11 - Dishonest

47 8 3
                                        

Di halaman vila yang dingin dan sunyi, aku baru saja ditemani oleh Meru dan Shun sebelum mereka mengakhiri ceritanya dengan indah. Kini Sayonara no Natsu mengalun sendu, dan aku membiarkannya karena ingin mendengarkan lagu itu hingga tuntas. Sebuah pengalaman yang unik karena aku mendengar Aoi Teshima menyanyi diiringi suara jangkrik yang berisik.

Meru dan Shun rasanya beruntung sekali. Awalnya, anak SMA yang sedang kasmaran itu mendadak harus patah hati setelah menyadari bahwa mereka memiliki potret yang sama. Dua buah foto bergambar serupa, yang diyakini milik ayah mereka. Menunjukkan bahwa mereka bersaudara. Tapi kemudian, kebenaran terungkap dan mereka bisa menjalin kasih tanpa harus melanggar norma.

Soal cinta, tampaknya memang tidak pernah kadaluarsa menjadi bahasan semua orang. Terkadang, mereka bahkan terkesan terlalu ingin tahu, dan meyakini dugaannya benar. Seperti saat mereka menanyakan kejelasan hubungan kita, Suri.

Sembilan puluh persen dari mereka begitu yakin kalau kita tidak mungkin hanya sekadar sahabat. Sisanya yakin, kalau kita saling menyimpan minat. Padahal aku tidak pernah berbohong, dan selalu mengakui kamu sebagai sahabat alih-alih kekasih. Mereka kemudian menyangkal, dan kita pun menyanggah. Akhirnya malah menjadi debat kusir tak penting. Tapi begitulah orang-orang bereaksi atas kita yang ke mana-mana berdua ini.

Seberapa keras aku meyakinkan mereka bahwa kita benar-benar tidak punya rasa lebih, orang-orang itu tetap tidak percaya. Ya sudah. Akhirnya aku diamkan saja. Kamu juga pada akhirnya berhenti menyangkal, kan?

"Kamu cantik, Suri. Tapi aku tidak minat."

Aku tertawa kecil ketika mengingat ejekan yang telah aku lempar berkali-kali padamu. Sudah aku bilang, aku inginnya yang seperti Pevita. Jadi meskipun kamu mengomel sambil menjelaskan kehebatanmu mulai dari penampilan fisik sampai prestasi, ya tidak akan mengubah perasaanku. Maaf saja, aku gengsi kalau sampai jatuh cinta sama kamu.

Lagipula, apa orang-orang itu apa tidak sadar kalau keyakinan kita tentang cara beribadah kepada Tuhan betul-betul berbeda? Masa iya, kita mau menikah dua kali? Pemberkatan sekaligus ijab qabul, begitu? Nanti kalau aku diminta bersumpah untuk mendidik anak-anak kita sesuai keyakinan agama lain, sama saja aku menceburkan diri ke neraka. Dosaku sebagai kepala keluarga jadi ganda.

Lagipula yang kedua, kamu suka dengan Mas Natha. Gengsiku makin tinggi kalau harus bersaing dengan kakak sendiri. Seperti tidak ada perempuan lain saja.

"Mas Natha itu, dari namanya saja sudah berkarisma. Apalagi kalau lagi ngomong di depan umum seperti tadi, Wa," ujarmu dengan mata berbinar setelah kita meninggalkan ruang rapat yang dipimpin Mas Natha.

Aku kemudian membalas dengan kesal, "memangnya aku nggak? Aku juga bisa keren seperti itu kalau memimpin rapat. Kamu saja yang belum lihat."

Yang kamu tidak tahu adalah, nama tengah Mas Natha. Kami memang terbiasa menggunakan nama depan dan belakang saja supaya lebih singkat. Kalau saja kamu tahu nama lengkap kakakku, mungkin akan lebih sinting lagi. Karena perlu diakui, nama lengkap Mas Natha memang bukan hanya terdengar indah. Tapi juga bermakna luar biasa.

Adinatha Amerta Kusumajati. Keunggulan yang abadi.

Dan benar saja, memang unggul sekali kakakku satu-satunya itu. Sampai-sampai bayangannya saja mampu menutupiku.

"Aku nggak kalah cantik dari Mbak Arawinda, kan, Wa?" tanyamu sambil merapikan rambut setiap kali melihat gadis itu berdua dengan kakakku. 

Kalau sudah begitu, biasanya aku hanya mengejekmu dengan kata 'centil' sambil melengos pergi. Padahal harusnya kamu tidak perlu minder seperti itu, karena di mataku kamu adalah gadis paling cantik. Bukan semata-mata cantik fisik, tapi juga hati dan pikiran.  

Vila KusumaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang