15 | Membisikkan Sesuatu

871 83 0
                                    

Yvanna pun menatap ke arah Pram setelah mendengar pertanyaan yang diajukan untuknya saat itu.


"Iya, Kek. Itu benar. Hanya saja sayangnya, aku hanya berhasil memusnahkan tempat ritual penumbalan berkedok panti asuhan itu tanpa bisa menemukan di mana Pak Akbar Salim. Dia adalah pelaku penumbalan yang masih aku cari selama ini. Aku menggagalkannya menumbalkan Talia serta anak-anak lain yang tersisa di panti asuhan itu, namun tidak membuatnya berhenti karena dia mendadak menghilang ketika aku membakar panti asuhan itu menggunakan ajian dekap geni. Maka dari itulah kupikir aku telah gagal menyelamatkan Talia dan anak-anak lain yang tersisa. Aku pikir ... itu semua adalah kesalahanku karena aku begitu ceroboh setelah lebih mengutamakan emosiku terhadap Pak Akbar Salim," jawab Yvanna, berterus terang.

Manda kini menatap ke arah Tika, begitu pula dengan Tika yang juga memutuskan menatap ke arah Manda.

"Usia Yvanna saat kebakaran besar itu terjadi masih delapan tahun, 'kan?" tanya Tika, berbisik.

"M-hm. Kakak benar sekali. Jadi ... sudah terbayang bukan, jika Kak Yvanna tidak pernah belajar mengontrol emosinya maka sudah jelas dia akan selalu membakar sesuatu sampai menjadi abu jika sedang merasa marah," jawab Manda, ikut berbisik.

"Dan hal itulah yang mungkin akan Istriku lakukan terhadap Biantoro, kalau sampai terjadi sesuatu pada kalian berdua akibat ulah laki-laki itu," tambah Ben, mengingatkan tentang masalah yang sedang mereka hadapi saat itu.

Tika dan Manda pun langsung bergidik ngeri saat membayangkan Yvanna membakar Biantoro hidup-hidup. Mereka berdua benar-benar tak mau berpikir lebih jauh mengenai hal itu, karena mereka tak pernah membayangkan kalau Yvanna akan lepas kendali atas emosinya. Yvanna tampak kembali memeluk Talia dengan erat, seakan tengah menumpahkan rasa rindu dan rasa lega dalam satu waktu bersamaan. Narendra, Larasati, dan Pram kini saling menatap satu sama lain usai mendengar jawaban dari Yvanna.

"Pak Akbar Salim, ya? Aku ingat dengan orang itu, karena kami pernah mengobrol satu kali pada saat ada acara penggalangan dana untuk panti asuhan yang dikelolanya. Tapi ... aku tidak pernah terpikirkan kalau dia adalah pelaku pesugihan yang menumbalkan manusia," ujar Narendra.

Yvanna menatap ke arah Ayahnya ketika melepaskan Talia dari dekapannya dan duduk bersama di sofa ruang tengah tersebut.

"Dia melakukan ritual tumbal jual jiwa, Ayah. Aku melihat sendiri apa yang dilakukannya terhadap salah satu anak di panti asuhan waktu itu. Semuanya kulihat secara tidak sengaja, karena saat itu aku sedang bermain petak umpet dengan Manda, Lili, dan Reza di belakang rumah keluarga Nenek. Dia membiarkan anak itu dibawa oleh Jin yang disembahnya, dan anak itu diambil untuk dijadikan budak oleh Jin itu selama-lamanya. Maka dari itulah aku langsung mencari Talia dan mengatakan semuanya yang aku lihat. Aku meminta Talia melarikan diri bersama anak-anak lain, karena aku tahu bahwa Jin yang disembah oleh Pak Akbar Salim itu meminta tumbal yang jauh lebih banyak daripada biasanya. Pada saat itu, hanya itu yang bisa kulakukan untuk anak-anak panti asuhan yang tersisa termasuk Talia. Aku belum menjadi seperti sekarang, yang bisa menangani semua hal sampai pada akarnya," jelas Yvanna, mengenai apa yang diketahuinya.

"Astaghfirullah hal 'adzhim," ucap Larasati, Narendra, Pram, dan bahkan Ben, Manda, dan Tika.

Talia kembali menggunakan bahasa isyarat, namun kali ini ia bicara kepada Larasati, Pram, dan Narendra. Roni kini bersiap menerjemahkan.

"Awalnya aku tidak ingin mempercayai hal itu. Namun Yvanna membawaku ke tempat di mana Pak Akbar menumbalkan anak-anak dari panti asuhan tempat kami tinggal. Aku juga melihat sendiri bagaimana mengerikannya saat Jin yang disembah oleh Pak Akbar membawa anak yang ditumbalkan. Setelah melihat hal itu, barulah aku mempercayai apa yang Yvanna katakan. Bahkan, aku baru sadar kalau diriku juga pernah hampir dijadikan tumbal oleh Pak Akbar, hanya saja hal itu gagal dilakukan. Karena kegagalan itulah Pak Akbar merasa marah dan membuatku kehilangan pita suara setelah dia mencekik leherku. Dokter bilang, pita suaraku rusak akibat cekikan itu. Tapi aku tidak berani mengatakan pada pada Dokter tersebut tentang siapa pelakunya. Karena sebelum aku dibawa ke rumah sakit, Pak Akbar sudah membuatku percaya bahwa pencekikan yang aku alami hanyalah mimpi belaka, bukan kenyataan."

Pram tampak sangat marah ketika mendengar hal tersebut. Ia benar-benar tidak habis pikir, mengapa ada orang yang begitu tega berbuat buruk terhadap anak-anak yang masih kecil. Larasati tampak memegangi dadanya yang terasa seperti baru saja diiris-iris dengan pisau, ketika mengetahui cerita sesungguhnya dari panti asuhan yang dulu sering ia perhatikan jika sedang berada di rumah keluarga besar dari pihak Almarhumah Ibunya.

Talia pun melanjutkan pembicaraan dengan Yvanna.

"Maka dari itu saat Suamiku menyebut namamu dan juga nama Kakak serta Adikmu semalam, aku langsung mendorongnya untuk memberikan bantuan. Aku ingin Kakak dan Adikmu tetap baik-baik saja, seperti pada saat kamu memberikan bantuan padaku untuk membuatku baik-baik saja bersama yang lainnya. Kami, anak-anak panti asuhan yang melarikan diri dari tempat itu tidak akan pernah melupakan apa yang kamu lakukan untuk kami. Meskipun kami sekarang sudah menjalani kehidupan masing-masing, tapi kami tetap tidak pernah bisa lupa kepadamu," ujar Roni, menerjemahkan apa yang istrinya katakan pada Yvanna.

Yvanna pun tersenyum seraya mengusap kedua pipi Talia, seperti yang dulu sering ia lakukan ketika bertemu dengan wanita itu saat kecil.

"Aku juga tidak bisa melupakan kalian semua, terutama kamu. Aku yang hidup di tengah perbedaan dengan manusia normal lainnya merasa sangat senang karena pernah memiliki masa kecil yang indah bersama kalian. Maka dari itulah aku merasa tidak terima ketika ada yang berusaha merenggut kalian dariku. Entah hal yang kulakukan itu adalah bentuk pertolongan atau keegoisanku sendiri. Intinya, aku benar-benar tidak akan pernah rela jika kalian harus dimanfaatkan oleh orang seperti Pak Akbar Salim. Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah berhenti untuk mengingat sosoknya. Sosok manusia pertama yang paling aku tidak suka di dunia ini," ungkap Yvanna dengan sangat jujur di hadapan Talia.

Hari itu, segalanya tampak jauh lebih baik bagi Yvanna. Perasaannya mendadak terasa lega setelah bertemu kembali dengan Talia. Ketika sore tiba, pernikahan Manda dan Jojo dilangsungkan dengan sangat sederhana. Roni dan Talia juga ikut menjadi saksi atas pernikahan itu, sekaligus mengiringi kedua mempelai pengantin dengan doa yang terbaik.

Yvanna tampak sedang memikirkan sesuatu setelah Jojo dan Manda resmi menjadi suami-istri. Ia mendekat pada mereka berdua, lalu memeluk keduanya sekaligus membisikkan sesuatu yang cukup penting. Jojo dan Manda tampak memahami hal itu. Mereka menganggukkan kepala dengan kompak di hadapan Yvanna, pertanda bahwa mereka akan memenuhi apa yang Yvanna bisikkan. Aris melihat apa yang Yvanna lakukan tadi kepada Manda dan Jojo. Ia mendadak penasaran dan mendekat pada Yvanna.

"Kamu tadi bilang apa pada Manda dan Jojo?" tanyanya.

"Aku memberi mereka saran yang hanya boleh didengar oleh pengantin baru," jawab Yvanna, asal-asalan.

"Hah? Maksudmu, kamu memberi saran soal kegiatan ... mm ... mm!!!"

Mulut Aris sukses disumbat oleh Yvanna dengan cepat, sehingga pria itu tidak bisa lagi mengoceh lebih jauh.

"Kalau kamu tidak mau diam, mulutmu bukan hanya akan kusumbat dengan tangan tapi juga akan kusumbat dengan ajian perapat," ancam Yvanna.

* * *

TUMBAL UMURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang