Yvanna memberikan tanda pada Zian untuk berhenti pada tempat yang ia tunjukkan. Mobil milik Roni ikut berhenti tepat di belakang mobil milik Tika. Semua orang keluar dari kedua mobil itu dan Yvanna langsung mengeluarkan ajian cedhak sesanti, agar mobil yang mereka parkir tidak akan terlihat oleh Biantoro yang mungkin saja akan segera tiba di rumah Ki Mitra.
"Rumahnya orang itu di sebelah mana, Yv?" tanya Aris."Kita masih harus berjalan ke arah sana beberapa meter lagi. Rumahnya tepat ada di tengah-tengah, terhalang pepohonan yang cukup rimbun," jawab Yvanna, sambil menunjuk ke arah satu jalan yang tampak tidak terlalu sering dilewati oleh warga setempat.
"Ya sudah, ayo kita langsung saja ke rumah si kaki tangan Biantoro itu," ajak Zian.
"Sabar dulu, Kak Zian. Sabar," Yvanna menghentikannya sepelan mungkin.
Tika pun langsung ikut menarik lengan Zian dan menggenggamnya dengan erat. Yvanna saat ini harus mengawasi situasi di rumah Ki Mitra terlebih dahulu. Kedatangan mereka tidak boleh sampai diantisipasi oleh Ki Mitra, atau mereka akan tersudut dengan sesuatu yang mungkin saja akan disiapkan oleh laki-laki itu.
"Tenang, Zi. Kalau kamu tidak tenang, maka aku juga akan ikut menjadi tidak tenang," bisik Tika. "Kita tidak boleh gegabah. Kita harus ikuti apa pun yang Yvanna arahkan sekarang."
Zian pun ikut membalas genggaman tangan Tika. Untuk pertama kalinya ia merasa bahagia karena bisa menggenggam tangan Tika tanpa takut akan ditolak oleh wanita itu. Hal itu diam-diam sukses membuatnya tersenyum.
"Maaf, ya. Maaf kalau aku sempat merasa tidak sabar. Aku benar-benar merasa terganggu karena hidupmu dan Manda diganggu oleh si kaki tangannya Biantoro. Aku benar-benar tidak merasa tenang dan ingin sekali menuntaskan urusan dengan Biantoro, si biang keladi," jelas Zian, ikut berbisik.
Tika bisa menangkap kejujuran di dalam penjelasan yang Zian berikan padanya. Ia menatap pria itu cukup lama, membuat wajah Zian perlahan memerah karena menerima tatapan yang begitu dalam untuk pertama kalinya dari Tika. Tika pun menyandarkan sebentar kepalanya pada pundak Zian, untuk melepas semua beban pikiran yang masih saja bersarang di dalam kepalanya.
"Setelah semua urusan dengan Biantoro selesai, mari kita menikah," ajak Tika.
Zian bisa merasakan jantungnya berdebar hebat ketika mendengar ajakan menikah dari Tika.
"Jangan ditunda-tunda lagi. Jangan terlalu lama mempertimbangkan lagi. Aku sudah mengenalmu dan kamu pun begitu. Kita sudah sama-sama saling tahu satu sama lain. Jadi sebaiknya, mari kita menikah dan berhenti mempertanyakan hal-hal yang tidak penting. Mari kita jalani lembaran baru. Aku ingin berjalan pada lembaran hidup yang baru dan itu ingin kujalani bersama kamu, jika kamu tidak keberatan," ujar Tika.
"Tentu saja aku tidak keberatan, Tika. Aku sayang kamu dan aku jelas menginginkan hal yang sama dengan yang kamu inginkan. Jadi ... ayo kita menikah setelah semua urusan dengan Biantoro selesai. Aku ingin menjadi bagian hidup kamu dan juga ingin kamu menjadi bagian hidupku. Aku ingin membuat kamu bahagia, bukan sekedar memberimu ikatan pernikahan tanpa ada bahagia di dalamnya. Insya Allah, sebisa mungkin akan kuusahakan agar kamu tidak terbebani dengan apa pun setelah menikah denganku," janji Zian, sepenuh hati.
Yvanna kini menatap ke arah semua orang yang sedang menunggunya, setelah mengawasi situasi di dekat kediaman Ki Mitra.
"Ayo, sebaiknya kita mendekat ke rumah itu sekarang," ajak Yvanna.
Semua orang kini benar-benar mengikuti langkah Yvanna. Mereka menyusuri jalan yang cukup lebar dan dipenuhi rerumputan. Jalanan itu jelas tidak pernah sama sekali dilewati oleh orang-orang yang tinggal di sekitaran daerah tersebut. Hanya ada jejak ban mobil yang tampaknya tidak terlalu sering melintas di sana.
"Pasti itu jejak mobilnya, Biantoro," tebak Lili, cukup sinis.
Aris melirik ke arah Lili yang ada di sampingnya dan tersenyum lembut.
"Aku merasa khawatir sekarang. Kalau sampai Biantoro muncul di hadapan kita, aku takut kamu yang akan paling semangat memberinya pelajaran," ujar Aris.
"Biarkan saja jika Lili memang maunya begitu, Kak Aris. Lagi pula, Lili memang sudah lama tidak menjambak rambut seseorang. Mungkin inilah saatnya dia kembali mengasah keterampilannya dalam menjambak rambut orang lain," sahut Manda, sambil menahan senyum.
Aris langsung meringis saat mendengar hal tentang Lili dari Manda. Lili mengepalkan tangan kanannya dan menghantamkan kepalan tangan itu ke telapak tangan kirinya.
"Bukan hanya akan kujambak manusia satu itu. Akan kubanting juga sekalian jika dia ada di hadapanku," niat Lili, benar-benar bulat.
Mereka akhirnya tiba di dekat kediaman Ki Mitra. Yvanna meminta yang lainnya untuk berhenti di tempat masing-masing, tepat di balik tiba pohon besar dan rimbun. Ia segera mengeluarkan ajian palang geni, agar tidak ada satu pun bantuan yang akan bisa datang untuk membantu Ki Mitra jika sudah berhadapan dengan Yvanna. Roni melihat bagaimana ajian yang Yvanna keluarkan membatasi area di sekeliling mereka, termasuk rumah Ki Mitra sendiri. Setelah selesai memasang ajian palang geni, Yvanna pun segera melangkah maju ke halaman rumah yang didatanginya tersebut.
"Hei, orang suruhan Biantoro! Keluar kamu! Hadapi aku secara langsung!" tantang Yvanna dengan lantang.
Ki Mitra yang saat itu sedang berada di dalam rumahnya dan tengah mempersiapkan semua persyaratan untuk melakukan ritual tumbal umur kepada Manda, mendadak menatap ke arah jendela rumahnya yang sedikit terbuka. Ia segera mendekat pada jendela itu dan bisa melihat siapa yang datang mencarinya. Ia bisa melihat sosok Yvanna dengan jelas, bersama beberapa orang lainnya yang berada jauh dari halaman dan di antara orang-orang itu ada Manda serta Tika di dalamnya. Hal itu membuatnya terbelalak selama beberapa saat dan juga merasa gelisah.
"Sial! Bagaimana mereka bisa menemukan rumahku? Apakah Biantoro sudah tertangkap oleh mereka dan mau tak mau dia buka mulut soal keberadaanku?" gumam Ki Mitra.
"Jangan jadi pengecut dan hanya bisa menyerang Adikku dari belakang! Keluar kamu! Hadapi aku!" Yvanna kembali menantang.
Ki Mitra pun segera membakar kemenyan putih di dalam wadah batu berisi tanah kuburan. Ia memanggil utusan-utusannya dengan cepat, agar dirinya memiliki bala tentara ketika harus berhadapan dengan wanita yang menantangnya. Setelah ia selesai membaca mantra untuk memanggil utusan-utusannya, ia segera meraih keris tua berwarna hitam keemasan yang selama ini ia simpan. Ia membuka pintu rumahnya dan langsung menatap tajam ke arah Yvanna.
"Apakah kamu, orang yang sudah membuat utusan kesayanganku musnah ketika sedang kuperintahkan untuk menyiksa Manda Harmoko?" tanya Ki Mitra.
Yvanna pun tersenyum dengan tenang.
"Apakah kamu, orang yang begitu berani mengirimkan utusan yang mudah sekali kumusnahkan dengan satu ajian, untuk menyiksa Adik kesayanganku?"
Ki Mitra mendengar pertanyaan itu dan merasa diejek oleh Yvanna.
"Kalau benar ... maka aku harus mengatakan sesuatu dengan jujur kepadamu. Utusanmu itu sungguh sangat lemah. Dia bahkan tidak bisa membagi kekuatannya untuk menangkis ajian yang aku desak ke arahnya pada malam itu," tambah Yvanna dengan sengaja.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
TUMBAL UMUR
Horreur[COMPLETED] Seri Cerita TUMBAL Bagian 5 Baru saja selesai menyelesaikan kasus yang berhubungan dengan hal gaib, Manda tiba-tiba saja mengalami muntah darah. Manda terus saja kesakitan karena ternyata wanita itu telah menjadi sasaran kekejaman dari a...