Elang melempar sepatu hitam mengkilap pada punggung Serli yang berjarak dua meter dari tempat Elang berdiri. Beberapa menit lalu Serli dengan beraninya memberikan kaos kaki warna pink pada Elang.
"Lo kira gue anak tk?"
Serli berbalik dan menatap Elang dengan raut tidak minat. Punggungnta terasa nyeri, Elang benar-benar tidak memiliki rasa empati atau simpati padanya. "Cuma itu yang ada." Jawab Serli sekenanya.
Elang berjalan cepat mendekat pada tempat Serli berdiri. Pria itu menatap Serli dengan nyalang. Serli membalas tatapan Elang dengan tatapan kaku, tidak biasa ditatap lama dan begitu nyalang dari Elang.
"Gak ada guna lo!" Bentak Elang lalu mendorong bahu Serli dengan kasar. Pria itu membuang kaos kaki bewarna pink ke dalam tong sampah. Dan memakai sepatu hitam mengkilapnya tanpa menggunakan kaos kaki. Setelahnya Elang berjalan keluar dari rumah, tidak lupa menutup pintu dengan kasar hingga menghasilkan bunyi yang bergema di dalam rumah.
Serli menghela napas gusar. Wanita itu bergegas mengambil kaos kaki pink yang nyatanya adalah milik Serli sendiri. Serli sudah kehabisan akal mencari kaos kaki Elang dimana. Padahal Serli yang mencucinya. Pagi-pagi buta Elang membentak Serli yang masih tidur di atas tikar di rumah kakek dan nenek Elang. Elang sebenarnya berniat meninggalkan Serli disana seorang diri. Tapi gagal total karena Elang harus kembali ke rumah itu dan membawa Serli hanya demi mencari sepasang kaos kaki hitam yang biasa pria itu gunakan saat bekerja.
Serli menyapu pandangan keseliling rumah. Kosong, tidak ada siapapun karena Sinar dan Steven masih ada di rumah kakek dan nenek Elang. Mungkin jam 08:00 mereka akan kembali ke rumah. Serli menyimpan kaos kaki pink miliknya di saku baju tidur yang ia pakai. Serli berniat ke dapur untuk bersih-bersih jika ada yang kotor.
Saat sampai di dapur bukannya bersih-bersih. Serli malah memperhatikan kulkas dan membukanya. Tidak ada satupun bahan yang bisa dimasak. Hanya botol sirup kosong dan beberapa botol air mineral yang sengaja didinginkan.
Serli melihat catatan tempel milik Sinar yang ada di atas kulkas. Catatan warna warni yang sering kali Sinar berikan disaat tidak ada makanan di rumah. Atau pengumuman seputar makanan. Serli jadi ingin menggunakan benda ini jika ia sudah pandai memasak, atau paling tidak mempunyai dapur sendiri. Semoga saja saat pindah nanti, Serli bisa latihan memasak di dapurnya sendiri. Puji Tuhan Elang punya tempat tinggal yang disiapkan dari tempat pekerjaan yang baru di Padang.
§§§
Elang menengok ke bawah, tepatnya tempat tidur Serli yang ada di depan kamar Elang. Dialaskan tikar dan memakai selimut tebal. Elang mengerutkan dahinya, sejak kapan Serli memiliki selimut tebal mirip seperti yang ada di kamar Elang? Apa jangan-jangan....
Elang membuka pintu kamarnya. Lalu melihat selimut tebal miliknya yang ternyata masih terlipat rapi di atas tumpukan bantal. Elang melirik Serli sekilas, jika bukan selimut Elang? Lalu selimut dari mana Serli curi? Apakah dari kamar tamu rumah kakek dan nenek Elang?
Elang berdecih, pasti benar. Tidak mungkin Serli mampu membeli selimut mahal itu. Apalagi Serli sama sekali tidak dibiarkan keluar dari sekitaran rumah oleh Sinar. Dan tidak ada yang mengantar Serli untuk keluar.
"Si miskin tidak akan lepas dari namanya profesi pencuri." Ujar Elang begitu menusuk hati jika Serli benar-benar masih terjaga.
Elang menutup pintu kamar dengan dorongan telapak kaki. Pria itu menaruh topi kebanggaan sebagai seorang masinis di atas meja belajar yang jarang sekali Elang tempati, setelah selesai studi universitas. Elang menarik laptop yang ada di laci meja, lalu mulai membuka laptop. Elang berencana mencari lokasi tempat tinggalnya di Padang. Menurut info dari Teo, rumah Elang berada jauh dari kantor pusat kereta api.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHAT IS LOVE? (END)
Romance[FOLLOW SEBELUM BACA!] ⚠️TIDAK MENERIMA PLAGIAT BERBAGAI BENTUK APAPUN. INI MURNI KARYA SAYA⚠️ Pemaksaan pernikahan yang dilakukan dua keluarga, tidak ada angin atau hujan kedua anak pertama di dua keluarga itu di paksa untuk menikah. Berbagai penol...