatu. Tika dan Fani masuk ke rumah itu tak lama kemudian. Yvanna pun langsung menyodorkan secangkir teh ke arah Fani ketika wanita itu duduk di sofa.
"Diminum teh hangatnya, Kak. Habiskan. Jangan lupa baca basmalah terlebih dahulu," ujar Yvanna.
Fani pun tersenyum ke arah Yvanna.
"Terima kasih ya, Dek," ucapnya, lalu segera meminum teh tersebut sampai benar-benar habis.
Reza menatap ke arah Yvanna, karena tampaknya ia tahu betul tentang apa yang sedang Yvanna lakukan saat itu kepada Fani.
"Jadi bagaimana, Nak Fani? Apakah sudah cukup jelas semuanya setelah kamu bicara langsung dengan Tika?" tanya Larasati.
Fani pun menganggukkan kepalanya seraya tersenyum sungkan.
"Iya, Bibi Laras. Semuanya sudah sangat jelas dan aku minta maaf karena telah menuduh Tika dengan tuduhan yang begitu kejam hanya karena mendengar jawaban bohong dari mantan Suamiku," jawab Fani, sambil kembali berusaha menahan airmatanya.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
TUMBAL UMUR
Horror[COMPLETED] Seri Cerita TUMBAL Bagian 5 Baru saja selesai menyelesaikan kasus yang berhubungan dengan hal gaib, Manda tiba-tiba saja mengalami muntah darah. Manda terus saja kesakitan karena ternyata wanita itu telah menjadi sasaran kekejaman dari a...