37 • DIRAMPOK

631 44 3
                                    

Elang melihat Serli yang tidur meringkuk di atas sofa rumah kediaman Petra. Sepertinya wanita itu menunggu Elang. Elang melihat Putra yang duduk di depan televisi menonton film horor.

"Sejak kapan dia disana?" Tanya Elang basa basi. Pria itu mengambil duduk di samping Putra.

Putra menoleh dibalik bantal. Nonton film horor tapi saat gerak gerik film mulai menampilkan hantu, pria itu malah menutup wajahnya dengan bantal. Polisi macam apa ini?

"Dari sore tadi. Dipaksa ke kamar Aril, dia gak mau. Terpaksa dibiarin aja, dari tadi gue denger dia ngigau. Jadi gue temenin aja sambil nonton film horor." Jelas Putra terus terang.

"Ngigau?" Bingung Elang.

Putra memegang bahu Elang. "Kejadian dua hari lalu. Serli trauma, mungkin. Lo harus bawa dia ke psikolog."

"Separah itu?" Bingung Elang.

Putra tersenyum simpul. "Dia ngigau minta pulang. Lo ada buat kekerasan  sama dia?" Elang terdiam. Elang sadar ia sudah membuat kekerasan fisik dan mental pada Serli. Klimaksnya kejadian dua hari lalu, walaupun bukan Elang pelakunya. Tapi tetap saja Elang masuk list nama orang yang merusak fisik dan mental istri sendiri. "Keluarga lo, dan keluarga Serli pelaku utama. Seharusnya lo sadar Lang, dia gak punya tempat keluh kesah, bahkan lo sendiri malah bersikap sama, dan gak pernah kasih dia pundak untuk berkeluh kesah."

Putra tiba-tiba mematikan televisi. "Ngeri anjir setannya. Kulit wajahnya terkelupas, hih!" Putra berlari masuk ke dalam kamarnya. Meninggalkan Elang sendiri di depan televisi yang tidak menyala.

Elang melihat tubuh Serli yang meringkuk. Elang mencoba mengingat kejadian dua hari yang lalu dimana Serli tiba-tiba memeluknya. Wanita itu membutuhkan perlindungan. Tapi Elang malah hendak mendorong Serli dan meninggalkan Serli sendiri di stasiun.

Elang menarik selimut yang tidak menutup tubuh Serli hingga dada. Elang mengangkat telapak tangan untuk mengelus surai Serli, tapi tertahan karena gengsi.

Elang terkejut saat mendengar bunyi sendok yang beradu dengan gelas. Ia melirik Putra yang melempar senyum simpul.

"Gue lagi buat kopi."

§§§

"Ngapain lo pulang? Cuma gitu doang, cemen lo!"

"Lo kan gak disentuh juga. Ngapain ngotot pulang?"

"Ingat ya kak, lo itu udah dewasa. Bisa jaga diri sendiri. Jangan manja, apa-apa ngadu. Udahlah gak penting juga respon lo. Gue lagi dijalan anter pacar."

Tut

Serli menahan isakannya mengingat perkataan Jefri di telepon yang sama sekali tidak peduli pada keadaan Serli. Serli menyeka kasar air mata yang mengalir deras membasahi pipi. Serli perlahan membuka mata yang mulai memburam karena air mata. Pemandangan pertama yang Serli lihat adalah Elang yang tidur dengan posisi duduk.

Serli mencoba bangun tapi tertunda saat melihat Elang yang langsung membuka mata. Mungkin pria itu sadar jika Serli bangun, atau pria itu tidur?

"Masih jam tiga pagi." Ucap Elang memberitahu. Serli melihat jam dinding sekilas lalu kembali melihat Elang. Serli baru membuka mulut untuk bertanya kapan mereka akan pulang, tapi Elang seakan tahu dan langsung menjawab. "Balik jam sepuluh. Lo lanjut tidur."

Serli hanya mengangguk dan kembali merebahkan tubuhnya dan memejamkan mata. Elang tersenyum tipis, dan kembali memejamkan mata. Pria itu mencoba tidur tapi bayang-bayang Serli yang merasakan siksaan fisik dan mental dari banyak orang, dan termasuk dirinya mulai berputar di pikiran Elang.

WHAT IS LOVE? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang