15 - Rain

42 9 1
                                    

Suri, cek ponselmu sekarang! Aku sudah mengirimkan banyak foto tampilan vila yang baru. Dari vila mawar sampai alamanda. Setiap gambarnya juga diambil dari sudut yang berbeda. Sengaja, supaya kamu bisa melihat setiap detailnya.

Bagaimana menurutmu?

Kamu harus bangga karena jadi orang pertama yang tahu hasil kerja kerja kerasku selama dua bulan ini. Meskipun secara teknis tidak benar-benar yang pertama, karena Wira yang membantuku tentu sudah lebih dulu tahu. Tapi tetap saja kamu spesial. Karena aku bahkan belum memberi tahu ayah dan ibu tentang wajah vila yang baru.

Suri, kemarin konten amatirku diunggah ulang oleh akun rekomendasi traveling yang punya banyak pengikut. Calon pelanggan pun bermunculan. Banyak yang berkunjung ke sosial media Vila Kusuma. Bahkan kontak pribadiku dibanjiri nomor asing. Mereka menanyakan harga, lokasi, dan informasi lainnya yang biasa ditanyakan oleh wisatawan. Jelas aku gembira sekali dengan antusiasme mereka.

Mereka ingin menginap di sini, Suri. Kamu gimana?

Kalau kamu menginap di sini, aku akan menutup vila. Khusus buatmu saja, supaya lebih leluasa.

Pagi hari sekali, aku bangun dengan senyum lebar. Semangatku berkobar, dan jantungku terasa berdebar. Tidak sabar ingin memamerkan semua ini kepada keluargaku. Rencananya, aku akan membuat panggilan video dan mengajak mereka berkeliling vila satu persatu. Semacam vila tour yang sering dilakukan para selebgram itu.

Aku ingin menunjukkan kalau vila yang mereka bilang hampir ambruk ini, masih kokoh berdiri. Sudah terlihat cantik lagi, bahkan memiliki peminatnya sendiri.

Namun pada kali kedua aku membuat panggilan video di grup keluarga, panggilanku masih belum terjawab juga. Perlahan senyumku yang mengalahkan sinar matahari di pagi yang mendung ini luntur juga. Mulai kesal dan menduga apa yang keluargaku lakukan di hari Minggu sampai-sampai tidak sempat menjawab panggilanku.

Apa ayah dan ibu masih sibuk dengan klien di akhir pekan? Apa Freya juga masih asyik belajar dengan kadaver dan stetoskop? Dan Mas Natha, apa masih keras dengan anggapannya bahwa apa yang aku lakukan itu bodoh dan tidak penting?

Aku mencoba lagi. Nada sambung yang berdengung menandakan panggilanku terhubung. Tapi sedari tadi hanya suara itu yang terus terdengar oleh telingaku sampai akhirnya sambungan terputus sendiri karena tidak terangkat. Akhirnya aku menyerah, setelah terus-terusan mendengar bunyi nada konstan yang membuatku bosan.

Sambil duduk dan bersandar lemas pada teralis vila nomor satu, aku melirik ke atas. Langit kelabu semakin pekat gelapnya. Sebentar lagi pasti muatannya akan turun ke bumi. Dinginnya sudah mulai merayap ke sela-sela jaket rajutku yang lumayan tebal. Suri, apa kamu punya tempat berteduh yang aman dan hangat?

Aku mengusap wajah ketika memikirkan kamu yang entah di mana sekarang. Aku mengkhawatirkanmu setiap saat, Suri. Ingin sekali membawamu ke tempat yang aman. Bukan hanya dari hujan dan dingin. Namun juga semua hal yang membuatmu takut.

Pernah tidak, sekali saja, kamu memikirkan aku sebelum memutuskan untuk pergi lebih dulu? Dengan siapa aku mengobrol kalau kehilangan satu-satunya teman, kepada siapa aku harus meminta pendapat atau sesederhana siapa yang menemaniku makan siang. Pernah tidak kamu mengkhawatirkanku saat sendirian seperti ini?

"Nah, sudah aku bilang, kamu pasti bisa, Wa. Kamu cuma perlu sedikit lebih yakin sama dirimu sendiri."

Kalau saja kamu masih di sini, pujian dan apresiasi semacam itu pasti aku dapatkan lagi. Kamu tak pernah menyepelekan usahaku, sekecil apapun itu. Selalu membesarkan hatiku, membuatku merasa dihargai. Apalagi kenekatanku untuk keluar dari zona aman. Aku jadi membayangkan, hadiah apa yang akan kamu berikan?

Vila KusumaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang