43 • OTW

879 69 16
                                    

Elang menarik kopernya keluar dari area gedung bandara. Elang melihat ponsel yang sudah menyala. Elang tidak tahu sekarang ia harus kemana untuk mencari Serli. Tidak mungkin Elang ke rumah orang tuanya, lalu bertanya 'Serli ada disini?' bisa habis riwayat Elang kalau Steven tahu dan cepu pada Riko. Tambah tidak mungkin jika Elang datang ke rumah mertuanya, bisa-bisa mereka bertanya kemana putrinya? Atau... Tidak akan bertanya? Entahlah, Elang juga bingung dengan keluarga Serli yang silsilahnya saja tidak jelas dan amburadul.

Elang kembali masuk ke gedung bandara. Ia tidak mungkin mencari transportasi di pagi buta yang masih menjadi ranah jam kumpul hantu-hantu. Bukannya pulang, nanti Elang dibawa lari ke alam lain. Elang akan tidur di bandara, dari pada membuang uang guna menunggu dua atau tiga jam lagi untuk enyah dari sini di dalam sebuah kamar nyaman tapi mahal. Elang akan berpikir akan kemana setelah matahari muncul. Sekarang ia harus tidur seperti penumpang lain yang bernasib sama sepertinya. Elang menyembunyikan koper di bawah kursi. Bandara aman tidak ada pencuri, karena ada banyak keamanan yang menjaga 24 jam. Serta ada cctv juga.

Elang merebahkan diri di kursi besi. Kedua bola mata Elang melihat langit-langit gedung bandara. Entah kenapa bayangan Serli yang ketakutan terlintas di otaknya. Serli mengalami trauma dengan pria tua. Ia tidak yakin Serli akan baik-baik saja sekarang. Wanita itu sangat merepotkan, tidak berpikir rasional karena keadaanya. Elang tahu ia menoreh luka hebat pada Serli. Tapi Serli kenapa harus nekat mengambil jalan yang bisa mengancam nyawa Elang?

Elang berdecak. Nanti setelah ketemu Serli ia akan meneriaki wanita itu, tidak-tidak. Ia akan mengigit Serli hingga tidak berani lagi pergi darinya. Atau tidak Elang akan melakukan hubungan suami istri, agar wanita itu sadar jika Elang adalah suaminya dan tidak ada kesempatan untuk meninggalkan Elang. Harga diri Serli ada di genggaman Elang jika itu terjadi. Elang mengangguk membenarkan rencananya. Walaupun tidak ada rasa cinta, tapi Elang akan nekat melakukan hal itu. Lagiah sah sah saja.

"Liat aja. Gue bakal buat lo diam di rumah!" Geram Elang mengepalkan tangan ke udara. Tekatnya sangat kuat, padahal tidak tahu saja jika itu akan melukai Serli. Pria itu hanya memikirkan keamanan nyawanya. Bukan keadaan Serli, egois. Tapi tidak tahu selanjutnya. Elang tidak sadar jika ia mempunyai perasaan pada Serli, pria itu selalu pura-pura tidak tahu.

Elang menurunkan kepalan tangannya dan mulai memejamkan mata. Ia berharap hari ini ia akan bertemu Serli, dimanapun itu. Lalu Elang akan mencaci maki, dan membawa Serli ke hotel. Camkan itu, jika tidak terjadi maka Elang bersedia untuk dipenggal oleh Riko.

7 jam kemudian....

Elang membuka mata dengan pelan saat mendengar banyak suara maupun bunyi yang masuk ke indra pendengarannya. Elang menarik ponsel yang ada di saku celananya. "Sial!" Umpat Elang saat melihat jam sudah menunjukkan pukul 10:00. Elang mengambil koper dan berlari ke luar.

"Ojek bang!" Panggil Elang pada ojek yang tidak sengaja lewat setelah mengantar penumpang. Elang langsung naik ke atas motor.

"Kemana bang?" Pertanyaan pria muda di depannya berhasil membungkam Elang. Elang tidak tahu ingin kemana. Karena terlambat bangun ia jadi tidak sempat memikirkan lokasi tujuannya. "Bang." Panggil pria itu dengan wajah bingung.

"Jalan aja bang. Nanti saya kasih tahu." Jelas Elang. Pria itu mengangguk dan mulai menancapkan gas motor. Koper Elang sudah ada di depan tubuh ojek tersebut. Disepanjang jalan Elang berusaha berpikir lokasi mana yang mungkin akat disinggahi orang seperti Serli. Taman? Tidak, mall? Tidak, perkampungan? Tidak. Disela-sela memikirkan lokasi, mata Elang disuguhi pemandangan dimana seorang wanita hamil tua tengah menyebrang bersama wanita yang Elang pikirkan dari dua hari yang lalu.

Elang memukul-mukul pundak pria muda yang ada di depannya. "Ikuti mereka!" Titah Elang.

"Kita harus putar balik dulu bang. Masih jauh di depan." Jelas pria muda itu. Alhasil Elang langsung turun dan memberikan uang lima ribu berjumlah empat. "Makasih bang." Pria muda itu menyerahkan koper pada Elang. Elang langsung bergegas menyebrang, tanpa peduli klakson motor yang hendak melewatinya.

WHAT IS LOVE? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang