Serli menyeka peluhnya saat kelelahn mencuci pakaian. Sudah seminggu mereka menginap di hotel ini. Entah berapa uang yang Elang habiskan. Padahal mereka lebih baik tinggal di rumah orang tua Elang. Lebih hemat, walaupun harus membuat Serli sakit hati setiap hari.
Serli menjemur pakaian di balkon, setelah selesai Serli bergegas untuk mandi. Ia menutup pintu kamar mandi yang sudah diperbaiki oleh pemilik hotel. Walaupun Elang yang harus mengganti rugi.
Selesai mandi dan memakai pakaian santai. Serli memilih untuk duduk di atas lantai. Suara pintu yang dibuka mengalihkan perhatian Serli. Disana sudah ada Elang yang mengangkat kotak yang berisi sarapan pagi.
"Gue beli bubur ayam." Elang memberikan satu kotak bubur ayam pada Serli.
"Makasih." Ucap Serli, Elang hanya melihat Serli sekilas dan mulai memakan makanannya. Hening, hal ini setiap saat terjadi jika mereka berdua.
"Lo mau punya anak?"
Serli tersedak padahal sesendok bubur belum masuk ke dalam mulutnya. Entah apa yang dipikirkan Elang hingga berucap seperti itu. Serli bahkan tidak terpikir mempunyai anak dari Elang. Jangankan itu, bahkan dia menginginkan anak yang tidak serupa dengan Elang apalagi watak Elang, walaupun Elang tampan.
Ekspresinya Elang berubah menjadi serius. "Gue sebenarnya gak mau punya anak dari lo. Pasti anak gue jelek." Elang menarik senyum miringnya.
Serli terperangah, kalau emang gak mau, kenapa lo seakan mau? Tanya Serli membatin.
"Tapi... Gak ada salahnya coba buat. Lagian kemaren sepertinya belum goal." Ekpresi Elang tetap sama, tidak berubah. Andaikan Serli tahu jika Elang sudah tertawa dalam hati. Pria itu hanya beralasan, padahal ingin unboxing Serli lagi.
Serli menghela napas gusar, ia jadi tidak berselera makan. Mengingat kejadian waktu itu saja membuatnya berdosa apalagi mengulang. Ia tahu ini memang harus dilakukan. Tapi Serli belum siap, bahkan kejadian waktu itu hanya Elang yang mengambil alih keadaan, Serli hanya diam sambil menangis.
Elang mendengus sebal. "Sekalian buat cicit untuk oma opa." Jujur Elang seperti membujuk.
Serli mengangkat kepala melihat ekspresi Elang yang tampak memohon. Bahkan Serli tidak tahu apakah Elang sudah mencintainya? Hingga berani meminta ini secara baik-baik?
"Gue serius." Ujar Elang meyakinkan. Serli mengerutkan dahi tidak mengerti. Kata 'serius' semacam apa yang Elang maksud? Apakah pria ini sudah mencintainya? Atau... Hanya napsu?
"Permisi tuan... Ada tamu."
Serli berdiri dari duduknya, lebih baik Serli menghindar dari pada bingung menjawab pertanyaan Elang. Wanita itu melihat kaca bulat kecil yang berguna untuk melihat siapa yang bertamu di pagi hari.
"Maaf mengganggu waktunya. Ada yang mau bertemu." Ucap Ob. Serli hanya mengangguk. Serli melihat wanita yang berdiri di samping yang membelakangi Serli. Sepertinya tengah menelpon.
"Iya. Saya udah serahkan semua sama kepala kampung. Oke, baik."
Tut
Wanita itu berbalik, hal pertama yang Serli lihat adalah perut bulat menonjol sudah mengempes. "Lala?"
Lala tersenyum. "Saya mau ambil kunci rumah. Kamu malah bawa sampai sini. Kemaren saya dengar kalau kamu dibawa paksa sama suami kamu dari tetangga yang gak sengaja mau anter anak ke sekolah. Untung tetangga itu ingat plat mobilnya. Jadi mudah buat cari dan tanya sopirnya." Jelas Lala terus terang.
Serli menepuk jidat merasa bersalah. "Terus kamu masuk ke rumah, bagaimana?"
Lala terkekeh singkat. "Saya punya dua kunci cadangan. Dari pada Saya buat lagi kuncinya, mending saya minta lagi sama kamu. Sekalian buat ketemu sebentar."
KAMU SEDANG MEMBACA
WHAT IS LOVE? (END)
Romance[FOLLOW SEBELUM BACA!] ⚠️TIDAK MENERIMA PLAGIAT BERBAGAI BENTUK APAPUN. INI MURNI KARYA SAYA⚠️ Pemaksaan pernikahan yang dilakukan dua keluarga, tidak ada angin atau hujan kedua anak pertama di dua keluarga itu di paksa untuk menikah. Berbagai penol...