10 - Jamuan makan siang

11 3 0
                                    

"jangan percaya siapapun, bahkan bayanganmu sendiri akan meninggalkanmu dalam kegelapan"

------------------------------

Alice berjalan dengan membawa segelas teh hangat yang ingin ia berikan pada ratu. Gadis itu sedikit gugup ingin mengetuk pintu kamar sang ratu.

Saat tangannya perlahan terangkat dan mulai mengayun untuk mengetuk pintu itu, seseorang menahan tangan gadis itu dan membekap mulutnya.

Alice tanpa sengaja menjatuhkan baki ditangannya lantaran terkejut. "Jangan berisik" gumam pangeran Ravien dengan cepat membalik gadis itu menghadapnya.

"Ratu tidak boleh diganggu, jangan membuat suara apalagi mengetuk pintu" jelas pangeran itu perlahan melepaskan tangan Alice.

"T-tapi saya disuruh mengantarkan minuman ini"

"Mereka mengerjai mu, semua pelayan baru selalu diperlakukan seperti itu" ucap Ravien dengan suara pelan.

*Brakk
Pintu dibelakang Alice terbuka sangat kencang menimbulkan suara cukup keras. Gadis itu langsung berbalik dan dengan cepat Ravien menariknya menjauh dari pintu.

"Suara berisik apa itu? Tampaknya sangat sengaja untuk menggangguku" geram sang ratu yang keluar dari kamarnya dengan wajah marah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Suara berisik apa itu? Tampaknya sangat sengaja untuk menggangguku" geram sang ratu yang keluar dari kamarnya dengan wajah marah.

Gistara kalina Athanasra, adalah ratu kerajaan Nastira sekaligus istri keempat dari raja Dhoren. Anak dari seorang petinggi kerajaan yang kaya raya.

"Tidak, ibu... Maaf aku menabraknya dan membuat itu terjatuh" Ravien menjawab cepat ucapan ratu lalu menarik tangan Alice pergi dari tempat itu begitu saja.

Gistara yang melihat bahwa itu adalah putra semata wayangnya, tidak jadi meluapkan amarahnya.

"Apa-apaan itu, jangan bilang dia jatuh cinta dengan pelayan itu. Kenapa dia harus mewarisi kebiasaan buruk ayahnya itu" gumam Gistara dengan wajah sengit menatap dua insan baru saja pergi dari pintu kamarnya.

*******

"Siapa yang menyuruhnya mengantarkan minuman keruangan ratu?!" Bentak Ravien dengan kesal pada semua pelayan di dapur, dengan tangannya masih belum lepas dari Alice.

"Pangeran... Tidak perlu seperti ini—"

"Siapa?!!" Teriaknya makin lantang. Namun tak seorangpun yang mengaku dan semua menunduk takut.

"Jika kalian mengulanginya lagi, aku akan memecat kalian semua" ancamnya menatap satu persatu pelayan itu.

"Semua kembali bekerja!" Ketus Arvand dari pintu dapur setelah lama menyaksikan amarah Ravien barusan.

Ravien langsung menoleh ke belakang melihat siapa yang berbicara. Saat melihat Arvand wajahnya semakin masam dan langsung pergi dari sana melewati Arvand yang berdiri di pintu.

Perintah Arvand membuat semua pelayan kembali sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. "Kau juga" sambungnya menatap Alice yang masih diam memandang kearah pintu yang baru saja dilewati Ravien.



"Semua pangeran diharapkan menuju meja makan" perintah itu disampaikan pada seluruh pangeran oleh seorang prajurit yang diutus oleh Dhoren.

Tak selang beberapa lama, semua berkumpul dimeja makan yang sangat megah ditengah ruangan istana yang sangat besar. Setiap sudut ruangan dijaga ketat oleh prajurit berpedang Nastira.

Juga semua pelayan berdiri dipojok untuk memberikan pelayanan. Jamuan makan siang itu dipersiapkan Dhoren dengan sangat megah.

Namun, Gernio masih menoleh ke kiri ke kanan mencari Levaron adiknya yang tak kunjung datang.

"Kumohon hari ini tidak Levaron.." gumamnya tak henti menatap pintu masuk istana. Beruntungnya, ucapan Gernio terkabulkan.

Levaron berlari kecil masuk dari pintu depan menuju kursinya di meja makan. Seperti biasa, kedatangannya yang terlambat menjadi pusat perhatian semua pangeran.

Dhoren dan Criss lalu keluar dari ruang bawah kerajaan yang didampingi prajurit mereka masing-masing menuju meja makan.

"Kau datang beberapa detik lebih cepat, selamat atas nyawamu" bisik Hans di sebelah Levaron saat melihat ayahnya dengan raja Amartha itu berjalan menuju mereka.

Semua pangeran berdiri menanti dua raja itu duduk, setelahnya semua kembali duduk dan acara jamuan itu dimulai. Kursi yang ditempati oleh Criss adalah kursi yang biasa diduduki Charles.



"Kau bilang bahwa kau tau cara menghilangkan kekuatan ini?" Charles menatap Floyd dengan harapan penuh.

"Kau harus memiliki satu buku, disana kau akan menemukan cara mengeluarkan elemen itu dari tubuhmu. Buku itu—"

"Buku Alfonsa?" Potong Charles. Pupil mata Floyd membesar kala mendengar ucapan Charles itu.

"Kau tau buku itu?" Tanyanya.

"Iya... Aku pernah mendengarnya dari saudaraku"

"Kau tau dimana buku itu?"

"Kurasa mungkin saudaraku tau"

"Ambil buku itu... Dan bawa kesini" ucap Floyd bersemangat.

"Tapi—"

"Aku akan membantumu mengeluarkan elemen itu kalau kau bisa membawa buku itu padaku" Floyd memajukan tubuhnya semakin dekat dengan Charles yang duduk didepannya.

Charles berpikir keras untuk mengambil keputusan. "Semakin cepat semakin baik" lontar Floyd sembari mengangguk pada Charles.

"Aku butuh sesuatu untuk kembali ke istana" kata Charles. Floyd menaikkan alisnya menunggu permintaan Charles.

"Racikan daun yang kau jadikan gula dalam teh mu itu. Aku akan membawanya untuk jaga-jaga semisal aku tertangkap"

Floyd tersenyum seraya menganggukkan kepalanya pelan. "Gula buatan ku sudah seperti racun saja" guraunya tertawa kecil.

"Mungkin besok aku akan menyelinap, tetapi nanti aku akan kembali ke sana dengan rasa hormat" tekad Charles sembari tersenyum memandang angin.

------------------------------

------------------------------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To be continued...

The NastiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang