12 | Mencoba Mengirim 'Hadiah'

851 83 0
                                    

Biantoro belum juga kembali lagi ke rumah Ki Mitra. Pria itu kemungkinan masih mencari ayam jantan berjari lima yang menjadi salah satu syarat untuk melakukan ritual tumbal umur. Pria itu jelas benar-benar serius ingin sekali mendapatkan Tika. Karena menurut Ki Mitra, Biantoro kali itu sangatlah bersemangat ingin memenuhi semua syarat yang telah ia sebutkan. Beda sekali pada saat Biantoro ingin memberikan pelet pada Fani. Pria itu tidak terlalu antusias dan hanya melaksanakan pemenuhan syarat dari Ki Mitra karena memang diharuskan. Dari sudut pandang itulah, Ki Mitra benar-benar percaya bahwa Biantoro memang mencintai Tika sejak pertama kali mengenal wanita itu. Hanya saja, Biantoro terlalu terburu-buru mengambil keputusan untuk menikahi Fani, tanpa mencari tahu dulu tentang siapa sebenarnya keluarga besar Tika.


"Seandainya sejak awal dia mencari tahu tentang wanita bernama Tika itu, mungkin dia tidak perlu melewati pernikahan yang tidak dia inginkan. Dia hanya perlu memberikan pelet pada Tika, dan aku jelas bisa mendapatkan Manda untuk kutumbalkan umurnya jauh lebih cepat. Biantoro memang terkadang sangat bodoh dan ceroboh. Tidak aneh kalau akhirnya dia hanya mendapatkan kegagalan meskipun sudah sering berusaha keras," gumam Ki Mitra.

Ki Mitra meraih foto Manda yang didapatnya dari Biantoro dua hari lalu. Ia tersenyum karena merasa sebentar lagi akan segera bisa melaksanakan ritual tumbal umur dan menumbalkan Manda. Sosok Manda benar-benar sesuai dengan keinginan Iblis yang dipujanya, membuat Ki Mitra semakin tidak sabar ingin melaksanakan ritual tumbal umur tersebut.

"Hm ... bagaimana jika aku sedikit memberikan wanita ini hadiah? Sekalian aku ingin sedikit memberikan pelajaran pada orang yang sudah melenyapkan utusan kepercayaanku. Wanita ini dan orang yang memberikan perlindungan kepadanya pasti sedang bersantai sekarang, karena merasa telah berhasil melalui ancaman yang Biantoro kirimkan melalui aku," Ki Mitra tampak antusias.

Ki Mitra meraih wadah batu berukuran sedang dan mengisinya dengan tanah kuburan. Ia menuang minyak bunga kamboja ke atas tanah kuburan itu, lalu membakarkan kemenyan putih. Ia membaca mantra untuk memanggil utusannya yang lain, agar bisa diperintahkan untuk memberi sedikit serangan terhadap Manda. Utusan yang dipanggil oleh Ki Mitra datang tak lama kemudian, setelah asap yang berasal dari kemenyan putih membumbung hingga menyelimuti bagian atas rumah itu.

"Mitra," ujar si utusan berwujud makhluk besar dengan rambut penuh api.

Ki Mitra pun tersenyum jahat.

"Kita akhirnya bertemu lagi. Aku punya tugas mudah untukmu hari ini," ujar Ki Mitra.

"Katakan, apa tugasnya? Biar aku selesaikan dengan cepat dan kamu bisa merasa senang melihat keinginanmu terpenuhi."

Ki Mitra meletakkan foto Manda di ujung wadah batu yang tadi ia gunakan untuk memanggil makhluk berambut api itu. Makhluk itu melihat foto tersebut dengan jelas.

"Buat dia merasa tubuhnya terbakar luar dan dalam. Aku ingin memberi peringatan pada orang yang selalu melindunginya," titah Ki Mitra.

"Itu adalah perkara mudah. Katakan, berapa lama kamu ingin aku membuatnya merasa terbakar luar dan dalam?"

"Sangat lama. Biarkan dia merasakan panas yang tidak bisa dihentikan. Aku ingin dia merasa putus asa, dan aku ingin orang yang melindunginya mulai menyerah," jawab Ki Mitra.

"Baiklah. Tunggu saja di sini dan aku akan memberimu kabar setelah tugasku selesai."

Makhluk berambut api itu pun segera menghilang dari hadapan Ki Mitra. Dalam sekejap ia telah tiba tepat di sisi Manda yang wajahnya telah ia lihat melalui foto yang Ki Mitra tunjukkan tadi. Manda--yang saat itu tengah tertawa bersama Jojo--tampak sangat santai dan sama sekali tidak berfirasat buruk sedikit pun. Makhluk itu langsung mendekat dan hendak menyelubungi tubuh Manda dengan rambut api miliknya. Namun sayang, keinginan itu harus batal terlaksana. Tanpa diketahui oleh makhluk berambut api itu, Yvanna sejak tadi sudah melihat kehadirannya dan segera memberikan perlindungan pada Manda sebelum tersentuh. Hal itu membuat Manda hanya terkejut sesaat dan berpindah dari posisinya ke dalam dekapan Jojo, lalu tak merasakan apa pun lagi setelahnya. Sementara makhluk berambut api itu kini terlempar akibat terkena dampak dari kekuatan Yvanna yang menyelubungi seluruh tubuh Manda. Makhluk berambut api itu kembali ke rumah Ki Mitra dengan sendirinya, setelah di rumah Ki Mitra wadah batu yang tadi diisi dengan tanah kuburan, minyak bunga kamboja, dan kemenyan putih mendadak hancur tanpa alasan.

Ki Mitra menatap ke arah makhluk berambut api yang tadi dipanggilnya. Makhluk itu kini menatap marah ke arah Ki Mitra.

"Kurang ajar kamu, Mitra!!! Bisa-bisanya kamu mengutusku untuk menyerang manusia yang hidupnya benar-benar dilindungi oleh kekuatan ilmu putih!!! Apa yang melindungi wanita itu bukanlah kekuatan biasa!!! Aku hampir saja berakhir mengenaskan barusan, jika tidak memilih menyerah!!! Aku tidak mau lagi memenuhi perintahmu!!! Jangan pernah kamu memanggilku lagi!!!" murka makhluk berambut api itu, lalu menghilang dari hadapan Ki Mitra.

Ki Mitra kini meraih foto Manda dengan tangan gemetar. Ia masih mencoba mencerna maksud dari perkataan makhluk berambut api tadi mengenai apa yang melindungi Manda.

"Dia terlindungi oleh kekuatan ilmu putih? Bagaimana bisa? Apakah dia adalah salah satu keturunan dari para pemegang kekuatan ilmu putih, sehingga di dalam keluarganya ada yang bisa memberikan perlindungan begitu kuat untuknya?" tanya Ki Mitra terhadap dirinya sendiri. "Ini jelas tidak bisa dibiarkan. Aku harus mencari celah untuk bisa melakukan ritual tumbal umur terhadap Manda. Dan ketika celah itu kudapatkan, maka ritual tumbal umur itu tidak akan bisa sama sekali dihalau oleh kekuatan apa pun! Manda harus menjadi tumbal untuk memanjangkan umurku serta membuatku menjadi berjaya. Harus!"

* * *

"Ayam jantan berjari lima? Atuh mana ada ayam model begitu, Pak? Bapak mah suka mengada-ada," ujar peternak ayam ke empat puluh tiga yang Biantoro datangi.

Biantoro ingin sekali marah usai mendengar jawaban dari peternak ayam itu. Namun hal itu diurungkannya, karena ia membutuhkan informasi dari si peternak tentang peternakan ayam yang lain.

"Enggak ada ya, Mang? Kalau di tempat lain kira-kira ada atau enggak ya, Mang?" tanya Biantoro, tetap mencoba ramah.

"Coba aja Bapak ke peternakan di kampung sebelah. Siapa tahu di sana ada ayam jantan berjari lima yang Bapak cari. Kalau saya mah hanya jual ayam-ayam biasa yang umum. Jarinya cuma ada empat."

"Berarti di kampung sebelah juga ada peternakan ayam, Mang?"

"Iya, ada. Coba aja Bapak ke sana. Siapa tahu bisa dapat ayam jantan yang jarinya lima."

"Baik kalau begitu, Mang. Hatur nuhun atas informasinya," ucap Biantoro.

"Muhun, sami-sami."

Biantoro pun segera pergi dari peternakan itu dan menuju ke peternakan yang ada di kampung sebelah. Ia benar-benar tidak ingin menyerah. Ia merasa wajib untuk mendapatkan ayam jantan berjari lima tersebut, agar bisa memiliki Tika selama-lamanya.

* * *

TUMBAL UMURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang