Serli melihat langit yang mulai mendung. Waktu terus berjalan tapi Elang tidak kunjung datang menjemputnya. Serli melihat banyak umat yang datang untuk mengikuti misa kedua. Apakah lebih baik Serli mengikuti misa kedua saja? Tapi nanti Elang mencarinya. Serli takut kembali membangkitkan emosi Elang.
Serli menarik ponsel yang ada di tas kecil yang sengaja ia bawa. Serli melihat empat kontak yang ada di ponselnya. Tidak ada kontak yang bisa dihubungi sekadar menunjukkan jalan menuju rumah. Serli tidak memiliki nomor Elang, Petra, Pri, Putra, dan Aril. Serli kembali menaruh benda persegi itu ke dalam tas.
Serli berdiri dari posisi awal. Wanita itu memilih untuk berteduh di bawah atap parkiran motor yang lumayan padat. Tapi Puji Tuhan ada ruang untuk tempatnya berdiri. Serli tidak enak untuk masuk ke dalam gedung Sekretariat hanya untuk berteduh.
Tepat saat Serli sampai di bawah atap parkiran sepeda motor. Hujan deras langsung turun mengguyur kota Padang. Saking derasnya membuat sekitaran kawasan Gereja menjadi blur. Serli mengusap kedua tangan karena merasakan hawa dingin yang menusuk kulit. Serli salah memakai baju, walau panjang hingga mata kaki dress ini terbuat dari bahan yang cocok untuk musim panas. Bahan tipis, dan dingin.
"Dingin...." Ujar Serli pada diri sendiri.
Serli melihar siluet yang mendekat ke arah parkiran menggunakan payung. Serli mengalihkan pandangan ke pagar beton saat tahu jika siluet itu ialah pria yang membantunya saat ditangga tadi. Pria itu sudah berganti pakaian. Tadi Serli ingat pria tersebut menggunakan kemeja batik, dan sekarang menggunakan kaos hitam biasa.
"Belum pulang?" Pertanyaan retoris itu keluar dari mulut pria yang berjarak dua meter dari Serli. Ya, pria yang membantunya tadi. Emang siapalagi kalau buka pria itu? Hanya mereka berdua yang ada di parkiran ini.
Serli merespon dengan menggelengkan kepala. Serli menyembunyikan heels murahnya di bawah ban motor yang ada di sampingnya. Serli lelah sedari tadi memegang heels tersebut. Serli melihat pria itu mulai memakai jas hujan lalu mendorong motor ke belakang.
Bunyi klakson seperti kode jika pria itu mengatakan kata 'duluan'. Serli melihat motor tersebut mulai keluar dari kawasan Gereja dapat dilihat dengan lampu motor yang sengaja dihidupkan untuk keselamatan di jalan.
Serli menghela napas berat wanita itu memijat betis yang terasa pegal, mungkin terlalu lama berdiri. Serli kembali mengecek jam di ponselnya sudah jam 14:05. Serli melihat ke gerbang Gereja tetap saja tidak melihat Elang. Bolehkah Serli memaki Elang sekali saja? Jika diperbolehkan, biarkan Elang diam saja saat Serli memaki pria itu. Terbesit di benak Serli kala melihat nomor Steven untuk meminta nomor Elang. Serli menggenggam erat ponselnya, ia takut nanti saat menelpon Elang, Pria itu akan berucap Serli adalah beban baginya.
Serli menggeleng kuat dari pada ia tidak pulang lebih baik dimaki seperti itu. Serli mengecek pulsa yang tersisa, hanya sedikit lagi. Tidak cukup untuk membeli kuota internet. Akibat banyak menelpon Jefri, banyak pulsa yang habis sia-sia. Lebih baik Serli membeli kuota internet saja jika memiliki uang untuk membeli pulsa, dan mengunduh aplikasi WhatsApp.
Serli fokus melihat layar ponsel yang menampilkan layar panggilan telepon. Tercantum nama Steven disana. Serli berharap Steven mengangkat telepon. Lama menunggu akhirnya Steven mengangkat telepon dari Serli.
"Hallo Stev."
"Kenapa kak?" Terdengar suara serak dari sebrang sana. Sepertinya Serli mengganggu waktu tidur sore Steven. Serli jadi tidak enak.
"Boleh minta nomor Elang?" Pinta Serli dengan suara dipelankan.
"Apa kak? Gak kedengeran, disana hujan deras ya?"
Serli berdehem sebentar menyiapkan mental untuk meminta nomor suami dari adiknya. "Minta nomor Elang."
"Kak Serli gak punya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
WHAT IS LOVE? (END)
عاطفية[FOLLOW SEBELUM BACA!] ⚠️TIDAK MENERIMA PLAGIAT BERBAGAI BENTUK APAPUN. INI MURNI KARYA SAYA⚠️ Pemaksaan pernikahan yang dilakukan dua keluarga, tidak ada angin atau hujan kedua anak pertama di dua keluarga itu di paksa untuk menikah. Berbagai penol...