Kalau kalian jadi Alice bakal pilih pangeran yang mana nih xixi
------------------------------
Di pagi yang cerah, semua pangeran sudah berbaris rapi di gerbang istana dengan pakaian kerajaan yang sangat rapi dan elegan.
Tak lama, sebuah kereta kuda milik ratu datang diiringi sangat banyak prajurit kerajaan dibelakangnya. Semua pangeran menunduk saat kereta kuda milik ratu itu berjalan melewati mereka untuk masuk ke dalam istana.
Ratu Gistara mulai keluar dari kereta kuda itu dan semua menunduk hormat kepadanya. Pandangannya pertama kali mengarah pada Ravien anak kandungnya sembari menebar senyum kepada putranya itu.
Saat melihat pada pangeran yang lain, ratu hanya memberikan tatapan datar tanpa senyuman. Kemudian, beberapa pengawal membawanya masuk ke dalam istana dan langsung menuju kamarnya dengan yang mulia raja.
Saat sambutan itu selesai, semua pangeran masih berdiri dihalaman kerajaan memandang kearah dalam melihat ratu itu berjalan memasuki istana.
"Lihat jalang itu, dia bahkan tidak menanyakan dimana Charles" bisik Arvand kala menatap tajam punggung sang ratu yang sedang berjalan.
"Tidak masalah jika kau selalu memulai pertengkaran denganku, tapi jika kau menghina ibuku lagi. Mungkin aku yang akan memulainya lain kali!" Serobot Ravien berdiri sangat dekat didepan Arvand dengan jari telunjuknya di wajah sang kakak.
"Kau marah karna perkataan ku itu benar kan?" Pinta Arvand menepis kasar telunjuk Ravien dari wajahnya.
*Brakk
Ravien melayangkan pukulan keras pada wajah Arvand. Pangeran itu terdorong kebelakang, tangannya menyeka darah yang keluar dari mulutnya akibat pukulan itu."Dasar anak jalang!" Gumamnya berjalan maju hendak membalas serangan itu. Baru ingin mendekat, tubuhnya ditahan oleh Dierez dan Levaron yang berdiri dibelakang.
Ravien juga dipegangi oleh Hans dan Gernio. Dari balkon atas kerajaan, Dhoren sudah berdiri sedari tadi menyaksikan keributan para putranya itu.
Dierez segera membawa Arvand yang terluka ke ruang pengobatan. Ravien yang tengah kesal menepis tangan Hans dan Gernio lalu berjalan menuju kamarnya.
Gernio menghela nafas berat sembari memegang dahinya karna lelah.
•
•
•Floyd dan Charles mendapatkan beberapa hewan buruan. Charles juga lumayan hebat dalam berburu dan Floyd adalah pemasak yang handal.
Keduanya duduk didepan rumah kecil mereka dengan api unggun untuk membakar hasil buruan itu.
"Apa rencanamu kedepannya?" Tanya Floyd.
"Entahlah..." Jawabnya ragu-ragu.
"Kau tak pernah membuka topeng itu? Ada apa dibaliknya?"
"Sesuatu yang menjijikkan, yang membuatku berada disini sekarang" ucapnya dengan penuh rasa benci.
"Itu membuatku penasaran" Floyd sedikit merayu. Charles pun membuka topeng kala menyamping pada Floyd.
Pria itu seperti terkejut dengan tatapan tak terima. Saat Charles menoleh kesamping, ia benar-benar pasrah pada apa yang akan dikatakan Floyd tentang matanya.
"K-kau... Seorang pemilik 'The seven farchels'?" Celetuk Floyd menatap Charles sangat dalam.
"Hah? Apa yang kau maksud?" Charles sama sekali tak pernah mendengar kata itu sebelumnya. Floyd masih terdiam melihat apa yang ada pada mata kanan Charles.
"Ini tidak mungkin..." Gumamnya seperti putus asa.
"Kenapa?" Charles menepuk bahu Floyd pelan dengan kalimat itu. Seketika Floyd kembali memasang wajah datar dan mencoba berbicara.
"The seven farchels adalah tujuh elemen terkuat dari semua kehebatan gunung Anora. Dan yang kau miliki saat ini adalah salah satunya. T-tapi, bagaimana bisa?" Jelasnya menghadap Charles dengan terbata-bata.
Charles kembali memasang topengnya. Pangeran itu memalingkan pandangannya pada api unggun didepan mereka.
"Aku juga tidak mengerti, tapi aku yakin pria Amartha berkuda waktu itu... Dia pasti bisa memberiku jawaban semua ini" Timpalnya teguh.
"Amartha?" Gumam Floyd dengan pandangan berkeliling memikirkan sesuatu.
•
•
•"Pelan-pelan..." Ujar Arvand sedikit menahan tangan Dierez yang coba mengobati luka di mulutnya.
"Harusnya kau tidak menahanku tadi, tidak adil jika hanya darahku saja yang mengalir" gumamnya pada Dierez.
Pangeran keenam itu lalu meletakkan bekas kapas yang sedang ia pegang. Tangannya mulai bergerak untuk berbicara pada Arvand.
"Pertengkaran saudara adalah hal utama yang akan menghancurkan silsilah keluarga. Setidaknya jika kau bisa sedikit lebih mengontrol amarah, akan ada kedamaian"
"Kedamaian? Apanya yang akan damai jika dari awal dia sudah memasang niat untuk menghabisi kita semua, otaknya hanya kekuasan dan berkuasa!" Tutur Arvand menaikkan nada bicaranya.
"Berhenti berpikiran buruk tentangnya, dia tidak seburuk itu" pembelaan dari Dierez membuat Arvand terdiam menatapnya.
"Kau sama saja dengan yang lainnya, apa yang kalian semua harapkan dari membela bajingan itu?!" Arvand beranjak dari kasur yang ia duduki dan pergi begitu saja meninggalkan Dierez sebelum lukanya selesai diobati.
Dierez hanya bisa bersabar dan tetap berdiri disana menatap lantai. Di pintu ruangan itu, Arvand berpapasan dengan Ravien yang hendak masuk kedalam ruangan itu juga.
"Maafkan aku, apa lukanya parah?" Ujarnya meraba bagian luka di mulut Arvand. Pangeran kedua itu dengan cepat menepis kasar tangan Ravien dari wajahnya.
Mendengar suara Ravien, Dierez sontak berbalik badan menghadap pintu ruangan. Ia sedikit tersenyum mendengar permintaan maaf Ravien.
"Apa lagi sekarang? Ingin terlihat baik di depan Dierez? Agar namamu disanjung-sanjung olehnya?" Sinis Arvand yang selalu saja menyudutkan Ravien di segala saat.
Ravien menghadap Dierez dengan wajah sedihnya. Pangeran itu lalu berjalan kearah Dierez. "Dierez... Aku hanya terbawa emosi tadi, tolong katakan padanya. Kalau kau yang mengatakannya mungkin dia akan memaafkan ku"
"Dia pasti memaafkan mu, tenang saja" balas Dierez dengan senyum simpulnya.
Arvand yang sudah sangat geram memutuskan pergi dari sana meninggalkan Dierez bersama Ravien.
-------------------------------
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
The Nastira
FantasyBercerita tentang sebuah gunung bernama Anora. Gunung yang menampung kehidupan manusia didasar kaki gunung itu. Kehidupan yang menganut sistem kerajaan. Berdiri satu kerajaan tunggal bernama kerajaan Alfonsa, kerajaan yang didirikan oleh dua bersa...