16 | Seribu Langkah Di Depan

817 86 0
                                    

Roni kini benar-benar duduk bersama dengan Tika, Yvanna, Ben, Zian, Aris, dan Lili. Talia sedang berkumpul dengan Arini, Larasati, Ayuni serta yang lainnya setelah pernikahan Manda dan Jojo selesai dilaksanakan. Kedua anak Roni dan Talia saat ini sedang bermain bersama Naya dan Reza yang memang sangat senang mengasuh anak kecil. Suasana saat itu benar-benar menyenangkan, membuat semua orang begitu betah duduk berlama-lama sambil berbincang.


"Jadi ... apakah kamu sudah memikirkan cara untuk menemukan keberadaan Pak Bian, Letnan Tika?" tanya Roni.

"Saat ini kami baru mendapatkan alamat lama rumah Almarhum kedua orangtua Pak Bian, Pak Roni. Tadi pagi Adikku meminta alamat itu kepada rekan kerjaku di kantor lama, ketika kami berkunjung ke rumahnya. Jadi kemungkinan besok pagi kami baru akan mencoba mendatangi alamat tersebut," jawab Tika.

"Itu benar, Pak Roni. Sebaiknya memang besok pagi baru kita coba datangi alamat rumah itu. Malam ini kebetulan ada hal yang harus aku kerjakan, terkait dengan Adik dan Adik iparku yang baru saja menikah," tambah Yvanna, tampak begitu tenang.

"Apakah hal yang akan kamu lakukan itu berhubungan dengan firasat yang kamu dapatkan tadi siang, Yv?" tanya Zian.

Yvanna mengangguk pelan.

"Benar, Kak Zian. Apa yang akan kulakukan berkaitan dengan firasatku tadi siang. Saat ini aku sedang menunggu prosesnya selesai. Jika sudah selesai, maka akan sangat mudah bagiku untuk memberikan sesuatu kepada Manda," jawab Yvanna.

Aris mengetuk-ngetukkan jari beberapa kali pada dagunya.

"Proses? Maksudnya, kamu sedang menunggu proses yang tadi kamu bisikkan kepada Jojo dan Manda?" tanyanya.

Yvanna menoleh ke arah Aris sambil menahan rasa gemasnya dengan cara tersenyum.

"Li ... kamu enggak mau membawa calon Suamimu pergi ke mana gitu? Jujur saja, aku mulai merasa sebal sekali dengan kecerewetannya yang tidak pernah putus," tawar Yvanna.

Lili melirik ke arah Aris setelah mendengar Yvanna menyebut namanya. Aris tersenyum sangat manis ketika melihat Lili benar-benar sedang menatap ke arahnya.

"Kita ke dapur saja yuk, Kak Aris. Kita buat cheesecake roll," ajak Lili, penuh senyuman.

"Oke. Ayo," Aris pun langsung setuju.

Zian tampak berusaha menahan-nahan tawanya, agar tidak ikut diusir oleh Yvanna. Ben membantu menyabarkan Zian, meskipun saat itu dirinya juga ingin sekali menertawai Aris yang terusir dari lingkaran perkumpulan mereka.

"Setahuku, Pak Bian itu tidak pernah sama sekali menunjukkan tanda-tanda memiliki pikiran yang menyimpang. Dia tampak sangat sportif dalam banyak hal, terutama dalam bidang pekerjaan. Aku benar-benar kaget saat tahu kalau dia bisa bersekutu dengan Iblis, lalu menyakiti orang lain melalui cara-cara gaib. Semua itu benar-benar sangat mengejutkan bagiku," ungkap Roni.

Tika hanya mengulum senyum saat itu.

"Sejak awal aku justru tidak terlalu peduli dengan sikap ataupun sifatnya, ketika dia baru saja menjadi atasanku dan Manda di kantor. Dia menjabat sebagai pimpinan di kantor pun secara mendadak saat itu, menggantikan Pak Gani yang mendadak pindah tugas. Soal kedekatanku dengannya pada awal-awal dia menjabat, tidak ada yang lebih antara atasan dan bawahan saja. Aku tidak pernah memperhatikannya sama sekali dan bahkan tidak mau tahu tentang kehidupan pribadinya. Dia hanya sempat beberapa kali mengantarku bertugas ketika Manda sedang berhalangan untuk hadir. Tapi seingatku itu hanya terjadi dua atau tiga kali, dan aku menerima tawarannya untuk mengantarku bertugas karena memang keadaan sudah sangat terdesak. Ada tersangka yang harus kuamankan dan aku tidak punya pilihan lain selain menerima tawarannya. Sejak awal aku lebih sering menjaga jarak, karena memang aku tidak tertarik untuk membuka diri terhadap lawan jenis pada saat itu. Baru sekarang akhirnya aku memikirkan untuk memiliki hubungan dengan seorang pria, dan itu pun karena Zian yang memang tidak pernah berhenti untuk mendekat padaku. Jika dia menyerah satu kali saja, mungkin aku juga tidak akan pernah mempertimbangkannya untuk menjadi calon Suamiku," tutur Tika, secara terbuka terhadap Roni.

"Jadi posisinya Pak Bian itu benar-benar merasa percaya diri, bahwa kamu akan mempertimbangkan dirinya untuk menjadi calon Suamimu. Padahal kamu sudah mengatakan padanya dan didukung oleh Letnan Manda, bahwa kamu sudah memiliki calon Suami. Berarti saat ini, dia amat sangat merasa yakin kalau apa pun yang tengah dilakukannya bersama orang yang menjadi kaki tangannya akan berhasil seratus persen. Sayangnya, dia tidak tahu kalau di dalam Keluarga Harmoko ada orang-orang yang bisa memberikan perlindungan, sehingga kamu jelas tidak akan mudah ditaklukkan olehnya," Roni mengutarakan hasil dari apa yang sejak tadi dipikirkannya.

"Kemungkinan saat ini kaki tangan Biantoro itu sudah mulai tahu, bahwa di dalam Keluarga Harmoko ada orang-orang yang bisa memberi perlindungan. Karena siang tadi saat Manda hampir diserang lagi olehnya, makhluk yang diperintahkan oleh si kaki tangan tersebut memutuskan untuk menyerah dan kembali lagi pada pengirimnya setelah dia melihat bagaimana aliran kekuatanku yang menyelubungi tubuh Manda. Padahal kalau dipikir-pikir lagi, kekuatan yang aku keluarkan siang tadi tidaklah seberapa. Tapi dia sudah merasa takut dan memutuskan menyerah. Jadi ... makhluk utusan kaki tangan Biantoro itu pasti telah mengadukan mengenai apa yang dilihatnya ketika akan menyentuh Manda," ujar Yvanna.

Ben menatap ke arah Yvanna setelah mendengar mengenai hal tersebut.

"Lalu apakah tidak akan ada imbas apa-apa yang kita dapatkan, jika memang kaki tangan Biantoro telah mengetahui tentang adanya pelindung di dalam Keluarga Harmoko, Sayang?" tanyanya.

"Insya Allah tidak akan ada, Suamiku. Saat ini dia justru sedang merasa gelisah setengah mati akibat dari kecerobohannya sendiri. Tadi siang dia pasti berpikir bahwa Manda sudah tidak dijaga sama sekali, karena aku dan Reza telah berhasil melenyapkan utusannya yang membuat Manda muntah darah semalam. Dia pikir aku akan lengah dan Manda tidak diawasi lagi olehku. Jadi sekarang dia jelas tengah berpikir keras ingin melakukan apa untuk langkah selanjutnya. Padahal, aku sudah berada seribu langkah dari langkahnya saat ini," jawab Yvanna, seraya mengusap lembut pundak Ben yang ada di sampingnya.

"Dan kalau si kaki tangan itu tahu, berarti Biantoro juga tahu dong?" pikir Zian.

Yvanna hanya tersenyum dan memilih tidak mengatakan apa-apa. Apa yang Zian pikirkan jelas hanya akan menjadi tebak-tebakan semata, karena Yvanna jelas lebih tahu mengenai situasi lawannya saat ini. Reza mendekat ke arah Yvanna sambil menggendong salah satu anak Roni dan Talia yang sudah berusia tiga tahun.

"Ada yang berusaha masuk ke menara ini lagi, Kak," ujar Reza.

"Iya, Dek. Aku juga bisa merasakannya. Kamu tetaplah terus perbaharui penjagaan di luar menara. Biar aku yang menjaga Manda dan Kak Tika dari dalam sini," saran Yvanna, seraya mengambil anak dari gendongan Reza.

Anak itu tampak senang saat Yvanna menggendongnya. Yvanna pun membawanya menuju ke arah Talia yang masih terlibat obrolan dengan para orangtua.

"Ben, kode tuh. Cepat-cepat punya anak sana," goda Zian sambil menahan tawa.

Ben menatap ke arah Tika selama beberapa saat.

"Bolehkah aku memukul wajah calon Suamimu, Kak Tika?" tanyanya.

"Jangan segan-segan, Ben. Lakukan saja jika sekiranya hal itu bisa membuat tingkah konyolnya menghilang," jawab Tika.

* * *

TUMBAL UMURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang