Elang melihat Serli yang membersihkan teras rumah dari tai kambing yang berserakan. Elang sudah minggat dari rumah Putra tadi sore saat semuanya hendak memakan makan malam. Di dalam rumah sudah bersih kinclong karena Serli yang membersihkan dari siang hingga sore. Bagian tugas Elang hanya meminta izin pindah dan membawa barang-barang ke rumah.
Elang kira saat sudah sampai teras telah bersih dari tai kambing. Ternyata belum. Dengan terpaksa Elang kembali membentak Serli dan memerintah untuk membersihkan teras. Serli sempat menolak karena susah untuk membersihkan apalagi tidak ada alat yang bisa digunakan.
"Yang bersih!" Bentak Elang melihat Serli yang berusaha mati-matian menahan jijik pada tai kambing. Serli tidak alay, coba saja kalian diposisi Serli saat ini, diperlakukan seperti babu oleh suami sendiri tanpa ada belas kasihan. Membersihkan tai kambing tanpa alat apapun hanya dengan tangan telanjang.
Elang berjalan menuju pintu belakang. Ia melihat dapur yang kosong tanpa perabotan. Apalagi di dalam rumah begitu kosong. Sepertinya Elang perlu membeli perabotan rumah tangga. Sangat tidak bermutu jika ada tamu dan disuruh lesehan duduk di atas lantai. Lalu sajian yang akan diberikan sama sekali tidak ada, sangat mencemari martabat Elang.
Elang melihat saldo di rekening. Ada sekitar sepuluh juta. Dengan berat hati Elang harus menggunakan uang tabungan ini untuk membeli perabotan rumah. Ini demi rumahnya terlihat memiliki isi. Bukan demi Serli.
Elang menekan kontak Riko dan menelpon pria tua itu. Meminta bantuan untuk mengirim uang.
"Butuh duit ya masnya?" Tanya Riko dari sebrang sana.
"Iya pak. Butuh duit." Balas Elang dengan nada gengsi.
"Haha. Yaudah papa kirim dua juta cukup?"
"Haha, sedikit amat pak Riko." Balas Elang dengan nada tidak bersahabat.
"Becanda. Dua puluh juta, cukup?"
Elang tersenyum bahagia. "Kurang."
"Mama tambahin lima juta. Cukup?"
"Cukup ma."
"Mwahh."
Elang bergidik ngeri saat Sinar memberikan sun padanya. Elang menutup panggilan dan menutup pintu belakang rumah. Elang melihat jam di ponselnya, sudah menunjukkan pukul 22:00. Elang melirik ke pintu depan dimana Serli masih sibuk membersihkan tai kambing menggunakan tangan telanjang.
Elang mengangkat bahu acuh pria itu berjalan masuk ke dalam kamar dan mengunci kamar. Kamar mereka terpisah. Di kamar Elang ada kasur, bantal, dan selimut. Sementara di kamar Serli tidak ada tiga option itu bahkan tikar sekalipun.
§§§
Serli mengunci pintu rumah setelah menyelesaikan tugasnya. Teras rumah sudah bersih karena kerja keras Serli. Serli hanya menggunakan telapak tangan telanjang untuk menjauhkan tai kambing dari teras rumah. Lalu mengepel menggunakan baju dan memberikan pewangi baju yang masih ada di kopernya.
Rumah baru Serli benar-benar kosong. Tidak ada sapu atau apapun itu. Serli hanya memanfaatkan barang-barang yang bisa menjadi pengganti sapu, dan pel yaitu mengorbankan bajunya.
Serli berjalan ke kamar yang ada di samping kamar Elang. Mereka tidur berpisah? Ya.
Serli membuka pintu kamar disana hanya ada koper berukuran sedang. Serli melihat dinding yang menjadi pembatas antara kamar Elang dan kamarnya. Lagi-lagi Elang tidak memberikan satu bantalpun untuk Serli. Serli ingat betul jika tadi Putra mengantarkan dua bantal dan satu guling baru untuk mereka lalu kasur. Semua benda itu berasal dari Pri. Pri menyampaikan jika itu sebagai permintaan maaf karena tidak bisa hadir di resepsi pernikahan Elang dan Serli.
Serli membuka reseleting koper miliknya dan menarik selimut tebal yang dihadiahi kakek Elang saat menginap di rumah mereka. Serli tidak tahu mengapa kakek memberikan ini pada Serli. Serli hanya menerimanya dengan ragu.
Serli membentangkan selimut tebal itu ke lantai. Lalu wanita muda itu menarik selimut tipis yang bisa menyelamatkannya dari udara dingin di malam hari. Setelahnya Serli mengambil tumpukan lipatan bajunya dan menjadikan itu sebagai bantal.
"Oke udah." Serli tersenyum puas dengan hasil kerja yang tidak seberapa. Serli menjatuhkan badan ke atas selimut. "Huft pegal." Keluhnya memegang punggung yang terasa pegal.
Serli kembali duduk. Wanita itu membuat tanda salib untuk berdoa. Setelah selesai berdoa Serli kembali merebahkan tubuh ke atas selimut tebal. Serli menutup mata dan tidur.
Sementara disisi lain Elang tengah sibuk menepuk nyamuk yang menyerang tubuhnya. Padahal Elang tadi sudah mengecek keseluruhan kamar tidak ada nyamuk yang hinggap. Tapi kenapa tiba-tiba ada nyamuk di kamarnya?
Elang manarik selimut hingga menutupi seluruh badannya. Gerah, itulah yang Elang rasakan. Pria itu menyibak selimut dan langsung berdiri sambil menggaruk tangan dan kaki secara bergantian. Elang bangkit berdiri dan berjalan untuk membuka pintu kamar lalu menutupnya kembali. Pria itu melihat pintu rumah yang sudah dikunci. Sepertinya Serli sudah masuk ke dalam kamar.
Elang berjalan menuju pintu utama rumah. Pria itu membuka pintu lalu melihat teras yang sudah bersih dari tai kambing. Elang kembali menutup pintu dan berjalan menuju toko sembako yang buka 24 jam.
"Pak beli obat nyamuk sekotak." Ujar Elang. Pria itu mengambil dompet yang ada di saku belakangnya.
"Merk apa dek?" Tanya Pria paruh baya yang duduk di atas kursi sambil menonton pertandingan bola.
"Terserah." Jawab Elang.
"Oke." Pria paruh baya itu berdiri dari duduknya dan berjalan menuju ke tempat susunan obat nyamuk.
"Sekalian korek api pak." Sahut Elang mengingat jika dirinya tidak memiliki korek api.
"Yang kayu?" Tanya Pria paruh baya tersebut.
"Ya." Balas Elang.
Elang mengambil kembalian dan juga barang beliannya dari tangan pria paruh baya tersebut. Elang hendak berbalik namun pertanyaan pemilik warung berhasil menghentikan langkah kakinya.
"Baru pindah ya?" Tanya Pria paruh baya itu basa basi. Menurut Elang ini adalah pertanyaan konyol. Apakah bapak ini tidak melihat bahwa dirinya baru saja datang kesini? Dan membawa barang-barang?
Elang mengangguk mencoba sopan kepada orang yang lebih tua.
"Itu tadi istrinya?"
Elang terdiam. "Bukan. Itu pembantu saya." Jawab Elang bohong. Andai Serli mendengar pasti wanita muda itu akan sedih dan kecewa.
"Owh gitu." Pria paruh baya tersebut mengangguk-anggukkan kepala paham. "Pantesan tadi disuruh bersih-bersihin teras yang ada tai kambingnya, haha." Pria paruh baya tersebut tertawa garing. Elang hanya tertawa penuh paksaan. "Nama saya pak Iwan, biasa dipanggil pak Wawan. Kalau adek sendiri?"
"Saya Elang." Balas Elang seadanya. Elang memukul nyamuk yang hinggap di betisnya.
"Mau sama anak saya gak dek? Tapi masih kuliah dia."
Elang menanggapi dengan senyum saja. "Saya masuk ke rumah dulu ya pak. Udah larut, besok harus kerja." Pamit Elang ramah. Di dalam hati Elang berdecak sebal. Bagus juga ia menyuruh Serli yang membelikan dua barang ini tadi. Elang muak menjawab pertanyaan yang menyebalkan.
Pak Iwan mengangguk-anggukkan kepala. "Silahkan dek."
Elang berbalik, mimik wajah yang begitu ramah berubah jadi jutek. Pria itu memukul nyamuk nakal yang berani sekali hinggap di tangan dan kakinya. Sepertinya Elang membutuhhhkan alat fogging untuk membasmi nyamuk yang ada di sekitar rumah.
Elang mengunci pintu rumah lalu berjalan masuk ke dalam kamar. Tapi tertahan saat mendengar bunyi ponsel. Sepertinya bukan ponsel Elang. Lalu ponsel siapa? Tetangga? Tidak mungkin. Apa mungkin Serli? Tapi Elang tidak pernah melihat Serli memegang ponsel. Elang curiga jika itu ponsel curian.
Elang mengangkat bahu. Pria itu menutup pintu kamar dan membakar obat nyamuk. Setelah itu Elang langsung tidur.
§§§
TBC!
[24 Maret 2023]
KAMU SEDANG MEMBACA
WHAT IS LOVE? (END)
Romansa[FOLLOW SEBELUM BACA!] ⚠️TIDAK MENERIMA PLAGIAT BERBAGAI BENTUK APAPUN. INI MURNI KARYA SAYA⚠️ Pemaksaan pernikahan yang dilakukan dua keluarga, tidak ada angin atau hujan kedua anak pertama di dua keluarga itu di paksa untuk menikah. Berbagai penol...