Elang melihat ke samping saat mendengar teriakan yang membuat kegaduhan di stasiun kereta api terakhir. Elang terpaksa turun dari gerbong tempat ia mengemudi. Elang berjalan dengan gagah menuju satu siswa yang menggunakan pakaian olahraga yang berdiri tidak jauh darinya.
"Ada apa?" Tanya Elang to the point.
"Itu, teman kelas saya belum turun. Padahal bentar lagi keretanya mau berangkat." Jawab siswa tersebut dengan nada panik.
Elang mengangkat tangannya pada petugas yang hendak meniup peluit agar masinis kembali membawa kereta menjauh dari stasiun pemberhentian terakhir.
"Biar saya lihat." Ucap Elang dengan tegas.
Elang naik ke atas gerbong tengah. Berjalan cepat mencari bocah ingusan yang menyita waktu keberangkatan kereta api yang ia kemudikan. Elang melirik jam tangan silver yang melingkar di pergelangan tangannya ada beberapa menit lagi sebelum kereta yang berada di depannya sampai ke stasiun terakhir.
Elang berhenti saat mendengar ocehan seseorang. Elang perlahan berjalan maju, dan matanya melotot saat melihat dua siswi berpakaian olahraga tengah merayap seperti cicak di bawah bangku penumpang.
"Malah lo pencet, sakit woy!"
"Eh sak---"
Elang melihat wajah kedua gadis itu, lebih tertuju pada gadis yang mengatainya dua jam yang lalu. Elang memukul bangku penumpang dengan kasar. "Heh, cepat turun! Semua orang nyariin kalian berdua, bikin panik satu stasiun aja!" Omel Elang dengan mimik wajah galaknya. Setelahnya Elang pergi meninggalkan dua siswi itu, dan bergegas menuju gerbong depan.
"Dua menit lagi kereta api di depan datang. Kita telat lima menit." Ujar Teo.
"Ada masalah sedikit."
Bunyi peluit yang begitu nyaring membuat Elang dan Teo bersiap mengemudikan kereta api. Tangan Elang dengan cepat menarik klakson khas kereta api.
TUT...
TUT..."CAMILAN GUE!"
"CAMILAN LIA!"
Elang melihat dua gadis yang berlutut di bawah semen dengan wajah sedih, sambil berteriak 'camilan gue'
"Crazy."
§§§
Serli melihat makanan yang ditaruh Steven sejak 20 menit yang lalu di atas meja sampingnya. Serli sama sekali tidak menyentuh makanan tersebut dikarenakan Steven mengatakan jika sambal nasi kotak itu ialah udang goreng balado. Dan Serli alergi dengan udang. Padahal Serli sangat menyukai udang, tapi respon tubuhnya malah tidak menginginkan udang. Aneh.
Serli sempat menghentikan Steven tadi sekedar mengatakan jika Serli alergi udang. Tapi telepon Steven tiba-tiba saja berbunyi, dan terpaksa Steven keluar dari kamar. Serli Berharap Steven kembali masuk ke kamar, tapi Steven sama sekali tidak menampakkan batang hidungnya lagi. Dan berakhir seperti ini. Serli menahan laparnya selama 20 menit, menimang-nimang apakah ia makan atau tidak.
Serli menyentuh kotak tersebut dengan ragu. Serli menarik napas dalam dalam lalu mulai membuka tutup kotak tersebut.
Serli berpikir tidak masalah jika ia makan ini demi melenyapkan maghnya untuk hari ini. Alergi bisa diatasi dengan memakan obat alergi tradisional yang masih Serli simpan untuk jaga-jaga. Beruntung Serli mempunyai obat itu. Kronologi Serli mendapatkan obat itu ialah saat Serli hendak menikah, Serli nekat memakan satu porsi besar udang balado. Hal ini dilakukan agar Serli gagal menikah. Tapi sialnya ibundanya sigap mencari obat tradisional dan berhasil mengusir habis alergi Serli selama tiga hari. Mengesalkan bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
WHAT IS LOVE? (END)
Romance[FOLLOW SEBELUM BACA!] ⚠️TIDAK MENERIMA PLAGIAT BERBAGAI BENTUK APAPUN. INI MURNI KARYA SAYA⚠️ Pemaksaan pernikahan yang dilakukan dua keluarga, tidak ada angin atau hujan kedua anak pertama di dua keluarga itu di paksa untuk menikah. Berbagai penol...