32 • HOTEL

890 57 8
                                    

Elang menyesap rokok dengan hikmat. Malam senin yang berjalan begitu lambat membuat Elang ingin menghirup udara malam di teras. Setelah membantu Serli tadi pagi untuk mengganti kain kasa penutup luka dengan kasar. Elang hanya melakukan apa gerakan tubuhnya minta. Elang tidak ada keinginan membantu, tapi matanya jika melihat luka Serli menjadi geram sendiri. Bayangkan nyaris seminggu kain kasa penutup luka sudah menghitam.

Elang menoleh ke belakang saat mendengar suara pintu di tarik. Pelakunya ialah Serli. Elang mengangkat alis seperti bertanya apa alasan Serli ke teras rumah. Padahal sebelum kesini Elang melihat Serli fokus belajar.

"Bo...leh gu-gue kerja?" Serli melihat ekspresi wajah Elang yang tetap sama, masih bingung.

Elang kembali fokus melihat ke depan. Pria itu membuang putung rokok yang masih bisa di isap. "Duduk." Titah Elang dengan suara tegas. Berhasil membuat Serli sedikit ragu untuk mengiyakan apa yang diminta Elang. Tapi pilihan terakhir ialah Serli harus melakukan apa yang diperintahkan Elang, jika tidak bisa kena bacok oleh suami sendiri.

Keheningan sangat mendominasi kondisi mereka berdua, walaupun setiap hari selalu merasakan keheningan karena tidak ada hal yang ingin diomeli atau menjadi objek amarah Elang pada Serli.

Elang melihat toko sembako pak Iwan yang masih buka. "Sepercaya diri apa lo sampai mikir mau kerja di kota ini? Bahkan lo gak tahu bagaimana tipe manusia yang tinggal disini. Ingat ini bukan daerah Jawa!" Penjelasan Elang mampu membuat Serli diam. Diam dalam hati dan pikiran, tidak ada yang berbicara atau bisikan apapun, atau mengumpat pada Elang tidak ada.

Elang melirik Serli yang diam melihat lantai. Wanita di sampingnya tidak menunduk tapi arah pandang wanita itu ke lantai.

"Kerja untuk bantu ekonomi biaya kuliah?"

Serli langsung mengangguk. Elang mengangguk-anggukkan kepala seolah mengerti jika Serli ingin membantunya. "Siapa yang mau terima pegawai berpenampilan buruk rupa seperti lo?"

Serli menahan rasa sakit hati yang lagi-lagi ditoreh oleh Elang. Serli sadar jika ia tidak pantas disebut cantik, tapi tidak perlu diperjelas.

"Bagus kalau lo kerja. Hidup gue bisa tenang." Ucapan Elang mampu memberikan banyak pertanyaan. Tenang? Tenang semacam apa yang Elang maksud?

Elang berdiri, ia melihat Serli dengan ekspresi datar andalan pria itu. Elang berbalik dan masuk ke dalam rumah. Lagi-lagi meninggalkan Serli seorang diri.

Serli melihat punggung Elang yang sudah menjauh. Serli melirik sekilas toko sembako pak Iwan. Dari sini Serli melihat toko itu sepi seperti biasa, tapi tiba-tiba hidup saat ada teriakan Cahya yang tiba sambil menjinjing tas.

"Yah!"

"YAHHH!"

Serli melihat Cahya masuk ke dalam rumah tanpa melihat sekitar jika ada seseorang yang telah ia lukai. Dan tidak ada niatan meminta maaf. Serli berdecih percuma berpendidikan jika tidak ada atitude baik.

Serli berdiri dan berbalik badan, wanita itu masuk dan menutup rumah dengan rapat. Serli tidak melihat jika Elang ada di depan televisi. Biasanya pria itu akan menonton sebelum tidur kecuali Elang dapat shif malam.

Serli masuk ke dalam kamar. Di kamar wanita itu banyak sekali coretan kertas hvs. Serli menutup pintu menggunakan telapak kaki, hari ini Serli berniat untuk langsung tidur. Serli menyusun semua kertas dan menaruhnya di samping koper.

Serli berdoa sebentar sebelum tidur, lalu merebahkan tubuh ke atas selimut yang ia anggap ranjang minimalis untuk orang miskin seperti Serli. Serli menatap langit-langit dengan guratan keraguan. Sebenarnya Serli ragu untuk bekerja, apalagi tidak ada pengalaman bekerja di kota baru seperti ini. Tapi apa boleh buat Serli harus sadar diri, tidak ingin membuat Riko dan Elang terbebani karena pendidikan Serli. Walau Serli hanya menyuntik dana sedikit. Semoga ada lowongan kerja, walau jadi tukang bersih-bersih rumah orang.

WHAT IS LOVE? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang